Oleh: Lisa Herlina
Masih segar dalam ingatan beberapa waktu yang lalu pelecehan terhadap seorang Qoriah yang disawer saat membaca Alquran. Kini terjadi lagi kasus yang lebih parah, bahkan mengundang kemarahan di berbagai belahan dunia. Dialah Rasmus Paludan, pemimpin partai sayap kanan Denmark Stram Kurs yang membakar kitab suci Al-Qur'an di Stockholm, ibu kota Swedia. Dibawah perlindungan partai tsb di dekat kedutaan Besar Turki. (Kompas, 27/01/23)
Aksinya ini mendapat restu bahkan dijaga ketat kepolisian. Aparat berwenang terlihat memasang garis polisi di sekeliling Paludan saat membakar kitab suci umat Islam di seberang mesjid, dimana para jamaah baru keluar usai sholat ashar. Ia juga sempat berorasi yang isinya banyak menghina Nabi Muhammad Saw. (CNN,2/2/23)
Aksi Paludan ini juga digadang-gadang agar Stockholm mendapat izin dari Ankara demi bisa menjadi anggota NATO. Namun apakah tepat jika jalan yang ditempuh adalah dengan membakar dan merobeki kitab suci agama Islam?
Menanggapi hal itu bermunculan respon dari berbagai negara. Salah satunya Indonesia, pernyataan kontroversi dari Gus Yahya, ketua PBNU yang merupakan kakak dari Menteri Agama RI. "Al Qur'an tak jadi hina hanya karena dibakar Rasmus Paludan." Tegasnya. (Metropolis, 29/01/23)
Sementara dari luar negeri pernyataan mencuat dari Lembaga pendidikan tertua di dunia, Al Azhar Mesir, menyerukan kepada dunia Islam untuk memboikot produk Belanda dan Swedia.
Sekulerisme dan Islamofobia
Al-Qur'an adalah kitab suci terakhir yang di turunkan Allah sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya. Didalamnya termaktub ayat Allah tentang peraturan dan pedoman hidup manusia. Al Qur'an merupakan bukti kekuasaan Allah dan terjaga kemuliaan nya hingga akhir zaman. Maka jika Al Qur'an dinista, dibakar ataupun dihina tak akan mengubah kesuciannya. Allah yang akan menjaga nya. Mudah saja bagi Allah mengadzab orang yg menghinakan bahkan membakarnya sekalipun. Namun Allah pastinya ingin melihat siapa yang marah ketika agamanya dihina sebagai konsekwensi dari seorang muslim kita tentu terdorong untuk membela agama sesuai hadits yang populer kita dengar:
"Barang siapa yang melihat kemungkaran, Maka rubahlah dengan tangannya, jika tak sanggup dengan lisannya, jika tak sanggup dengan hatinya. Yang demikian adalah selemah-lemahnya iman." (H.R. Muslim dan lainnya dari Abi Sa'id Al Khudri)
Namun di saat kita membela pada kenyataannya Islam terus saja menjadi kambing hitam, sumber masalah yg dibawa-bawa ke dalam kepentingan sekelompok orang bahkan sekup negara. Stigma negatif terhadap Islam menjadi momok menakutkan baik pada kaum muslimin itu sendiri maupun non muslim.
Disadari atau tidak semenjak Islam runtuh di Turki Utsmani tahun 1924 sedang mengadopsi sistem kapitalis sekulerisme yaitu pemisahan urusan setiap kehidupan dengan urusan agama. Artinya sistem kehidupan kita jangan menggunakan Islam dalam ranah politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan apalagi dalam ranah bernegara. Islam hanya boleh sebatas ibadah seperti sholat, puasa, zakat dan yang menentramkan hati. Di luar dari itu, islam 'Big No' untuk menjadi panduan.
Ide sekulerisme ini juga menghasilkan 4 kebebasan yaitu kebebasan berpendapat, beragama, kepemilikan dan berperilaku. Kemudian disebut lah ia HAM (Hak Asasi Manusia). Maka wajar, perbuatan menyawer seorang Qoriah ataupun membakar Al-Qur'an dan merobekinya kian massif terjadi sebab ia merupakan kebebasan berpendapat dan berprilaku.
Kecaman dilakukan tanpa tindakan nyata yang memberi efek jera. Sebab Paludan dikabarkan sebelumnya juga pernah melakukan aksi yang sama di tahun 2019 dan hanya dijatuhi hukuman percobaan 14 hari dan setahun kemudian dijatuhi vonis 3 bulan penjara atas dakwaan rasisme, pencemaran nama baik dan tuduhan lain.
Ini tentu merupakan hal yang lumrah kita rasakan di alam demokrasi kapitalisme. Saat seseorang dijatuhi hukuman kemudian di hari berikutnya mengulangi kejahatan yang sama. Tidak ada rasa keamanan dan keterjaminan masyarakat untuk hidup tenang dalam beribadah. Padahal atas nama ide kebebasan beribadah harusnya dirasakan semua kalangan tanpa melihat suku, agama dan ras.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya tentu punya pengaruh besar terhadap negara-negara adidaya sekalipun. Yang mereka menaruh harapan untuk bisa bekerja sama dengan para petinggi negeri. Dari itu kita bisa saja menghentikan kerja sama tersebut sebagai salah satu bentuk kemarahan negara.
Namun lagi-lagi tidaklah mudah bagi negara 'berani mati' sebab dalam kerja sama tersebut pasti ada untung ruginya yang dirasakan segelintir pihak. Sebab hak kebebasan kepemilikan oknum yang menjadi taruhannya. Salah satunya SDA minyak bumi, emas den sebagainya yang memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan hajat hidup orang banyak.
Islam Solusi Semua Problematika
Dalam Islam, segala bentuk penistaan terhadap Islam dan syiar-syiarnya sama dengan ajakan berperang. Jika ia muslim maka dihukumi murtad dan hukuman mati. Bagi non muslim ahli dzimmi (tinggal di negara Islam) ia bisa di kenai ta'zir yang berat sampai pada hukuman mati. Bagi non muslim yang tinggal di negara kafir seperti AS, Rusia dan sebagainya, maka Khalifah akan memaklumkan perang. Dengan itu, siapa saja tak akan berani melakukan penodaan terhadap Islam.
Sebagai kepala negara Rasulullah SAW pernah memaklumkan perang terhadap Yahudi Bani Qoinuqo' karena telah menodai kehormatan seorang muslimah. Rasulullah mengusir mereka dari Madinah karena dianggap menodai perjanjian dengan negara. Al Mu'tashim di era Abbasiyah pernah memenuhi jeritan wanita muslimah yang kehormatan nya dinodai oleh tentara Romawi, melumat habis Amuriyah, 9000 tentara Romawi terbunuh dan 9000 lainnya menjadi tawanan.
Kemudian saat Rasulullah SAW dihina oleh seniman Inggris, di era Ustmaniyah mengirim peringatan perang. Sultan Abdul Hamid melakukan hal yg sama karena seorang Khalifah merupakan junnah (perisai) umat islam. Akhirnya pementasan tersebut urung dilakukan.
Oleh karenanya, di saat khilafah Islamiyyah sebagai institusi negara dan pasukannya mampu menjaga kesucian dan kehormatan Islam termasuk kitab suci dan nabinya bahkan sangat di takuti oleh kaum kafir. Maka merupakan kebutuhan mendesak dan momen bagi kita umat islam untuk terus berpegang teguh pada janji Allah dan menyambut bisyaroh Rasulullah SAW, yaitu kemenangan Islam. Karena kita tak bisa berharap pada sistem selain Islam. Untuk menjaga keamanan dan ketentraman dalam beragama dan bermasyarakat.
Bisa dibayangkan selama kurang lebih 1300 tahun saat Islam menjadi mercusuar nya 2/3 dunia, hanya didapati 200 kriminal. Sistem Islam yang paripurna mampu mengatur sumber daya alam sehingga menjadi milik umat bukan milik segelintir orang. Alhasil, ketenangan dan kesejahteraan dirasakan manusia baik muslim maupun non muslim.
Maka ide-ide kebebasan tersebut sangat bertolak belakang dengan fitrah manusia sebab menimbulkan kejahatan dan penistaan agama berulang. Solusi jitu bukan hanya sekedar mengecam dan memboikot tapi dengan menegakkan hukum Allah sesuai thariqoh Rosulullah dalam satu komando kepemimpinan agar selamat dunia akhirat.
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni neraka, mereka itu kekal didalamnya." (Al-A'raf ayat 36) Wallahu a'lam bisshowab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google