Oleh: Ranita
Awalnya, Indonesia digadang-gadang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 yang rencananya akan digelar pada 20 Mei 2023 hingga 11 Juni 2023. Ada enam kota yang akan menjadi tempat perhelatan ini, antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, Palembang, Solo, dan Gianyar. Namun momen ini makin ramai diperbincangkan karena keikutsertaan timnas Israel di dalamnya. Penolakan dilontarkan sejumlah kalangan. Imbas dari penolakan ini, drawing Piala Dunia U-20 yang rencananya akan digelar pada 31 Maret 2023, dibatalkan oleh FIFA. Lebih jauh lagi, Indonesia akhirnya batal menjadi tuan rumah, dan terancam dikeluarkan dari keanggotaan FIFA.
Menolak Israel, Sang Penjajah
Mayoritas kalangan menolak kehadiran Israel karena Indonesia tak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, dan karena dosa panjang Israel atas bangsa Palestina. Alasan ini tentu sangat masuk akal, mengingat Indonesia di dalam Pembukaan UUD 1945 telah jelas menyatakan bahwa, kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Karenanya, segala bentuk penjajahan di dunia harus dihapuskan, karena tak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Jika Indonesia bersikeras menerima Israel, maka sejatinya konstitusi telah dikhianati. Dalam sejarah Indonesia, penolakan ini sebenarnya bukanlah hal baru. Dengan alasan yang sama, Presiden pertama Indonesia, Soekarno, pernah melakukan hal serupa pada tahun 1958 dan 1962.
Sejarah telah mencatat, "negara" Israel baru muncul setelah adanya gerakan Zion yang dilakukan oleh bangsa Yahudi internasional untuk menghasilkan negara khusus Yahudi di Palestina. Sebuah negara ilegal yang secara defacto lahir dari penindasan dan perampasan properti bangsa Palestina, disertai kejahatan perang lainnya yang berlangsung sampai sekarang. Apa yang dilakukan oleh Israel pada Palestina, sama halnya dengan apa yang dilakukan VOC pada wilayah Nusantara dulu. VOC menduduki Nusantara, kemudian mengklaim bahwa wilayah Nusantara adalah Hindia-Belanda, sebuah bagian dari koloni Kerajaan Belanda Eropa.
Maka sangat dimengerti jika muncul penolakan terhadap segala bentuk penjajahan dan terhadap negara penjajahnya. Pertanyaannya, apakah yang bersikeras menerima kehadiran timnas Israel pada Piala Dunia U-20 lupa akan sejarah bangsanya yang menyakitkan? Atau mereka rela dijajah oleh kebijakan FIFA yang membuat Indonesia tak bisa bersikap secara independen?
Menghentikan Penjajahan Apapun Bentuknya
Menghentikan penjajahan yang dilakukan oleh sebuah negara, tentu hanya akan terwujud dengan mengerahkan kekuatan yang setimbang. Negara dengan negara. Terlebih, Israel tak bekerja sendirian. Sejak awal kelahirannya, Israel telah dibidani oleh Inggris yang menjadi adidaya dunia saat itu, melalui lembaga yang bernama LBB (Liga Bangsa-Bangsa). Pada perkembangannya, kekuatan dan eksistensi Israel ditopang oleh keadidayaan Amerika dan kepanjangan tangannya, PBB.
Kekuatan sebesar ini tentu tak akan bisa dirobohkan dengan hanya unjuk rasa maupun pengiriman bantuan kemanusiaan. Unjuk rasa dan pengiriman bantuan kemanusiaan tetap perlu dilakukan untuk menyambung kehidupan rakyat Palestina, sekaligus menyadarkan dunia bahwa terjadi bencana kemanusiaan yang sangat telanjang. Namun jangan berhenti disitu. Harus ada upaya untuk menyatukan tentara dan angkatan bersenjata di negeri-negeri kaum muslimin agar mereka bernaung dalam satu komando untuk menghimpun kekuatan mengusir penjajah Israel dari Palestina, tanah kaum muslimin.
Di sisi lain, kekuatan dan potensi seluruh kaum muslimin juga harus disatukan dengan ikatan dan tujuan yang shahih agar terbebas dari segala bentuk penjajahan di bidang ekonomi, pendidikan, sumber daya alam, bahkan penjajahan di bidang olahraga. Dalam sejarah peradaban Islam, Sultan Abdul Hamid II dari Kekhilafahan Utsmani pernah melarang adanya turnamen sepakbola karena berpotensi menyuburkan ashobiyah dan perpecahan di kalangan kaum muslimin. Sepakbola hanya diperbolehkan sebagai salah satu cabang olahraga untuk menjaga kebugaran rakyat, bukan memperbesar ashobiyah dan perpecahan di tengah-tengah umat. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google