JAKARTA (voa-islam.com) - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan masih mempertanyakan penunjukan Jenderal Andika Perkasa sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).
Meski penunjukan hak prerogatif presiden, terpilihnya Andika dinilai tidak mendengarkan atau mencermati pandangan publik perihal rekam jejak Andika.
Selain itu, posisi Andika yang merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1987 dinilai terlalu cepat menduduki orang nomor satu di matra Angkatan Darat melampaui senior-seniornya.
"Seharusnya, pergantian KSAD juga perlu memikirkan penataan regenerasi TNI yang lebih berjenjang dan taat dengan proses. Upaya percepatan untuk mempromosikan individu tertentu untuk menjadi KSAD bisa ditafsirkan sebagai sebuah bentuk politisasi," kata Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri saat menyampaikan keterangan pers di kantor Kontras, Jakarta, Jumat yang lalu.
Gufron menganggap, proses pergantian itu tak bisa ditampik, juga dibayang-bayangi adanya pengaruh politik.
Diketahui, Andika merupakan menantu dari mantan Kepala Badan Intelijen Negara, A.M Hendropriyono, yang pernah menjadi salah satu tim pemenangan Jokowi sewaktu Pemilu 2014 lalu.
"Situasi inilah yang membuat proses pergantian KSAD kental dimensi politisnya ketimbang profesionalisme," kata Gufron.
Di kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinator Kontras, Ferry Kusuma, menyoroti cepatnya karier Andika ketika Jokowi menjadi Kepala Negara.
Awal pemerintahan Jokowi, Andika tercatat menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) hingga terakhir jabatannya ialah Panglima Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad).
"Padahal masih banyak perwira tinggi TNI AD yang berasal dari angkatan 1984, 1985, 1986 juga memiliki kompetensi untuk menduduki jabatan KSAD," kata Gufron. [syahid/voa-islam.com]