Jakarta – Hanya kurang dari seminggu sebelum tahun ajaran baru dimulai, ribuan calon siswa masih berburu bangku kosong di sekolah-sekolah negeri di Jakarta. Perburuan berlangsung mulai Kamis hingga Jumat (10/7).
Namun, sebagian siswa didampingi orangtua mereka terpaksa menelan kekecewaan karena pada upaya kedua ini pun nama mereka tetap tidak tercantum sebagai salah satu kandidat peraih kursi kosong di sekolah negeri.
”Saya tidak tahu kalau pendaftaran tahap II ini khusus bagi siswa yang gagal diterima di pendaftaran tahap I di DKI. Saya pikir siapa saja boleh mendaftar. Tadi anak saya langsung ditolak. Pusing juga karena waktunya mepet sudah mau masuk sekolah lagi,” kata Andriansyah (41), warga Bintaro Permai saat ditemui di SMAN 70, Bulungan, Jakarta Selatan, Kamis.
Sebelumnya, Sari memilih mendaftar ke sekolah swasta di kawasan Jakarta Selatan. Namun, menurut Andriansyah, setelah mengetahui ada informasi bangku kosong di sekolah-sekolah negeri di Jakarta dari media massa, ia pun berusaha mendaftarkan Sari (14), putri sulungnya, ke SMAN 70.
Akan tetapi, kata Andriansyah, panitia di SMAN 70 langsung menolak karena Sari tidak memiliki tanda terima pendaftaran tahap I.
Dalam website http://jakarta.siap-psb.com—situs online penerimaan peserta didik baru (PPDB) khusus SMA dan SMK—memang dijelaskan bahwa, sesuai petunjuk teknis, PPDB SMA, SMA luar biasa, dan SMK di DKI Jakarta tahun pelajaran 2009/2010, Pasal 15 Ayat 2 (Tata Cara Pendaftaran) disebutkan pada bagian c nomor 2, pelaksanaan PPDB tahap kedua hanya bisa diikuti calon peserta didik baru yang tidak diterima pada tahap pertama.
”Memang ada beberapa siswa dan orangtuanya yang tidak tahu prosedur PPDB tahap II. Kadang-kadang muncul prasangka buruk gara-gara ketidaktahuan itu. Padahal, sama sekali tidak ada jual beli bangku kosong. Silakan bertanya kepada panitia di sekolah-sekolah atau bukalah website-nya,” kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto.
Meskipun banyak yang tidak diterima atau bahkan ditolak karena tidak memenuhi syarat seperti Sari, kebahagiaan menghinggapi sekitar 7.000 siswa yang akhirnya berpeluang diterima di sekolah negeri, baik tingkat SMP, SMA, maupun SMK.
Di SMA paling unggul di DKI, SMAN 8 Bukit Duri, Jakarta Selatan, misalnya, 16 kursi kosong yang diumumkan pada Rabu (8/7), Kamis pagi kemarin langsung terisi penuh. Siswa-siswa yang beruntung itu rata-rata mengantongi nilai ujian nasional tinggi, yaitu minimal 9,075.
Sementara di SMAN 70, tercatat ada 37 siswa yang masuk daftar seleksi sementara. Padahal, daya tampung bangku kosong di SMA ini hanya 34 ditambah satu kursi lagi jatah untuk siswa dari luar DKI. Di SMAN 70, nilai terendah yang masuk daftar seleksi 7,163 dan tertinggi 9,013. Siswa dari luar DKI menduduki peringkat pertama daftar seleksi dengan nilai 9,550.
Perebutan makin sengit setelah jumlah bangku kosong ternyata bertambah dari data terakhir yang dikeluarkan Dinas Pendidikan DKI, Rabu lalu.
Kamis pukul 08.00, saat PPDB tahap II dimulai, total bangku kosong di tingkat SMA negeri mencapai 1.883 yang terbuka hanya bagi siswa asal DKI dan 38 kursi untuk siswa non-DKI. Padahal, sehari sebelumnya, tercatat hanya 1.806 bangku kosong.
Di tingkat SMK terdapat lebih dari 1.110 bangku kosong. Untuk SMP negeri tersedia sebanyak 4.291 kursi, yaitu 3.159 kursi jatah siswa DKI dan 1.132 jatah siswa non-DKI. Jumlah tempat yang tersedia di tingkat SMP bertambah 15 kursi. (KOMPAS)
Berbeda dari tahun lalu, tahun 2009 ini pendaftaran tahap II untuk masuk ke SMU negeri untuk siswa asal luar propinsi ternyata juga dibatasi oleh Quota. Di gelombang I saja mereka harus bersaing ketat dengan sesama pendaftar asal luar propinsi untuk memperebutkan quota (hanya) 5% dari daya tampung sekolah. Di gelombang II siswa asal luar propinsi baru mendapatkan 1 kursi jika minimal ada 20 kursi kosong di gelombang II.
Cukup banyak calon siswa yang gagal diterima di gelombang I tetapi memiliki nilai NEM cukup tinggi, berharap dapat diterima di gelombang II. Namun ternyata diberlakukannya Quota di pendaftaran tahap II ini tidak banyak diketahui oleh orang tua siswa. Akibatnya banyak yang salah strategi, di Gelombang I siswa tidak mendaftar dimanapun kecuali di SMU negeri yang diinginkan, dan itupun hanya 1 pilihan. Begitu namanya tergeser keluar dari daftar nama murid yang diterima, maka kecil sekali kemungkinan dapat diterima di gelombang II. Artinya, dalam waktu beberapa hari saja, orang tua yang tidak memiliki cadangan sekolah swasta untuk anaknya, harus segera mencarikan sekolah bagi putra-putrinya. Bukan tidak mungkin akhirnya siswa terpaksa masuk ke sekolah yang bukan pilihannya.
Berarti para orang tua yang ingin anaknya masuk ke sekolah negeri harus lebih peduli dan cermat dalam membaca prosedur pendaftaran maupun penerimaan siswa baru, pro aktif mencari informasi yang detil, sehingga dapat mempersiapkan strategi yang jitu agar tidak menemukan kesulitan mendapatkan sekolah bagi putra putrinya. (Prima Yuniarti)