Oleh:
Maria Ulfa, S. S || Ibu Rumah Tangga
DULU, jika ada laki-laki bertingkah laku seperti wanita maka akan dipandang sebagai suatu penyimpangan, banci, memalukan, buruk, dan hina. Kini, nampaknya ada upaya untuk mengubah pandangan masyarakat tentang kaum transgender ini, upaya mengkampanyekan dengan berbagai cara agar keberadaan mereka diakui sebagai kenormalan atau bukan penyimpangan sehingga tidak perlu dipermasalahkan.
Lebih dari itu, salah satu upaya yang dilakukan oleh kaum transgender khususnya yang melakukan perubahan gender laki-laki menjadi perempuan beserta para pendukungnya adalah dengan mengadakan suatu kontes kecantikan transgender.
Ajang pemilihan ratu transgender atau yang diperhalus dengan istilah bahasa Inggrisnya, yakni "Missqueen" ini nyata telah digelar di Bali, Kamis (30/9).
Millen Cyrus, salah satu peserta kontes ini yang merupakan keponakan salah satu penyanyi tanah air, menjadi pemenang dalam kontes tersebut. Dirinya dinilai membanggakan karena akan membawa nama Indonesia, atau mewakili Indonesia di ajang yang disebut membanggakan oleh sebagian orang, yakni Miss International Queen yang akan diadakan di Thailand. Di sini kita tangkap ada maksud lebih daripada sekedar untuk diterima keberadaannya oleh masyarakat, mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga bisa 'membanggakan dan berprestasi' menurut klaim mereka sendiri dan para pendukungnya yang memiliki kepentingan atau mengambil manfaat dari keberadaan mereka.
Tentu saja berita kontes transgender ini sempat menjadi perhatian masyarakat. Bahkan MUI turut memberikan pernyataan tentangnya
(https://news.detik.com/berita/d-5752581/mui-kecam-ajang-miss-queen-di-bali-transgender-aib-bukan-prestasi). Entahlah, pernyataan ini akan menjadi penghenti perilaku mungkar yang dikompetisikan tersebut ataukah hanya akan menjadi angin lalu hingga akan tetap diadakan secara berkelanjutan.
Pasalnya acara Missqueen ini ternyata bukan kali pertamanya, di Indonesia kontes bathil atau rusak ini telah berjalan sejak tahun 2018. Di dunia internasional bahkan telah ada sejak tahun 2004. Mengapa begitu getolnya agenda ini diadakan? Karena kaum transgender ingin keberadaannya diakui dan tidak dideskriminasi. Begitu klaim mereka. Pertanyaannya, betulkah transgender adalah suatu status yang wajar atau normal sehingga harus diterima atau dilestarikan bahkan dikompetisikan?
Islam memandang transgender
Allah Subhanahu Wata'ala hanya menciptakan manusia ke dalam dua jenis yakni laki-laki dan perempuan. Itu saja. Adapun tentang waria, umumnya adalah kaum pria yang menyerupai wanita, baik dalam hal tutur kata, pakaian, gaya berjalan hingga penampilan fisik. Bahkan ada di antara mereka yang telah melakukan operasi plastik untuk mendapatkan wajah yang mirip dengan perempuan, buah dada dan pinggul sebagaimana lazimnya perempuan, hingga operasi ganti kelamin. Sebaliknya, ada pula kaum wanita yang menyerupai pria. Perilaku ini adalah perilaku menyimpang yang dilaknat oleh Allah Subhanahu Wata'ala dan RasulNya. Mengapa hari ini justru dikompetisikan?
Perbuatan transgender atau waria dalam Islam dikenal dengan istilah mukhannats, hukumnya adalah haram. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Rasulullah melaknat kaum laki-laki yang menyerupai perempuan dan kaum perempuan yang menyerupai laki-laki.
Waria atau mukhannats ini berbeda dengan khuntsa yaitu istilah yang digunakan oleh para fuqaha’ untuk menyebut orang yang mempunyai alat kelamin ganda. Dalam hal ini, khuntsa memang merupakan qadha’ (ketetapan) yang diberikan oleh Allah. Islam pun mengatur status mereka, apakah dihukumi laki-laki atau perempuan, maka dikembalikan kepada fungsi kelamin mereka yang paling dominan. Dalam fiqih Islam, waria tidak bisa dihukumi sebagai khuntsa. Karena fakta masing-masing jelas berbeda.
Bergesernya makna 'membanggakan'
Arti kata 'membanggakan' dalam KBBI adalah 1) menimbulkan perasaan bangga, menjadikan besar hati, 2) memuji-muji dengan bangga, mengagungkan. Sehingga dapat dipahami bahwa kata membanggakan itu lebih layak disematkan pada perilaku yang baik, bahkan perilaku yang agung. Apakah perilaku yang baik itu sama dengan yang buruk? Ataukah ada maksud memutar balik antara yang baik dengan yang buruk sehingga dibuat rancu?
Perbuatan waria atau transgender adalah perbuatan maksiat. Apakah perbuatan maksiat itu membanggakan?
Konsekuensi bagi orang yang bangga atas maksiat atau yang dilakukannya, Syekh Nawawi al-Bantani menjelaskan dalam kitabnya yang bejudul Nashaihul ‘Ibad,
"Barang siapa yang berbuat dosa sementara dia tertawa atau merasa senang dan bangga dengan dosa yang dia tanggung, maka kelak Allah akan memasukkannya ke neraka dalam keadaan menangis. Karena seharusnya dia menyesal dan beristighfar pada Allah SWT karena dosanya itu."
Suatu hari, Rasulullah SAW juga telah mengingatkan bahwa umat Islam akan mendapatkan ampunan, kecuali yang bangga berbuat dosa.
كُلُّ أَمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ
“Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa.”
Lalu apakah kita sebagai umatnya, akan membiarkan perilaku menyimpang transgender ini tetap ada dan bahkan sampai dikonteskan?
Perilaku menyimpang bukanlah suatu hal yang membanggakan
Sebagai muslim, kita harus berani menyampaikan kebenaran sebagai kebenaran, dan kebathilan sebagai kebathilan. Apabila ada teman atau saudara yang menunjukkan indikasi atau tanda-tanda penyimpangan gender kita harus segera lebih mendekatinya dan meluruskannya sebagai bukti bahwa kita peduli dan menyayanginya. Kita harus memahamkan bahwa LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) adalah perilaku maksiat yang bisa merusak dirinya dan masa depan akhiratnya.
Apakah perbuatan maksiat patut untuk dibanggakan? Cara terbaik untuk menghadapi saudara-saudara yang ada indikasi melakukan penyimpangan tersebut adalah membantunya kembali mengingat fitrah dirinya serta potensi kebaikan pada setiap diri baik wanita ataupun pria yang bisa dilejitkan, dan lebih bisa membanggakan daripada menjadi pribadi yang tidak sesuai fitrah.
Banyak kisah pilu yang dirasakan oleh para transgender pria menjadi wanita yang menyesali keputusannya dan memilih kembali menjadi pria. Salah satunya adalah kisah Matthew Attonley seorang berkebangsaan Inggris London, yang mengubah dirinya menjadi Chelsea Attonley. Dia mengungkapkan apa yang dirasakannya, ia mengatakan,
"Aku selalu ingin menjadi perempuan. Namun, sebanyak apapun operasi yang dilakukan tak akan menjadikanku memiliki tubuh perempuan. Aku seperti menjalani hidup dalam kebohongan," kata dia, seperti dikutip dari Washington Times.
https://www.liputan6.com/global/read/2168882/kisah-para-transgender-yang-memutuskan-kembali-jadi-pria
Hidup di negara Barat memang cenderung liberal atau bebas. Di mana kebebasan individu benar-benar diperjuangkan, termasuk melakukan hal yang menurut agama menyimpang seperti menjadi transgender.
Padahal, saat seseorang menyimpang dari agama, yang didapat bukanlah solusi yang bisa menenangkan hidupnya, bahkan ia justru semakin jauh dari solusi itu sendiri, karena hakikatnya agama itu adalah solusi yang bisa memecahkan segala permasalahan hidup. Agama itu adalah Islam.
Allah berfirman,
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ
Artinya:
Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya (TQS. Al- Imron : 19).
Apa yang datang dari Allah Subhanahu Wata'ala tentu adalah yang terbaik, mengikutinya adalah keselamatan. Anehnya, hari ini kita lebih menerima pemikiran-pemikiran Barat yang merusak daripada hal-hal yang berasal dari Timur. Bahkan yang lebih parah lagi, sebagian muslim terkena Islamophobia (ketakutan kepada Islam), agama mereka sendiri. Mereka lebih takut kepada niqab atau cadar, laki-laki berjenggot, tentang jihad, Khilafah dsb. Sedangkan kepada minuman keras, bergaul bebas, bahkan LGBT, tidak mereka permasalahkan. Padahal, kita ini adalah orang Timur, yang dulunya hidup dengan budaya ke-Timuran yang kental keagamaannya.
Namun, bukan berarti semua yang berasal dari Barat itu buruk, tapi sayangnya apa yang dicontoh kebanyakan adalah buruknya, bukan baiknya. Baik dan buruk hendaklah ditimbang dengan pemahaman Islam, yang halal adalah baik, dan yang haram adalah buruk. Yang Allah perintahkan adalah kebaikan, melakukannya adalah suatu perilaku yang membanggakan. Sedangkan yang Allah larang adalah keburukan, dan melakukannya adalah perbuatan yang nista yang tidak dapat dibanggakan. Wallaahua’lam bish shawwab.*