Oleh: Hanaa El Chareemah
Pemuda adalah generasi terdepan yang mengawal perubahan dunia dalam kebangkitan umat manusia yang memuliakannya. Sebab mereka memiliki potensi luar biasa baik secara fisik, kecerdasan maupun secara mental. Sayangnya, potensi pemuda hari ini, khususnya pemuda muslim telah dibajak dengan segala pengaruh budaya populer di tengah arus era disprupsi yang gelombangnya semakin tak terkendali. Pemuda yang seyogyanya sebagai agen perubahan di tengah arus modernisasi yang menyeret mereka pada arus gelombang sekularisme, menjadikan mereka sebagai generasi instan, yang nyatanya kehidupan mereka lebih banyak disibukkan dengan urusan remeh temeh yang hampir tidak memiliki tujuan hidup dan cita-cita.
Fatalnya, potensi pemuda terkooptasi dengan arus 3 F (food, fashion and fun). Arus ini sengaja di aruskan agar pemuda kehilangan jati dirinya dan menjadi sasaran empuk dari industry budaya populer.
Fakta Generasi Hari Ini
Fenomena tragedi Kanjuruhan dan tragedi Hallowen di Itaewon, korea yang baru-baru terjadi berujung telah menelan korban jiwa dengan jumlah sangat mencengangkan. Menjadi bukti betapa generasi muda telah menjadi korban ketamakan dari budaya industri populer. Mereka menjadi budak kapitalisme dengan melakukan transaksi kesenangan demi kepuasan jasadiyah semata. Alhasil, tragedi demi tragedi yang menimpa generasi muda hari ini menjadi bukti nyata, bahwa kapitalisme sekularisme menggiring generasi muda menjadi generasi lemah tak berdaya yang hanya disibukkan dengan urusan trend dan budaya-budaya pop.
Padahal, peran generasi muda dalam perubahan menjadi ujung tombak kekuatan sebuah negara. Negara seyogyanya menjalankan fungsinya dalam melakukan penjagaan terhadap agama, jiwa, serta harta bagi generasi mudanya. Namun, sebaliknya negara itu yang mengusung ide kapitalisme sekularisme, yang justru melakukan pembiaran, bahkan memfasilitasi kebutuhan kesenangan jasadiyah generasi saat ini dengan ide kebebasan. Miris!
Ironisnya, generasi muda tak memiliki cita-cita dan keinginan besar dalam hidupnya, khususnya menjadi generasi khoiru ummah di hadapan sang pencipta. Era disprupsi pun tak pelak menjadikan generasi muda sebagai sasaran empuk agar mereka tak tinggal diam agar terpengaruh dan terbawa dengan segala tatanan yang ditawarkan oleh kapitalisme. Kesenangan duniawi menjadi tujuan utama system ini agar generasi muda betul-betul tumbuh dalam pengasuhan budaya liberalisme.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), Era disprupsi adalah era di mana perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan karena adanya disrupsi sehingga mengubah sistem dan tatanan kehidupan masyarakat secara luas. Hal inilah yang mendorong system kapitalisme menjadikan generasi muda sebagai sumber cuan, salah satunya dalam memperbesar budaya industry pop. Kapitalisme memasukkan budaya-budaya popular di tengah generasi muda yang dianggap lebih modern dan kekinian, sehingga menjadikan semangat dan jiwa generasi Z saat ini mudah terbakar dan terbawa arus.
Maka, konsep kehidupan generasi muda telah dibidik dengan merusak pola fikir yang menghasilkan pola sikap mereka yang membebek pada cita-cita kapitalisme. Betapa banyak generasi muda hari ini yang terjebak pada arus kerusakan yang tidak main-main, seperti trend LGBT, Sex bebas, drugs, tawuran, food, fashion, fun dan lainnya. Industri kapitalisme telah berhasil merancang dan mempersiapkan generasi muda hari ini yang di sinyalir sebagai bonus demografi yang akan melanjutkan cita-cita kuatnya kapitalisme sekularisme di seluruh dunia.
Maka, hal ini menjadi tantangan yang sangat berbahaya, mengingat keberadaan generasi muda memiliki potensi besar dalam menguatkan pondasi sebuah negara. Hanya saja sangat disayangkan ketika generasi muda saat ini tidak memiliki cita-cita tertinggi sebagai agen perubahan dalam melawan segala bentuk kedzoliman melalui perang pemikiran yang sedang terjadi. Bahkan, fatalnya mereka malah legowo menerima hadirnya hiburan-hiburan sesat yang menyesatkan. Kehilangan jati diri generasi pun membuat mereka tidak memiliki tujuan hidup mulia. Alhasil mengantarkan mereka pada kesesatan dan kerusakan. Naudzubillah min dzalik!
Olehnya itu harus di fahami bahwa setiap pemuda harus memiliki cita-cita yang tinggi, yang merupakan anugerah terbesar yang akan membimbing arah kehidupannya. Sebagaimana nasehat yang di paparkan oleh Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Adabun dunia wa Diin, bahwa: “Kekuatan besar bagi sebuah generasi adalah bercita-cita tinggi dengan menjadikan agama sebagai panduan dalam hidupnya”.
Generasi Muda Sejatinya...
Generasi muda sejatinya harus memiliki visi misi yang bermuara pada tujuan akhirat. Generasi yang seperti ini adalah mereka yang memahami segala konsekuensi dari seluruh perbuatan yang akan dilakukannya. Pola fikirnya di tundukkan dengan ilmu dan tsaqofah islam sedangkan pola sikapnya terarahkan dengan timbangan syariat, halal dan haram. Generasi seperti ini adalah generasi dambaan yang tidak hanya memiliki visi misi hidup yang tinggi, namun juga memiliki tujuan perubahan yang bernilai ridho dari pencipta, Allah SWT.
Lihatlah sejarah telah mengukir begitu banyak nama-nama yang menharumkan namanya dengan ilmu yang tinggi dan pengorbanan yang tinggi pada islam melalui jihad yang mereka telah lakukan di usia masih muda. Mereka menghabiskan waktunya pada hal-hal yang bermanfaat, menyibukkan diri dengan ilmu dan jihad, serta menjaga diri mereka dengan ibadah dan ketaqwaan yang tinggi pada Allah. Semangat taqarrub inilah yang mendorong pemuda di era islam, menjadikan mereka generasi terbaik di setiap zamannya.
Islam memberikan ruang yang luas kepada generasi muda dalam melakukan perubahan besar, yang saat ini sangat dinantikan. Peran generasi muda dalam melakukan perubahan dapat terlihat dalam sepak terjangnya melakukan peran politik melalui dakwah amar ma’ruf nahy mungkar. Inilah sejatinya yang harus dilakukan generasi saat ini, memiliki jiwa yang taqwa pada syariat tuhannya, dan menjadikan syariat tersebut sebagai mercusuar dalam meluaskan kebaikan melalui aktivitas dakwah bil hikmah yang merubah pemikiran, perasaan dan aturan hidup manusia merujuk kepada islam semata. Serta tidak menjadikan hawa nafsunya sebagai budak yang justru akan membinasakannya.
Hal ini telah disampaikan oleh baginda Rasulullah saw, bahwa:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memiliki shabwah.” (HR Ahmad, Thabrani dalam al-Mu`jamul Kabir dan lainnya).
Hadis ini dinilai shahih berdasarkan jalur periwayatannya yang banyak. Demikian dinyatakan al-Albani dalam ash-Shahihah no. 2843.
Kata shabwah yang dikaitkan dengan generasi muda pada hadits di atas, dijelaskan dalam kitab Faidhul Qadir (2/263) sebagai “pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya. Sebaliknya, dia membiasakan diri melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan”. Wallahu a’lam bis shawwab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google