Oleh: Ameena N
Ada yang mempermasalahkan sumbangan dana kemanusiaan sebanyak 31,9 miliar rupiah oleh pemerintah Indonesia untuk Palestina. Padahal Indonesia masih susah dari segi ekonomi, contohnya Papua, yang puluhan warganya meninggal karena kepalaran, namun pemerintah malah menggunakan uang pajak untuk lebih membantu rakyat dari negara lain alih-alih menggunakan uang pajak tersebut sebagai bantuan untuk rakyat Indonesia sama sekali. Namun benarkah bantuan kemanusiaan untuk Palestina itu dari uang pajak rakyat Indonesia? Apakah rakyat serta pemerintah Indonesia hanya peduli dengan etnis kulit putih dan yang beragama Islam saja?
Ssebelumnya, mari kita perjelas. Dana bantuan untuk Palestina bukan dari uang pajak masyarakat Indonesia, melainkan dari BAZNAS, organisasi-organisasi, komunitas-komunitas, bahkan ada juga selebriti-selebriti yang memiliki banyak pengikut mengajak pengikut-pengikutnya untuk mengumpulkan dana untuk Palestina. Jadi insyaa Allah, bisa dipastikan bahwa dana tersebut tidak menggunakan uang orang-orang yang enggan menggunakan uangnya untuk bantuan ke Palestina.
Bagaimana dengan Papua?
Banyak orang yang mengatakan bahwa orang-orang yang peduli akan penderitaan Palestina itu buta akan penderitaan masyarakat sendiri. Namun faktanya, merekalah yang berusaha menutup mata orang-orang agar tidak melulu peduli dengan Palestina dengan menjual penderitaan rakyat sendiri. Seakan-akan kita tidak peduli dengan saudara di negeri sendiri, padahal semua masalah itu akibat dari pejabat-pejabat negeri yang tidak tahu diri. Simak!
Pemerintah pusat telah menggelontorkan lebih dari 1.000 triliun rupiah untuk Papua. Adapun BAZNAS, dari sejak tahun-tahun yang lalu juga sudah menyalurkan bantuan dari dana zakat, infak dan sedekah yang ditunaikan para muzaki kepada kebutuhan kemanusiaan warga Papua.
Namun terlepas dari berapa pun jumlah dana yang diberikan pemerintah pusat untuk Papua, dana itu seakan gagal dimanfaatkan, bahkan sering disalahgunakan. Ini terbukti dari data BPS, pada Maret 2022, persentase penduduk miskin di Papua tercatat mencapai 26,56%, menjadikan Papua sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Ini disebabkan oleh kapasitas aparatur keuangan yang mengawal peny
aluran dananya sangat terbatas, lantas diperburuk lagi oleh masalah korupsi para penanggungjawabnya. Dan memang, pada 2011 BPK menemukan dugaan penyalahgunaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat senilai 4,281 triliun rupiah.
Masalah di negeri ini memang banyak sekali. Namun apakah dengan itu menjadikan alasan untuk kita tidak peduli dengan penderitaan saudara kita yang ada di luar sana? Lagi pula, yang membuat onar di negeri ini adalah orang kita sendiri, alias para pemerintahan itu. Yang membuat negeri ini punya banyak sekali masalah yang belum terselesaikan adalah para pejabat pemerintahan yang tidak tegas atas tanggung jawabnya dan meremehkan rakyat.
Lalu, dengan semua kebobrokan yang sudah ditimbulkan, apakah harus rakyat juga yang mengurus semua permasalahan itu? Kalau begitu, apa gunanya pejabat-pejabat tersebut? Jadi, sebelum menyalahkan rakyat lagi, rakyat lagi, lebih baik perhatikan bagaimana para pejabat di negara ini bekerja.
Jangan salah tuding lagi! Berhenti menyalahkan Palestina atas semua kerusakan di negara kita. Karena bukan Palestina atau masyarakat kita yang bermasalah, namun pemerintahan kita, para koruptor itu. Uang pajak kita memang tidak digunakan untuk menyumbang dana kemanusiaan bagi Palestina, tapi uang pajak kita sudah berkali-kali menghidupi gaya hidup koruptor konglomerat. Jika ada yang menyayangkan uang pajak kita digunakan sebagai dana bantun ke Palestina, bukankan lebih sangat disayangkan jika uang pajak kita disalahgunakan oleh para koruptor-koruptor itu? (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google