Oleh: Rima Septiani, S.Pd
Kontestasi pemilihan presiden 2024 masih dua tahun lagi. Meski demikian, upaya politik para paslon untuk membranding diri sudah banyak dilakukan. Salah satunya acara Nusantara Bersatu yang digelar relawan Jokowi di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta Pusat.
Namun yang menjadi sorotan publik dan berujung viral di media sosial ialah penampakan lautan sampah di GBK paska acara. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengerahkan 500 personel pasukan oranye untuk membersihkan dan mengangkut sampah dan berhasil mengumpulkan total 31 ton beragam jenis sampah (cnnindonesia/27/11/2022).
Sangat disayangkan, acara pertemuan relawan tersebut justru diagendakan di tengah teriakan korban gempa bumi Cianjur. Pos Komando (Posko) Penanganan Darurat Bencana Gempa Cianjur mencatat korban meninggal sebanyak 328 jiwa dan 12 lainnya yang masih dinyatakan hilang dan masuk Daftar Pencarian (DP). (bnpb.go.id/1/12/2022)
Namun, pesta tetap digelar tanpa menghiraukan kondisi dan situasi yang terjadi saat ini. Sementara para korban gempa masih banyak yang membutuhkan pertolongan,bantuan, dan uluran tangan dari semua warga negara khususnya penguasa.
Seakan hilang hati nurani, di tengah duka nasional, penguasa justru mengadakan pertemuan besar demi eskalasi politiknya. Padahal pertemuaan itu pastinya juga menghabiskan biaya besar. Apalagi di tengah suasana politik menjelang pemilu 2024, pertemaun dengan relawan pasti ‘rawan’ ditunggangi kepentingan ‘pribadi’ dalam hal jabatan atau kekuasaan.
Selain menghasilkan tumpukan sampah, acara ini juga gambaran dari matinya rasa empati. Penguasa terlihat hanyut terbawa arus politik menjelang pemilu 2024. Padahal satu sisi, peran mereka justru sangat dibutuhkan. Penanggulangan dan penanganan terhadap bencana harusnya didahulukan, mengingat musibah tersebut menyangkut nyawa orang banyak.
Di lapangan pun kita bisa melihat bagaimana ratusan korban meninggal tertimpa bangunan. Puluhan rumah tertimbun tanah longsor. Kondisi pengungsian pun tidak kalah memprihatinkan, keterbatasan obat-obatan dan logistik menjadi keluhanan para korban. Fasilitas kesehatan pun kurang memadai. Bahkan tenaga medis kesulitan menangani korban karena listrik masih padam. Jelas, keadaan ini membutuhkan langkah cepat dan perhatian serius dari pihak berwenang.
Sudah menjadi tabiat penguasa dalam sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibanding urusan rakyatnya. Tabiat ini muncul karena paham kapitalisme yang membuat penguasa hanya melihat manfaat sebagai orientasi kebijakannya.
Karena itu publik bisa menyaksikan masih ada penguasa yang melakukan pencitraan di tengah bencana gempa bumi, bencana pandemi covid 19 dan melakukan kampanye di tengah himpitan ekonomi.
Islam dengan seperangkat aturannya yang lengkap, akan melahirkan pemimpin yang berkarakter melindungi dan melayani masyarakat secara sempurna. Penguasa dalam sistem Islam bertanggung jawab secara penuh atas urusan rakyatnya. Dalam pandangan Islam, penguasa dan rakyat harusnya saling menguatkan.
Ibnu Qutaibah mengutip perkataan Kaab al-Akhbar rahimahumaaLlah “Perumpamaan antara Islam, kekuasaan dan rakyat adalah laksana tenda besar, tiang dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam, tiangnya adalah kekuasaan, tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya”
Hubungan seperti ini bisa terjalin sebagai bentuk ketaatan pada sabda Rasulullah Saw.
“Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh untuk mengurusi mereka dan tidak menasihati mereka, kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka.” (Shahih Muslim)
Di balik peristiwa ini, kaum muslimin pun harus paham bahwa ujian, bencana , musibah yang menimpa bumi ini mestinya dijadikan sebagai ajang muhasabah, introspeksi diri, barangkali ada himkah yang bisa dipetik dari kejadian tersebut. Gempa bumi adalah bencana alam yang menjadi bentuk peringatan dari Allah SWT.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan tangan (kemaksiatan) manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan (kemaksiatan) mereka itu agar mereka kembali (ke jalan-Nya). Wallahu alam bi ash shawwab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google