View Full Version
Rabu, 11 Nov 2009

Hukum Bersafar Bagi Wanita?

Dalam sebuah hadits, Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu berkata, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dalam khotbahnya, "janganlah seorang laki-laki menyendiri dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertainya. Dan janganlah seorang wanita bersafar kecuali bersama mahramnya." Ada seorang laki-laki berdiri lalu berkata, "sesungguhnya istriku pergi haji, sedangkan aku telah ditunjuk ikut dalam peperangan ini dan itu." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "pergilah engkau bersama istrimu." (muttafaq 'alaih).

Dari hadits ini, para ulama menyimpulkan, pada dasarnya wanita diharamkan bersafar tanpa disertai mahramnya. Larangan ini juga didasarkan pada hadits-hadits lain yang cukup banyak.

Para ulama juga berbeda pendapat tentang wanita yang harus melakukan safar tapi tidak punya mahram, bolehkan ia melakukannya?

Banyak ulama yang tetap berpendapat wanita haram bersafar  tanpa disertai mahram atau suaminya. Bahkan Imam an-Nawawi rahimahullah tidak menentukan batasan jarak safar, setiap yang disebut safar maka seorang wanita haram melakukannya jika tanpa disertai mahram atau suaminya.

Beliau berkata dalam Syarh Shahih Muslim, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak ingin menetapkan batas minimal sehingga bisa disebut safar. Kesimpulannya, setiap yang dinamakan safar, seorang wanita dilarang melaksanakannya kecuali disertai oleh suami atau mahram . . .  berdasarkan riwayat Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu yang bersifat umum, yaitu riwayat terakhir yang disebutkan Imam Muslim, 'seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya,' dan ini mencakup semua yang dinamakan safar."

Terdapat di dalam Ensiklopedi Fiqih Kuwait: "Para fuqaha bersepakat tentang haramnya wanita bersafar sendirian. Dia harus ditemani mahram atau suaminya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تسافر مسيرة يوم وليلة ليس معها حرمة

"Haram bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan safar selama sehari semalam tanpa disetai mahramnya."

Dan berdasarkan hadits Ibnu Abbas radliyallah 'anhuma secara marfu',

لا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم، ولا يدخل عليها رجل إلا ومعها محرم، فقال رجل: يا رسول الله إني أريد أن أخرج في جيش كذا وكذا، وامرأتي تريد الحج، قال: اخرج معها.

"Janganlah seorang wanita melakukan safar kecuali bersama mahramnya, dan janganlah seorang laki-laki menemuinya (dalam rumahnya) tanpa ditemani mahramnya. Ada seseorang bertanya, 'ya Rasulallah, aku berkeinginan keluar (berperang) bersama pasukan ini dan itu sedangkan istriku ingin melaksanakan haji.' Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam  bersabda: 'keluarlah bersama istrimu'."

Mazhab Malikiyah dan Syafi'iyah membolehkan seorang wanita pergi melaksanakan haji wajib (haji pertama kali atau nadzar) bersama teman wanitanya yang terpercaya. Mazhab Malikiyah menambahkan, "bagi seorang wanita boleh pergi haji bersama para wanita yang terpercaya dalam setiap perjalanan yang harus dilakukannya."

Sebagian ulama mengecualikan beberapa wanita yang boleh melakukan safar tanpa mahram. Namun, sebagian lain tidak memberikan pengecualian sama sekali.

Mazhab Malikiyah mengecualikan wanita tua yag tidak lagi menarik. Ada juga yang mengecualikan para wanita yang bepergian bersama beberapa wanita yang terpercaya dalam rombongan yang terjamin keamanannya.

Syaikh al-Qardhawi membolehkan seorang wanita bersafar tanpa disertai mahram ketika dalam kondisi aman dan bersama para wanita yang terpercaya.

Dalam kondisi seperti ini maka pendapat yang kuat adalah pendapat Jumhur yang melarang wanita bersafar tanpa mahram. Jika seorang wanita tidak benar-benar harus bepergian hendaknya dia mengurungkan safar yang bisa menyebabkan bahaya.

Namun, jika kondisi mendesak dan harus bersafar untuk manfaat diri, rumah, dan keluarganya, yang tidak mungkin dianulir, maka boleh dia melakukan safar tanpa disertai mahram dengan syarat ada teman dan terjamin keamanaan serta hilangnya karaguan. Jika tidak, safarnya tetap haram.

Jika seorang wanita masih dalam tanggungan ayahnya, dia tidak boleh bersafar kecuali mendapat izin ayahnya. Dan jika sudah menikah dan tinggal di rumah suaminya, dia tidak boleh keluar dari rumah suaminya kecuali mendapat izinnya. Kewajibannya adalah mentaati suaminya dalam semua perintahnya kecuali perintah maksiat, maka tidak boleh taat padanya. Karena tidak boleh taat kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada khalik (Allah). Di antara bentuk ketaatannya kepada suaminya yaitu tetap tinggal di rumahnya, tidak keluar kecuali dengan izinnya, tidak bersafar kecuali mendapat izin darinya. Jika keluar tanpa izinnya maka ia telah melakukan pembangkangan.

Imam al-Qurtubi rahimahullah menafsirkan firman Allah Ta'ala (وقرن في بيوتكن) "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu" (QS. Al-Ahzab: 33). Makna ayat ini adalah perintah untuk tetap tinggal di rumah. Walaupun redaksi ayat ini ditujukan kepada istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun secara makna mencakup selain mereka.

Syaikhul Islam berkata, "seorang wanita tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izinnya, walaupun yang menyuruhnya adalah ayahnya, ibunya, atau selain keduanya. Ini sesuai dengan kesepakan para imam."

Disebutkan dalam hadits shahih, dari Ibnu Umar radliyallah 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ بِاللَّيْلِ إِلَى الْمَسْجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ

"Jika istri-istrimu meminta izin kepadamu untuk pergi ke masjid pada malam hari maka berilah izin untuk mereka."

Ibnu Hajar rahimahullah menukil perkataan Imam an-Nawawi yang disebutkannya dalam Fath al-Baari, "hadits di atas dijadikan dalil larangan wanita keluar dari rumah suaminya kecuali dengan izinnya karena perintah memberi izin ditujukan kepada para suami."

Ibnu Daqiq al-'Ied menjelaskan bahwa melarang istri menjadi hak suami. Dikaitkannya dengan hukum ke masjid untuk menjelaskan bahwa dia punya hak untuk melarang dan mengizinkan. Di dalamnya terdapat petunjuk bahwa memberi izin tersebut bukan wajib, karena jika wajib tidak disebut dengan minta izin. Dikatakan meminta izin jika orang yang diminta punya hak memilih antara mengabulkan atau menolak."

Ibnu Muflih dalam al-Adab asy-Syar'iyah berkata,

ويحرم خروج المرأة من بيت زوجها إلا بإذنه إلا لضرورة

"Seorag wanita diharamkan keluar dari rumah suaminya kecuali mendapat izinnya dan karena kondisi yang mendesak." Wallahu A'lam bish Shawab!!!

* Diterjemahkan oleh Purnomo WD dari Islamway.com


latestnews

View Full Version