(voa-islam.com) - Usamah lahir dari keluarga kaya di Riyadh, Arab Saudi, tahun 1957. Ayahnya – Muhammad Ladin – imigran dari Yaman. Besar di Madinah dan Hijaz, Usamah menamatkan syudi ekonomi dan manajemen di Universitas King Abdul Aziz Jeddah serta menyelesaikan sekolah teknik di Inggris. Usamah lalu mengelola perusahaan konstruksi miliki ayahnya. Ia mewarisi kekayaan ayahnya senilai US$ 300 juta.
Kekayaannya itu kemudian ia pergunakan untuk mengobarkan “jihad international” melawan AS. Ia berjihad ke Afghanistan tak lama setelah Uni Sovuet menyerbu negara itu di taun 1979. Di sana, Usamah berkawan dengan Ibnu Al Khaththatb, pejuang Islam dari Yordania yang disebut-sebut berada di barisan pejuang Muslim Dagestan (Rusia). Keduanya aktif membantu perjuangan kaum Muslimin di Afghanistan, Al Jazair, Bosnia, Chechnya, dan Dagestan.
Sepanjang tahun 1980-an, Usamah dan AS sendiri pernah berjalan seiring dalam menghadapi kekuatan Soviet. Namun, Usamah secara terang-terangan tetap menganggap, Washington sama saja dengan Moskow. Tetapi, saat itu prioritas utama yang harus dilawan adalah Moskow. Setelah perang usai, Usamah kembali ke Arab Saudi dan mengurus bisnis keluarga (1989).
Di tanah airnya, Usamah menjadi symbol perjuangan kelompok kritis terhadap Kerajaan Arab Saudi. Dia mengkritik habis sikap kerajaan yang mendukung AS menyerang Irak dan membiarkan tentara AS berkeliaran di Tanah Suci sejak Perang Teluk (1990).
Pada tahun 1994, Pemerintah Saudi mencabut paspor atas namanyua setelah Mesir, Al Jazair dan Yaman menuduhnya mendukung kelompok anti-pemerintah di negara-negara itu. Kewarganegaraan Usamah pun dicabut. Selanjutnya, Usamah pergi ke Sudan. Di sana, ia membantu pembangunan jalan yang menghubungkan ibukota Khartoum dengan pelabuhan dan bandara Sudan. Ia juga terjun dalam dunia bisnis ekspor barang-barang dari Sudan, seperti getah, jagung, bunga matahari dan wijen. Kepada wartawan Barat, Usamah menyebut dirinya petani (farmer).
Pada tahun 1995, Usamah pindah ke Afghanistan bersama pengikutnya. Ia tinggal di Jalalabad, Afghanistan timur. Pada April 1997, ia pindah ke Kandahar yang menjadi markas pemimpin tertinggi Taliban, Mullah Muhammad Umar.
Sejak kembali ke Afghanistan dan bergabung dengan Taliban, AS mulai memburu Usamah. Al Qaida mulai disebut-sebut sebagai nama organisasi yang didirikan Usamah. Tidak hanya itu, Al Qaida pun dijuluki “organisasi dan jaringan teroris internasional”.
Berbagai aksi peledakan dan pengeboman di sejumlah tempat hamper selalu dikaitkan dengan nama Al Qaida, mulai dari usaha pengeboman kapal induk AS di Timur Tengah, upaya peledakan Gedung WTC tahun 1993, penembakan helicopter AS di Somalia (1993), pengeboman Oklahoma City (1995), peledakan bom mobil di Riyadh dan Dhahran - Arab Saudi (1995), pengeboman Kedubes AS di Kenya dan Tanzania (1998), serangan WTC dan Pentagon 11 September 2011, sampai peledakan bom di Bali (12 Oktober 2002)
Presiden AS (waktu itu) Bill Clinton menyebut Usamah sebagai “sponsor dan pendukung terorisme internasional yang paling utama di dunia”. Usamah menjadi orang yang paling diburu nomor wahid. FBI menempatkan Usamah sebagai the most wanted man (orang yang paling dicari) dan menawarkan hadiah US$ 5 juta bagi siapa saja yang dapat menangkap Usamah hidup atau mati dan menyerahkannya ke AS, bahkan untuk sekedar informasi yang mengarah pada penangkapan Usamah.
Kambinghitam Al Qaeda
Sejak ditetapkan Pemerintah AS sebagai terdakwa pelaku peledakan Gedung WTC 11 September 2001, Usamah dan Al Qaida menjadi isu sentral yang diangkat AS dan antek-anteknya untuk memerangi kelompok-kelompok pejuang Islam di mancanegara. Setiapkali ada aksi teror, nama Al Qaida disebut-sebut sebagai tertuduh.
Stasiun TV Al Jazirah Qatar dan CNN sering menayangkan rekaman pidato Usamah baik berisi ancaman serangan ke AS maupun pesan-pesan bagi umat Islam dunia. Namun kalangan aktivis Islam lebih percaya, itu hanyalah rekayasa CIA untuk tetap menghidupkan Usamah dan Al Qaida sebagai sosok “teroris”. Beberapa media Barat seperti CNN, ITN World News, Washington Pos, dan New York Times telah berulangkali menyiarkan berita palsu soal rencana-rencana serangan Al Qaeda terhadap kepentingan AS dan sekutunya.
Al Qaida yang dikait-kaitkan dengan Tragedi WTC hingga kini pelaku sebenarnya masih belum jelas. Direktur FBI, Robert Muller, ketika itu pernah mengaku tak menemukan selembar pun bukti yang member indikasi Usamah bin Ladin dan Al Qaeda berada dibalik peledakan WTC. Yang pasti, Al Qaeda kerap dijadikan kambinghitam oleh AS dan sekutunya, setiap kali terjadi peristiwa pengeboman di sejumlah tempat, termasuk di Indonesia.
Sempat terjadi pro-kontra ihwal ada atau tidaknya organisasi Al Qaeda. Ada dugaan, Al Qaeda itu sebenarnya hanyalah rekaya CIA atau setidaknya hanyalah sebutan pers Barat bagi kelompok pengikut Usamah bin Ladin. Sejak Peristiwa 11 September, AS menjadikan Al Qaeda sebagai “target operasi”. Dengan dalih membasmi Al Qaeda yang dicapnya sebagai organisasi teroris, AS melakukan operasi militer di Afghanistan dan berhasil menggulingkan pemerintahan Taliban yang melindungi Al Qaeda.
Menelusuri jejak kemunculan Al Qaeda, semua hanya istilah dari garis perjuangan sebuah organisasi para mujahid di Afghanistan. Al Qaedah awalnya hanya sebuah Makhtab Al Khidmah, sebuah LSM yang didirikan oleh para veteran pejuang Afghanistan. Tokoh utamanya adalah Dr. Abdullah Azzam (tokoh Ikhwanul Muslimin asal Palestina yang syahid di Afghanistan tahun 1989) dan Usamah bin Ladin, yang merupakan salahsatu murid dekat Abdullah Azzam.
Namun belakangan, seiring dengan gencarjya “kampanye anti terorisme” yang dilakukan AS pasca Tragedi WTC, Al Qeada bergeser menjadi stigma bagi kalangan Islam fundamentalis yang bercita-cita menegakkan syariat islam atau mendirikan Daulah Islamiyah (negara Islam).
Semasa hidupnya, Usamah bin Ladin telah berikrar akan menginfaqkan seluruh harta dan jiwanya untuk perjuangan Islam. Cita-citanya adalah menegakkan syariat Islam dan menghidupkan kembali kekhalifahan Islam. Semoga Allah memuliakan beliau dan menerima amaliyah jihadnya membela kaum muslimin yang tertindas. (Desastian/dbs)