Makan bubur mudah dicerna
Paling enak tambah kerupuknya
Anak-anak bukan manusia sempurna
Jangan bebani di luar kesanggupannya
Home schooling kami hadirkan sebagai alternative pendidikan berkualitas dalam keluarga kita di tengah arus liberalisasi dan kapitalisasi yang semakin merusak dan mematerialistiskan dunia pendidikan.
Dalam rubric ini kita akan masih akan berbincang-bincang dengan Ustzh Ir Lathifah Musa. Beliau selain merupakan pemimpin redaksi majalah udara VOI, konsultan klinik anak muda, ternyata juga menjadi pengamat dunia anak, penulis buku-buku pendidikan anak usia dini dan sekaligus juga seorang praktisi Homeschooling dalam keluarga. Tema kita berjudul Pendidikan yang tidak membebani anak.
Ustadzah, ada fenomena umum di dunia anak-anak kita, mereka sangat suka sekali kalau: liburan-guru nggak datang-sekolah dipulangkan; dan mereka paling sedih kalau: liburan usai, harus sekolah lagi. Pak guru datang. Indikasinya adalah komentar anak-anak ketika gurunya datang: Yaaaaa…., pak guru datang!! Nah gimana menghadapi fenomena anak-anak seperti ini?
Kondisi ini menunjukkan dunia belajar kurang disukai anak. Banyak factor. Bisa jadi anak tidak suka mata pelajarannya, anak tidak suka guru yang mengajar. Dalam hal ini guru atau orang tua harus introspeksi. Sisi mana yang menyebabkan anak tidak suka.
Mengapa anak kita nggak suka belajar?
Macam-macam alasannya. Bisa jadi memang beban pelajaran di luar kesanggupan anak. Beban pelajaran membuat anak stress atau tertekan. Indikasi pada anak usia dini, misalnya TK-SD mereka tidak mau sekolah. Karena sekolah dalam bayangan mereka sangatlah berat. Harus menulis, menghitung, ada PR dll. Akhirnya wajar kalau anak tidak suka sekolah/ tidak suka belajar
Apa faktor utama penyebab anak tidak suka belajar?
Anak stress, karena beban di luar kesanggupannya. Yang dimaksud diluar kesanggupan adalah materi-materi tersebut memang belum saatnya diajarkan pada anak. Karena perkembangan akal anak atau bisa juga dilihat dari psiko-motorik nya belum saatnya diberikan beban itu.
Misalnya apa ustadzah?
Misalnya: anak-anak usia dini seperti usia play group-TK-SD kelas 1 adalah masih saatnya periode perkembangan otak. Perkembangan otak ini harus dipicu dengan stimulasi panca indera (telinga mata dll) yang akan memicu pertumbuhan sel-sel neuron otaknya. Inilah yang akan mengoptimalkan pertumbuhan wadah berpikirnya (otaknya/hardwarenya). Kita harus memahami bahwa proses berpikir memerlukan komponen otak, indera, fakta dan informasi. Kemudian proses berfikir adalah meliputi proses berpikirnya yang benar.
Yaitu bagaimana mengikatkan empat komponen tadi secara benar. Bagaimana menggunakan inderanya untuk menangkat fakta kemudian mengkaitkan dengan informasi untuk menghasilkan sesuatu. Pada anak otak dan inderanya masih tumbuh. Yang diperlukan anak adalah menstimulai pertumbuhannya dan memasukkan banyak informasi. Tetapi anak tidak dipaksa untuk mengkaitkan/ mengikat komponen tadi. Makanya pada anak-anak usia dini, proses belajarnya dengan bermain. Maksudnya ini dalam rangka menstimulai otak dan indra saja. Untuk panca indera stimulasi yang paling optimal untuk mengasah kemampuan konsentrasi adalah pendengaran. Sehingga pendidikan usia dini baiknya mengoptimalkan konsentrasi melalui pendengaran. Ini sangat berpengaruh pada kecerdasan.
Seringkali ada pemilahan pada anak, misalnya: anak yang belajarnya dengan audio-anak yang visual-anak yang kinestatis dll. Kemudian proses belajar menyesuaikan. Bagaimana dengan teori ini?
Memang bisa jadi ada kecenderungan anak untuk lebih tertarik pada visual, atau pada audio. Tetapi bukan berarti kita mengikuti anak. Kita harus bisa memahami bahwa proses berfikir pada manusia itu sama. Setiap manusia punya pendengaran, penglihatan dll. Tinggal kita mencoba memahami bagaimana potensi-potensi ini diberikan Allah SWT pada manusia yang harus digunakan. Ketika anak punya kecenderungan visual (misalnya bayi lebih suka nonton vcd atau belajar computer) maka ini jangan dibiarkan. Orang tua harus menstimulasi pendengarannya terlebih dahulu. Agar dia tidak terfokus pada visual dan menghilangkan potensi pendengaran. Justru orang tua harus mengalihkan agar dia tidak selalu terfokus pada aktivitas stimulasi visual saja. Anak ini harus dirangsang agar mau menggunakan pendengarannya. Mungkin bagi orang tua banyak yang bangga kalau bayinya sudah suka main computer apalagi game. Ini justru berbahaya. Di satu sisi, bayi ini punya kelebihan. Taoi kalau ini tidak diarahkan, maka dia akan kehilangan kesempatan menjadi lebih cerdas, karena seharusnya potensinya teroptimalkan juga di pendengaran. Persoalannya adalah ketika usianya sudah melewati masa emas, maka peluang lebih mencerdaskan lagi akan hilang.
Mengapa pada usia dini lebih difokuskan pada pendengaran? Karena memang indera ini lebih dulu diciptakan. Bahkan penelitian medis menunjukkan bahwa indera pendengaran mulai terbentuk dan mulai bisa difungsikan pada usia janin/kehamilan 16 minggu. Di dalam al Qur’an, Allah SMT sering menyebut-nyebut pendengaran lebih dahulu daripada penglihatan. Bahkan masalah pendengaran juga sering dikaitkan dalam al Qur’an yang menyebabkan orang tidak mau berfikir, tidak mau memahami dll. Kemudian pada anak-anak potensi indera pendengarannya memang luar biasa. Mereka bisa cepat menyerap informasi hanya dengan mendengar cepat. Ini bedanya dengan orang dewasa.
Makanya anak-anak yang hafal al Qur’an di usia 5 tahun atau 7 tahun, itu semata-mata hanya karena mendengar. Kalau kita amati, anak-anak yang sering mendengar al Qur’an dibaca berulang-ulang satu surat atau ayat. Biasanya anak kecil yang mendengar lebih cepat hafal daripada orang dewasa yang membacanya. Inilah luar biasanya potensi mendengar pada anak. Masa ini akan berkurang dan berlalu ketika dia pra baligh atau baligh. Makanya sayang kalau anak-anak usia dini lebih banyak distimulai visual seperti TV dan computer. Bukan berarti tidak boleh, tapi orang tua harus focus pada stimulasi pendengaran pada anak-anak usia dini. Pengamatan saya pribadi, anak-anak dengan stimulasi pendengaran sejak usia dini lebih mudah konsentrasi dan berpengaruh pada kecepatan berfikirnya.
Bagaimana dengan anak-anak TK sekarang yang sudah diajarkan membaca dan menulis?
Ini keliru karena akan membebani anak dan mengurangi kecerdasannya. Tapi sayangnya banyak orang tua yang menganggap anaknya pintar kalau sejak kecil sudah bisa membaca atau menulis. Persoalannya kecerdasan ini akan terlihat di usia dewasa. Yaitu kemampuan konsentrasi, kemampuan berpikir cepat dan kemampuan menyelesaikan masalah. Menulis itu hanya masalah ketrampilan. Silakan orang tua memilih, ingin punya anak cerdas atau anak trampil. Kalau ingin anak cerdas, maka optimalkan masa emasnya untuk pertumbuhan kemampuan otak. Yaitu dengan stimulasi indera dan otak. Pendidikan usia dini itu banyak menstimulai potensi ini. Mungkin bagi orang dewasa hanya main-main Seperti naik berlari, melompat, berguling, memanjat dll. Tapi itulah yang namanya belajar bagi anak usia dini. Aktivitas yang harus diarahkan adalah mendengar, melihat, mencium, meraba, merasa. Dalam kurikulum homeschooling pelajaran utamanyanya juga adalah tahfizh al qur’an. Karena itu berpengaruh pada daya konsentrasinya[]
Presenter: Anita Bunga Intan
Sumber : http://klikvoi.com/?p=202