Oleh: M Rizal Fadillah
Satu lagi video viral, dalam acara HUT Brimob, pasukan Brimob menggotong salah satu 'pengusaha 9 naga' Dato Sri Tohir (Ang Tjoen Ming) boss Mayapada Group yang diangkat sebagai anggota kehormatan Brimob. Pengangkatan anggota kehormatan adalah biasa dalam kesatuan. Namun karena Sri Tahir adalah pengusaha besar, maka pengangkatan anggota kehormatan ini dapat berimplikasi luas.
Sebagai pengusaha yang masuk dalam kelompok 9 Naga--yang dominan dalam peran usaha di negara Indonesia--maka video ini menjadi tayangan menyakitkan hati bagi sebagian rakyat dan bangsa Indonesia. Betul kita tidak boleh mendiskriminasi, akan tetapi fakta yang terjadi, justru para pelaku usaha itu yang diskriminatif. Konglomerasi dan dominasi ekonomi kelompok tertentu sangatlah kentara.
KKN adalah penyimpangan yang ingin ditumpas. Kritik terhadap Orde Baru dahulu ada pada aspek ini. Akan tetapi pengamat politik dan hukum Prof. DR Mahfud MD, SH MH menegaskan KKN hingga di era Jokowi ini nyatanya jauh lebih besar dan marak. Karenanya di samping penegakkan hukum, juga pencegahan menjadi urgen. Penghargaan 'anggota kehormatan' dikhawatirkan membuka peluang terjadinya kolusi. Ada gratifikasi, komisi, atau lainnya yang biasa melekat dalam 'kerjasama' model ini.
Semestinya Brimob tidak serta merta menarik boss Mayapada ini sebagai anggota kehormatannya. Bahwa adanya jasa bantuan ini itu yang dirasakan berguna, dapat dibalas dengan penghargaan bentuk lain. Menarik 'naga' menjadi anggota kehormatan tercitrakan lebih bernilai 'bisnis' dan 'ekonomis' ketimbang 'apresiasi moral'. Konsekuensinya, publik merasa perlu untuk mempertanyakan relasi lebih dalamnya. Akan ada tuntutan serius untuk audit (keuangan) menyeluruh terhadap Brimob.
Kekhawatiran terbukanya pintu kolusi dapat berhubungan dengan pengadaan persenjataan. Sinyalemen indikasi adanya '5000 senjata illegal' berkelas militer untuk kepolisian, perlu dicermati. Terbuka persaingan tak sehat kelak. Kedekatan dengan konglomerat menempatkan Polisi menjadi fihak yang lebih mudah terfasilitasi ketimbang TNI.
Kita tidak berharap muncul 'kecemburuan' yang berisiko. Polisi terlalu maju, TNI memasang kuda kuda. Ditengah kepemimpinan politik yang tak berkutik dan lemah. Semoga menjadi bahan introspeksi bagi keamanan negeri. [syahid/voa-islam.com]