BEKASI (voa-islam.com) - Pelaku peledakan bom bunuh diri di sejumlah lokasi di Tanah Air yang sebagian merupakan lulusan pesantren diharapkan tidak membuat orang tua takut untuk menyekolahkan anak-anaknya ke pendidikan Islam.
"Saya kira itu tidak akan berdampak pada keinginan orang tua memasukkan anaknya ke pesantren. Masyarakat kita sudah semakin dewasa dan tahu bahwa pesantren tidak mengajarkan dan membenarkan tindakan seperti itu," kata anggota komisi II DPR-RI, Lena Maryana Mukti, di Bekasi.
Pesantren yang terus tumbuh pesat dan berkembang di seluruh Indonesia menjadi pilihan orang tua muslim karena kurikulumnya menawarkan keseimbangan pendidikan umum dan agama, penguasaan bahasa asing serta menjadikan seorang anak taat menjalankan agama secara kaffah.
Pesantren ke depan tetap akan menjadi pilihan sebagian orang tua yang menyadari pentingnya penguasaan dan pemahaman agama di tengah arus globalisasi, dan paham-paham melemahkan ajaran Islam seperti liberalisme, pluralisme dan sekularisme.
Pesantren ke depan tetap akan menjadi pilihan sebagian orang tua yang menyadari pentingnya penguasaan dan pemahaman agama di tengah arus globalisasi, dan paham-paham melemahkan ajaran Islam seperti liberalisme, pluralisme dan sekularisme.
Menurut Lena, adanya peledakan bom tidak benar bila dikaitkan apalagi dituduhkan dengan agama tertentu.
Anggota dewan dari daerah pemilihan Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan luar negeri itu menegaskan, sebagai penduduk Islam terbesar di dunia, kemungkinan besar pelaku peledakan beragama Islam.
"Pelakunya adalah oknum, siapa saja bisa melakukan. Islam sendiri tidak mengajarkan perbuatan seperti itu dan sebagai agama rahmat bagi seluruh alam, Islam menawarkan kesejukan," ujarnya.
Peledakan bom menurut Lena bukan bermotifkan agama dan bisa saja terkait dengan gerakan politis maupun upaya melemahkan kekuatan negara dan masyarakat diminta untuk tidak membuat kesimpulan sendiri.
"Berilah kepercayaan kepada pihak kepolisian dalam mengungkap pelaku pemboman dan siapa dalang di balik perbuatan tersebut, begitu juga motivasi apa yang mendasari mereka," ujarnya.
Ia menyatakan akan sulit menghapus terorisme selama akar pemicunya terus saja berkembang, apalagi ada paham di kalangan pelaku bahwa cara tersebut dipandang sebagai perbuatan jihad.
Terorisme sendiri muncul akibat ketimpangan kesejahteraan, iming-iming materi dan doktrinasi ajaran agama yang menyimpang untuk memuluskan keinginan aktor utamanya.
Ia berharap pemerintah ke depan bisa lebih merangkul MUI dan organisasi keagamaan di Indonesia untuk memberikan ajaran Islam yang kaffah dan benar. "Selama ini sudah berjalan hanya perlu lebih ditingkatkan dan diintensifkan," ujarnya.
Hal senada dikemukakan mantan Sekjen Dewan Masjid Indonesia, Drs Lukman Hakiem Hasibuan. Menurut Lukman selama ini banyak orang yang salah faham terhadap pesantren, karena memang tidak pernah berhubungan dengan pesantren. Di pesantren tidak ada pelajaran untuk membuat bom, ataupun melakukan tindakan teroris. Justru di pesantren yang dibangun adalah semangat kebersamaan, semangat persaudaraan, dan merasakan senasib sepenanggungan.
"Sebab, dalam situasi jauh dari orang tua maka yang harus dibangun adalah perasaan bersaudara," katanya.
"Sebab, dalam situasi jauh dari orang tua maka yang harus dibangun adalah perasaan bersaudara,"
Karena itulah begitu keluar dari pesantren, banyak para alumni pesantren yang jauh lebih mandiri, ketimbang orang-orang yang hidup dan belajar di luar pesantren.
"Salah besar kalau ada yang menganggap pesantren mengajarkan terorisme," ujarnya. (PurWD/voa-islam/HT)