Oleh:
Puji Ariyanti || Pegiat Literasi untuk Peradaban
DIKETAHUI salah satu jalan di daerah Menteng akan di ganti dengan nama tokoh sekuler Turki, Mustafa kemal Ataturk. Demikian kata Duta Besar Republik Indonesia di Ankara, Muhammad Iqbal. Bahkan kata Iqbal sudah meminta komitmen dari pemerintah DKI Jakarta. Agar pemerintah memberikan nama jalan dengan founding fathernya Turki di Jakarta (CNN Indonesia, 15/10).
Ini adalah kerjasama bilateral antara Indonesia dengan Turki dengan saling menyematkan nama tokoh masing-masing ke dua negara untuk nama jalan. Bahkan pemerintah Turki telah menyematkan nama Presiden pertama Indonesia Soekarno sebagai nama jalan di depan kantor KBRI.
Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria rencana penyematan nama salah satu ruas jalan di Ibu Kota dengan nama tokoh sekuler Turki, Mustafa Kemal Ataturk merupakan bagian dari kerja sama Indonesia dan Turki, Ahad (17/10).
Faktanya MUI dan PKS menolak akan hal ini. Namun menurut Ketua Umum Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Syamsul Maarif penolakan ini dianggap berlebihan. Menurutnya pemberian nama Ataturk sebagai nama jalan di Indonesia harus dilihat dalam skala yang lebih luas, yakni sebagai tanda jalinan persahabatan antara Indonesia dan Turki, agar terjalin dengan baik di masa yang akan datang. PWNU DKI cukup melihat dari sisi saling menghargai antarnegara.
Lalu kenapa harus Attaturk? Bukankah Ataturk adalah tokoh sekuler yang dibenci umat islam Turki dan indonesia? Tak layak kiranya namanya menyandang sebuah jalan di Indonesia.
Nama Ataturk merefleksikan pada jejak sejarah kehancuran peradaban manusia. Seorang diktator yang menghapus jejak peradaban Islam. Merubah masjid jadi museum, sekolah-sekolah agama di tutup, mengganti adzan dengan bahasa Turki, melarang jilbab dan menggantinya dengan busana ala Eropa.
Penyematan nama jalan Ataturk memang harus ditolak. Akan tetapi pengarusutamaan penolakannya adalah paham sepilis yang jelas-jelas berbahaya karena merusak pemikiran kaum muslimin lebih-lebih generasi milenial yang telah teracuni gaya liberal.
Jika kita telusuri secara mendalam penyematan nama Atartuk di salah satu ruas jalan di Ibu Kota, sangat kental dengan pesan-pesan moderasi agama yang semakin gencar di lakukan kaum liberal beserta antek-anteknya.
Lalu bagaimana dengan sejarah kejahatan Attaturk yang sebenarnya? Apakah mudah dilupakan begitu saja. Jika Atartuk dinilai bapak pembaharuan, bagaimana dengan generasi milenial menilai? Saat ini mereka membutuhkan gambaran real tokoh panutan yang mampu melekat erat di jiwa-jiwa kepemimpinan mereka. Bahkan membutuhkan perihal pendidikan yang sesungguhnya. Bukan seorang Ataturk tokoh yang mengsekulerkan dan mematikan syiar Islam di Turki.
Ataturk manusia yang paling bertanggung jawab atas hilangnya sayap-sayap perlindungan serta junnah bagi kaum muslimin.
Turki Usmani sebuah negara Adidaya di zamannya. Kekuasaannya melintasi Eropa dan memulai penaklukkan Balkan, mengubah negara Utsmaniyah yang hanya berupa kadipaten kecil menjadi negara lintas benua. Bahkan sejarah kegemilangannya menaklukan Konstantinopel oleh Mehmed II atau biasa disebut dengan Muhammad Al Fatih di tahun 1453. Hal ini menegaskan kekuatan pengaruh Islam di dunia Internasional.
Pada masa penjajahan hubungan Turki Utsmani dan Nusantara telah terjalin pada masa itu. Turki Utsmani pernah memberikan kontribusinya pada perjuangan bangsa Indonesia.
Hubungan yang telah terjalin ini, harusnya tetap dijaga melalui kerjasama dalam spirit memperjuangkan Islam bukan memperjuangkan liberalisme.
Betapa di masa itu Kesultanan-kesultanan Islam mendapatkan pengakuan kekuasaan mereka dari Khilafah. Seluruh kesultanan Islam di Nusantara menerapkan syariat Islam.
Harus diakui dalam sejarah, Turki Utsmani pernah mewarnai sejarah perjuangan bangsa. Memberikan semangat perjuangan pasukan Diponegoro di Jawa. Para penguasa Aceh terus menjalin hubungan dengan Turki Utsmani melalui utusan-utusan yang dikirimkan ke Istanbul.
Sisa-sisa kejayaan dan peradabannya adalah bukti bahwa Turki adalah pusat peradaban mulia dengan maha Grand Design sempurna yakni Allah SWT. Hingga kini Turki Utsmani tetap memiliki kewibawaan di benak bangsa Indonesia.
Oleh karena itu bangsa Indonesia patut bersyukur karena pernah merasakan naungan kekhilifahan Islam, Turki Utsmani. Menolak jalan Ataturk adalah keharusan, karena amat kental dengan penyematan paham liberalisme.*