Oleh: Umi Hanifah
Merdeka artinya bebas dari belenggu dan penjajahan dari pihak tertentu. Indonesia tahun 2023 merayakan kemerdekaan ke 78 dari penjajahan negara Asing. Artinya lndonesia tidak lagi disetir dan dikuasai negara lain, dan mampu berdiri sendiri. Namun melihat berbagai fakta di negeri timbullah satu pertanyaan, benarkah lndonesia sudah merdeka?
Coba kita perhatikan, pendirian lKN ternyata melibatkan Cina dalam anggaran dan desain pembangunannya. Bagaimana sebuah negara akan mandiri jika rancangannya melibatkan asing? Padahal lbu kota sebuah negara adalah pusat dari segala rahasia negara tersebut.
Negeri bahari namun garam masih impor, jelas petani garam lokal langsung tersungkur menghadapi gelontoran garam dari negara luar. Pemerintah pun berdalih karena pasokan dalam negeri kurang mencukupi. Bila memang demikian, seharusnya yang dilakukan adalah memperbarui teknologi dan perluasan area bibit garam dengan biaya terjangkau bahkan bisa gratis. Dengan mekanisme tersebut petani garam akan produktif, artinya kesejahteraan terwujud tanpa ada campur tangan asing yang justru merugikan kepentingan rakyat kecil.
Solusi stunting yang menggandeng asing juga menjadi pertanyaan, benarkah lndonesia sudah tidak mampu mensejahterakan rakyatnya hingga harus menggandeng asing buat mengatasinya?
Yang lebih menyedihkan, berbagai tambang yang melimpah diserahkan pengelolaannya kepada negara luar. Ada Gunung emas di Papua dikuasai PT Freeport milik perusahaan Amerika, batu bara, minyak, nikel, besi dan berbagai tambang lainnya dikuasai oleh Perancis, Amerika, dan Cina. Tanpa disadari penguasaan berbagai sumber daya alam oleh Asing adalah bentuk penjajahan gaya baru. Penjajahan yang dilakukan para pemodal besar yang ditopang penguasa, dengan berbagai UU yang dikeluarkan. Salah satunya yang menyusahkan masyarakat adalah UU Ciptaker Omnibus law.
Padahal dengan berbagai kekayaan yang melimpah lndonesia bisa menjadi negara kaya raya sehingga kasus kemiskinan, stunting, putus sekolah karena tiadanya biaya, jalan rusak, terjerat pinjol yang mencekik, dan lainnya tidak akan pernah terjadi. Negeri ini seharusnya sudah bisa mandiri untuk mengurusi berbagai keperluan rakyatnya. Bahkan berpotensi menjadi negara besar dan kuat serta tidak bergantung pada Asing, yang bisa menjadi jalan penjajahan.
Di sisi lain setiap Agustus masyarakat penuh suka cita merayakan kemerdekaan, dengan berbagai macam perlombaan. Bisa dikatakan semuanya adalah perayaan semu. Masyarakat merasa puas setelah mengadakan berbagai kegiatan. Selesai perayaan, rakyat menganggap sudah mengisi kemerdekaan menurut versi mereka. Nyatanya gegap gempita perayaan tidak ada pengaruhnya sedikit pun untuk meningkatkan kesejahteraan. Fix negeri ini belum merdeka, namun sebatas euforia perayaan sesaat saja.
Lalu, bagaimana agar negeri ini bisa disebut merdeka secara hakiki? Inilah syaratnya:
Pertama, negeri ini harus membuang sistem sekularisme kapitalis yang menjadi penyebab munculnya berbagai bentuk penjajahan gaya baru. Sistem inilah yang menyingkirkan peran agama untuk mengatur kehidupan sehingga menjadikan manusia justru terjerumus dalam kesalahan dan kesusahan.
Sistem ini dengan berbagai kebijakan lebih memihak pada oligarki. Mereka yang dekat dengan penguasa dan kroninya mendapat fasilitas sementara urusan rakyat tak sepenuh hati diperhatikan. Sekularisme kapitalis membuat para pemimpin jauh dari amanah, padahal jabatan kelak akan menjadi penyesalan karena kelalaiannya.
Kedua, melimpahnya sumber daya alam dengan berbagai potensinya baik yang ada di laut dan darat, dilarang diserahkan pada individu, swasta atau Asing. Karena semua hal tersebut adalah milik umum dan rakyat adalah pemiliknya.
Pihak yang boleh mengelola adalah negara sebagai wakil rakyat. Dan hasil dari SDA akan dikembalikan kepada masyarakat sebagai pemilik umum. Negara bisa mengembalikan dalam bentuk uang atau berbagai pelayanan dasar yang terjangkau hingga gratis, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, jalan, pendidikan, keamanan dan lainnya.
Perlu direnungkan, kemerdekaan negeri ini diperjuangkan antara hidup dan mati oleh para ulama, kyai, santri dan masyarakat. Mereka rela tinggal di hutan, jauh dari hidup layak apalagi nyaman dan berpisah dengan anak serta istri berbulan-bulan hingga tahunan. Kesadaran untuk melawan penjajah dan mempertahankan tanah air diperoleh dari syariat, bahwa siapa saja yang membela tanah air dari kezaliman kemudian mati pasti memperoleh pahala yang besar.
Sebagaimana Resolusi jihad yang diserukan oleh Hadratus Syekh Hasyim Asy-ari mampu mengobarkan perlawanan arek Suroboyo melawan lnggris. Terbukti Jendral Mallabi tewas dalam pertempuran sengit tersebut, hingga membuat lnggris kalang kabut dan akhirnya mundur dari medan pertempuran.
Sudah saatnya masyarakat disadarkan, kemerdekaan yang diperoleh dengan darah dan nyawa para syuhada adalah anugerah dari Allah SWT. Maka cara mengisi kemerdekaan adalah dengan tetap taat syariat dalam seluruh aspek kehidupan, hingga keberkahan akan meliputi negeri. Bukan perayaan yang tanpa makna seperti selama ini terjadi, yang tanpa disadari negeri ini sesungguhnya tetap terjajahdan belum meraih kemerdekaan hakiki. Allahu a’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google