Oleh: Maftucha S. Pd
Minggu (15/8/2021) Taliban berhasil menduduki ibu kota Afghanistan, Kabul. Taliban yang berhasil menjatuhkan pasukan keamanan Afghanistan dan merebut wilayah dengan cepat mengejutkan Biden dan para pejabat tinggi pemerintahannya. Penaklukkan kelompok itu atas ibu kota menandai kembalinya kekuasaan Taliban atas Afghanistan setelah digulingkan selama 20 tahun akibat diinvasi pasukan AS dan sekutunya pada 2001.
Dengan demikian, Taliban juga memegang kendali atas sumber daya alam (SDA) Afghanistan yang melimpah dengan nilai sekitar 3 triliun dollar AS atau sekitar Rp 42.000 triliun. Nilai tersebut ditaksir oleh mantan Menteri Kementerian Pertambangan dan Perminyakan Afghanistan yang lengser setelah Taliban berkuasa.
Afghanistan dan potensi kekayaannya
Afghanistan dikenal sebagai negara yang terkurung daratan (landlock). Wilayahnya didominasi pegunungan dan gersang. Namun di balik itu, Afghanistan juga menyimpan kekayaan alam yang luar biasa.
Pada tahun 2010, sebuah laporan yang dirilis ahli geologi AS memperkirakan bahwa Afghanistan, salah satu negara termiskin di dunia, memiliki kekayaan mineral hampir 1 triliun dollar AS. Kekayaan tambang tersebut antara lain bijih besi, tembaga, lithium, kobalt, dan logam langka dengan kandungan cukup banyak di Afghanistan.
Namun, tidak ada yang mampu mengambilnya dari tanah karena negara itu berperang selama empat dekade terakhir. Pertama dengan Uni Soviet, lalu perang antarsuku dan dengan AS.
Saat Amerika Serikat (AS) menginvasi Afghanistan 2001 lalu, perekonomian global sangat berbeda dari sekarang. Saat itu, Tesla Inc belum didirikan, iPhone belum diciptakan dan teknologi kecerdasan artifisial hanya ada dalam film.
Kini tiga terobosan perekonomian modern tersebut hanya dapat ditopang oleh cip teknologi tinggi dan baterai kapasitas besar yang diproduksi dengan berbagai mineral, termasuk yang langka, dan Afghanistan adalah Saudi Arabianya Lithium tersebut.
Untuk itu Beijing saat ini mendekati pemerintahan Taliban dalam rangka untuk berinvestasi tambang mineral tersebut, hubungan ini sepertinya menjadi simbiosis mutualisme, Afghanistan berkepentingan untuk membangun negaranya yang baru dengan China sebagai investor teknologi eksplorasi nya.
"Dengan mundurnya AS, Beijing dapat menawarkan apa yang paling dibutuhkan Kabul, investasi ekonomi dan dukungan politik imparsial," kata kolonel senior Angkatan Bersenjata China dari tahun 2003 sampai 2020, Zhou Bo dalam opininya di New York Times.
Afghanistan di lingkaran AS dan China
Dunia sedang terus berputar. China serta AS adalah negara yang berpengaruh terhadap ekonomi dan politik dunia, jika China masih dalam skala regional yakni Asia namun AS masih memegang kendali atas konstelasi politik internasional.
China dan AS adalah dua negara yang mengemban ideologi, dimana China mengemban ideologi komunisme, walaupun sebagain aspek lainnya nya juga mengambil kapitalis seperti ekonominya. Sedangkan AS mengemban ideologi kapitalisme.
Ideologi kapitalisme memiliki tiga tujuan yakni Gold, Glory dan Gospel, beserta dengan pilar pilar kebebasannya. Gold atau kekayaan akan senantiasa diwujudkan oleh mabda ini dimanapun ia berada, baik dengan cara invasi atau tidak.
Kalaupun tidak melalui invasi maka AS akan menciptakan UU supaya bisa masuk ke dalam negeri negeri kaya yang masih berkembang, kemudian mengeksploitasi kekayaannya, sebut saja UU investasi AS di Indonesia sendiri. Melalui UU PMA perusahaan Amerika Freeport mengeruk gunung emas di Papua.
Tak jauh berbeda dengan China, industri di China sangat tinggi dan ini membutuhkan bahan baku serta pasar (konsumen) yang luas, tentu kalau bisa bahan baku industri itu harus lebih murah. Maka China memiliki banyak investasi di bidang infrastruktur, dengan investasi ini China punya daya tawar untuk mendatangkan alat berat dan pekerja dari mereka sendiri.
Ini belum kepentingan geopolitik mereka seperti One Belt One Road Strategic Plan, dan "Jalur Sutra Maritim". Langkah langkah yang ditempuh kedua negara tersebut yakni China dan AS tidak akan jauh dari kepentingan ideologi mereka, dan lagi lagi negara inang hanya akan jadi bahan rebutan dan jatuh miskin.
Dunia butuh kepemimpinan Islam
Dunia selama ini berlaku tidak adil kepada Peradaban Islam, Islam selalu dikampanyekan sebagai negara yang otoriter, kolot dan kaku, pemeluknya dicitrakan bengis dan pelaku tetoris.
Sejarah tidak pernah lupa bahwa justru dunia berhutang kepada peradaban Islam, ketika Eropa masih dalam masa kegelapan justru Islam sedang di puncak kejayaan ilmu pengetahuan, teknologi, politik, militer dan tatanan sosialnya.
Ketika Islam menaklukkan sebuah negeri, tujuannya tidak lain adalah untuk membebaskan manusia dari ketundukan kepada manusia menuju kepada cahaya Ilahi, bahkan barat juga menilai bahwa ketika ummat islam berjihad, tidak melakukan perusakan terhadap fasilitas umum, rakyat sipil (baik laki laki/wanita). Justru peradaban barat lah yang selama ini melakukan genosida terhadap ummat Islam tanpa bukti tindakan kriminal apa yang telah dilakukan.
Saat pasukan Amr bin al-‘Ash ra. menaklukkan Mesir mereka melindungi umat Kristen Qibthi (Koptik) dan tidak memaksa mereka memeluk Islam. Itu sebabnya hingga kini mereka tetap eksis di negeri Mesir.
Seorang orientalis dan arkeolog asal Inggris, Stanley Lane Poole dalam bukunya, Moors in Spain, mengagumi kecemerlangan dan kemanusian peradaban Islam.
Ia menulis, “Ke mana saja tentara Arab (Muslim) masuk, kita mendapati mereka berkejaran dengan orang-orang Yahudi… Jika peperangan selesai, orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam itu bersama-sama dalam memupuk ilmu pengetahuan dan falsafah serta kesenian. Ini suatu hal yang merupakan sifat khas dari pemerintahan Islam pada zaman abad-abad Pertengahan. Orang-orang Islam mengatur pemerintahan Islam di Cordova yang mengagumkan pada abad-abad pertengahan itu. Ketika seluruh Eropa tenggelam dalam kejahatan, kebiadaban, dan perkelahian, Islam sendirian memegang obor peradaban yang bercahaya cemerlang di hadapan Dunia Besar Barat.”
Inilah wajah asli dari peradaban Islam, warisan agung baginda Muhammad saw. Metode pemerintah Islam seperti inilah yang akan memberikan kesejahteraan bagi siapa saja yang ada di bawah kepemimpinannya. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google