Oleh: Ameena N
Dari kediriapik.com, Kyai Muhammad Muchtar Mujtaba Mu’thi (pimpinan Pesantren Majmaal Bahrain Hubbul Wathon Mial Iman Shiddiqiyah, Jombang, Jawa Timur) dan didampingi oleh Romo Yohanes (pendeta Kristen Ortodoks), Romo Salam Raharjo (pemuka agama Hindu), Romo Wisnu Sugiman (pemuka agama Katolik), Pinandita Edi Sunyoto (pemuka agama Budha), memberikan pembekalan khusus bagi sekitar 280 calon guru pendidik. Mereka menerima pembekalan pelajaran Jatidiri Bangsa Indonesia Merajut Perdamaian Nusantara menuju perdamaian dunia. Lalu setelahnya, baru dibukalah pendaftaran umum untuk calon santri lintas agama.
Pesantren pertama di Indonesia yang mengusung konsep lintas agama ini diresmikan pada tahun 2023 kemarin. Tujuan dari pesantren lintas agama ini didirikan adalah agar bisa mencetak generasi Indonesia yang bersyukur kepada Tuhan atas karunia tanah air dan negara Republik Indonesia, terlepas dari apa pun agama dan keyakinannya sehingga dapat tercapainya cita-cita Indonesia Emas 2045 dan perdamaian dunia.
Ide pembangunan pesantren ini juga didukung oleh tokoh lintas agama dari Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia (PCTAI). Santrinya tidak hanya dari kalangan orang Islam, tetapi ada umat agama lain seperti Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu. Maka tak heran jika pembekalan khusus bagi para calon guru pendidiknya berasal dari berbagai macam agama.
Pelajarannya bagaimana?
Sejauh ini, belum ada informasi terkait bagaimana kurikulum pembelajaran di pesantren tersebut. Oleh karena modelnya seperti pesantren, bukan sekolah umum seperti swasta atau negeri, maka belum terbayangkan bagaimana model pembelajaran yang akan diterapkan. Karena, umumnya, konsep pembelajaran di pesantren yang kita tahu selama ini adalah konsep pendidikan yang berbasis pada konsep kedisiplinan dalam Islam. Jadi, konsep pesantren lintas agama, lalu ditambah lagi dengan embel-embel jati diri bangsa Indonesia, lalu merajut perdamaian Nusantara menuju perdamaian dunia, agak membuat bingung soal konsep sebenarnya dari institusi ini.
Mungkin maksudnya adalah dengan adanya pesantren yang mengusung konsep lintas agama, kita dapat meningkatkan rasa toleransi. Lalu dengan hal itu, perdamaian di Nusantara akan tercipta, dan merambat ke perdamaian dunia. Dengan begitulah Indonesia Emas 2045 bisa tercapai. Walau sudah disusun sedemikian, tetap saja aneh.
Bagaimana mungkin hanya dengan mencampuradukkan agama, perdamaian bisa tercipta? Apakah ini semacam tawaran orang kafir Quraisy terhadap Nabi Muhammad agar mencampuradukkan ritual agama mereka dengan agama Islam? Tujuannya serupa yaitu agar tidak terjadi permusuhan dan perpecahan yang sebenarnya mereka ciptakan sendiri. Orang kafir tidak rela dengan adanya agama baru yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad di kalangan mereka.
Pertanyaannya, pahamkah kita soal toleransi itu apa dan bagaimana sebenarnya?
Saling menghargai, tidak mengganggu ritual ibadah dan prinsip agama masing-masing. Benar. Dan saling menghargai itu tidak berarti harus dengan mencampuradukkan perbedaan. Jika benar mencampuradukkan agama adalah hal yang benar, Rasulullah sudah menerima tawaran orang-orang kafir Quraisy kala itu.
“Katakanlah (Muhammad): ‘Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.’” (QS. Al-Kafirun: 1-6)
Atas nama nasionalisme, akidah dicampuradukkan dan dirusak. Padahal ketika agama dicampuradukkan dengan urusan negara, negara keras menolak atas nama nasionalisme. Mereka tidak mau undang-undangnya disangkautpautkan dengan agama. Lalu bagaimana dengan fanatisme nasionalisme yang mencampuradukkan agama dan merusak akidah?
Semoga Allah mengampuni kita atas perasaan fanastisme apa pun yang timbul di hati tanpa kita sadari sehingga merusak akidah. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google