Oleh: Rima Septiani, S. Pd.
(Relawan Media)
Sungguh ironis, Penyidik Direktorat Reserse (Ditres) Narkoba Polda Sumatera Utara menetapkan Putri sebagai tersangka dalam kasus kurir narkoba jenis sabu seberat 2 kilogram (kg). Wanita berusia 32 tahun ini dijadikan tersangka karena ikut bekerja sama dengan suaminya , bernama Eko untuk mengantarkan sabu kepada penerimanya.
Direktur Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara, Kombes Pol Cornelius Wisnu Adji membenarkan itu kata ketika dikonfirmasi awak media. Dalam kasus ini, Ditres Narkoba Polda Sumatera Utara mengamankan Putri bersama suami serta anaknya dari dalam mobil. Dari mereka juga diamankan narkotika jenis sabu seberat 2 kg. (Telisik.id/11/5/2022)
Kasus Narkoba Makin Akut
Tentu, berita tersebut semakin memperjelas bagaimana keadaan negeri ini. Individu, masyarakat bahkan aparat hukum pun tak jarang didengar beritanya tersandung kasus narkoba. Entah sampai kapan masalah ini akan segera berakhir. Penyebaran narkoba terus saja menjadi masalah, sekalipun berbagai upaya diklaim sudah dilakukan untuk memberantas peredaran barang haram tersebut.
Bisnis narkoba yang menjanjikan limpahan materi justru sangat diminati oleh banyak oknum. Wajar jika penyebarannya terus merajalela dan sulit diberantas. Apatah lagi diselesaikan dengan penanganan yang salah dan penegakan hukum yang tak memberikan efek jera. Jadilah kita temukan kasus narkoba yang terus menggurita di negeri muslim, termasuk Indonesia.
Perkembangan kasus narkoba saat ini sangat signifikan, merebak dari kota sampai ke desa, penggunanya mulai dari selebriti, pilot, pejabat, rakyat biasa hingga oknum penegak hukum pun banyak yang menikmatinya. Aturan yang selama ini dianggap mampu mengatasi kasus narkoba, ternyata belum cukup efektif menangani permasalahan ini. Sehingga dari tahun ke tahun jumlah penggunanya semakin bertambah.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose mengungkapkan terjadi peningkatan pravelensi pengguna narkoba di Indonesia pada 2021 sebesar 0,15 persen, sehingga menjadi 1,95 persen atau 3,66 juta jiwa.
Sebelumnya, di 2019, pravelensi pengguna narkoba di Indonesia sebesar 1,80 persen atau 3,41 juta jiwa ; sementara pravelensi dunia di 2020 sebesar 5,5 persen atau sekitar 275 juta orang di seluruh dunia menggunakan narkotika. Angka pravelensi tersebut merujuk pada masyarakat secara nasional. (antaranews/10/2/2022).
Miris, menjadi satu kata yang bisa kita ungkapkan melihat keadaan negeri ini yang begitu buruk. Narkoba benar-benar telah menggorogoti kehidupan bangsa dan negara baik muda maupun tua. Padahal, ada begitu banyak dampak buruk yang akan diakibatkan oleh penggunaan barang haram tersebut. Dan efek paling parah yang diakibatkan oleh narkoba selain dehidrasi dan halusinasi yaitu kerusakan otak yang menyebabkan kematian.
Apalagi yang bisa kita harapkan untuk negeri ini jika para generasinya saja sudah terperangkap narkoba. Generasi sudah rusak dengan narkoba. Apalagi, Indonesia dikenal dengan surga bandar narkoba, disebabkan lemahnya hukum yang diterapkan untuk memberantas penyebarannya, sehingga membuat para bandar bebas bergerak menjalankan aksi mereka. Hal inilah yang kemudian menyebabkan narkoba masih saja berdiri tegak dan terus mencari mangsa.
Bisnis narkoba memang sangat menggiurkan menurut pandangan kapitalis. Dalam sekejap pundi-pundi rupiah bisa langsung menggelembung. Tak heran, segelintir bandar saja bisa mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dalam kurun waktu yang singkat. Sepeti dilaporkan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mengungkap 22 tersangka kasus Tindak pidanan pencucian uang (TPPU) hasil bisnis narkoba dengan jumlah total aset Rp. 60 miliar. Kepala BNN Komjen Pol Heru Winarko mengatakan, 22 tersangka bandar dan pengedar narkoba dari 20 kasus TPPU diamankan dalam periode Januari hingga Juli 2019.
Inilah potret buruk dari pengurusan penguasa demokrasi pada masyarakat. Maraknya penyebaran Narkoba sejatinya merupakan buah busuk penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini menyebabkan kasus narkoba terus saja bermunculan. Ibarat peribahasa “mati satu tumbuh seribu”. Maka ketika negeri ini masih mau menerapkan sistem busuk ini, akan sulit rasanya memberantas kasus narkoba hingga ke akar-akarnya. Wajar jika penyebaran narkoba terus merajalela dan sulit diberantas.
Saatnya Berantas Narkoba
Islam tegas mengharamkan narkoba dan akan menghilangkan peredarannya di tengah masyarakat. Bisnis narkoba yang dipandang sangat menggiurkan dan berpeluang mendatangkan limpahan Rupiah akan ditutup rapat-rapat oleh penegakan sistem hukum Islam. Karena hal tersebut merupakan gerbong maksiat yang akan menghancurkan akal dan kekuatan jiwa kaum Muslim. Olehnya itu, bisnis tersebut haram untuk didirikan.
Para ulama sepakat terkait keharaman narkoba, sekalipun ada perbedaan dari sisi penggalian hukumnya. Ada yang mengharamkan karena meng-qiyas-kannya pada keharaman khamr (QS. Al-Maidah: 90). Sebagian lainnya mengharamkan karena narkoba termasuk barang yang akan melemahkan jiwa dan akal manusia.
Pendapat ini berdasarkan hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah, beliau mengatakan, “Rasulullah Saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).”
Menuturut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah Al Fuqoha, hal .342 yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia.
Karena sejatinya Islam memerintahkan manusia untuk senantiasa menjaga kesehatan dan kekuatan badan. Salah satu nas yang mengindikasikan anjuran tersebut adalah sabda Rasulullah Saw., “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah.”(HR. Muslim)
Oleh karena itu, penerapan sistem Islam sangat perlu untuk memberantas kasus narkoba dalam rangka melindungi generasi dan bangsa dari gempuran barang haram tersebut. Dengan begitu, negara dalam Islam telah melakukan penjagaan pada individu dan masyarakatnya untuk hidup sehat sesuai syariat. Sehingga, dengan langkah seperti ini masyarakat akan menjauhkan diri dari barang haram tersebut. Wallahu a’lam bi ash shawwab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google