Oleh: M Rizal Fadillah
Aneh di siang bolong tiba tiba Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto seperti sibuk. Meminta segenap prajurit TNI untuk melakukan persiapan perang kota. Panglima yang berasal dari TNI AU ini seperti burung pelikan yang siap menyambar ikan.
Jadinya seperti sedang meneror masyarakat dengan menakut nakuti. Melalui kesiagaan prajurit untuk perang. Siapa yang mau diperangi di kota? Apakah tentara kekaisaran Cina mau menyerbu? Atau pasukan Australia yang sudah siap menyerang Indonesia gara gara Ba'asyir mau dibebaskan? Atau gerilyawan komunis sudah berada di setiap sudut kota? Bukankah Panglima baru membuat pernyataan PKI itu bukan ancaman. Aneh memang. Panglima galau.
Ada singgungan lain yaitu soal terorisme. Untuk ini kan sebenarnya sudah ada Densus 88 organ POLRI. Seperti sindiran Suryo Prabowo jika hal ini yang dimaksud, maka berarti Densus 88 dinilai sudah tidak mampu lagi menangani terorisme.
Lagi pula hari-hari ini bangsa Indonesia sedang sibuk menyiapkan pesta demokrasi April 2019. Rasanya kita tidak hendak berperang. Teror yang biasa dengan "bom-boman" juga sedang sepi. Atau memang sedang "disiapkan" sebentar lagi ada "bom-boman" untuk membuktikan memang harus siaga untuk perang kota ? Moga negara terlindung dari gaya rekayasa.
Jika TNI atas dasar ini menjadi bersiaga memenuhi setiap sudut kota dengan kelengkapan senjata untuk menangkal keberadaan teroris, maka yang membuat teror adalah Bapak Panglima. Rakyat bukan takut pada teroris tapi pada moncong senjata yang ada dimana mana dari pasukan yang siap melakukan perang kota. Memang tidak jelas maksud konsolidasi TNI AD, AU, dan AL untuk melakukan persiapan perang kota ini.
Mungkin dimaksud Panglima ini adalah konsolidasi rutin prajurit semua angkatan. Akan tetapi dengan fokus dan penekanan kuat pada persiapan "perang kota" sepertinya ada yang serius dan menakutkan. Ataukah ini bagian dari jargon seperti Panglima terdahulu "proxy war" sedang Panglima kini "perang kota" ? Warning memang perlu, tapi tidak perlu berlebihan sehingga akhirnya menjadi teror bagi masyarakat. Jangan ada "terorisme negara" di negara Pancasila.
Sebaiknya dalam situasi hangat menjelang pemilu ke depan, aparat pertahanan dan keamanan dapat lebih menenangkan dan menyenangkan rakyat Indonesia. Sampaikan kesiapan aparat untuk berkhidmat melindungi seluruh rakyat Indonesia. Berdiri di tengah dan siap menjaga obyektivitas pemilu. Tidak berpihak kepada salah satu kontestan, baik sembunyi-sembunyi maupun terang- terangan.
Kita semua sepakat untuk melawan terorisme karena itu merusak bangsa, tapi jangan isu terorisme diangkat sebagai jualan politik untuk mencari dukungan. Apalagi merakayasa agar terjadi teror-teror "buatan", karena pola seperti ini adalah kesukaan dan habitat dari pemimpin dan gerakan komunis. Kita mesti menghindari dan mewaspadai. [syahid/voa-islam.com]