Pernahkah Anda diam sejenak dan berpikir tentang pola pengasuhan yang selama ini diterapkan kepada anak? Bagaimana gaya pengasuhan Anda? Apakah sudah cukup sehat atau justru menjadi racun yang suatu saat nanti memberikan pengaruh buruk terhadap masa depan anak?
Tak ada pekerjaan yang lebih menantang, membanggakan, membuat frustrasi sekaligus membahagiakan selain menjadi orang tua. Tak jarang, muncul berbagai pertanyaan di sepanjang perjalanan, tentang benar salahnya pola pengasuhan yang selama ini kita terapkan pada buah hati tercinta.
Dalam beberapa hal, orang tua barangkali tanpa sadar melakukan kekeliruan ketika membesarkan putra-putri mereka, yang sebenarnya muncul akibat rasa sayang yang besar terhadap anak-anaknya. Nah, berikut ini adalah sejumlah pola pengasuhan keliru yang mungkin dilakukan oleh orang tua, yang perlu segera diperbaiki demi masa depan buah hati tercinta:
Terlalu ikut campur
Sudah menjadi kewajiban orang tua untuk menaruh perhatian dan telibat dalam setiap aspek kehidupan anak. Tapi, lain cerita kalau Anda justru mengambil alih setiap tugas dan pekerjaan anak, mulai dari menyelesaikan pekerjaan rumah sampai membuatkan tugas kerajinan tangannya. Seolah-olah, bukannya anak, justru Anda yang menjalani kehidupannya.
Orang tua yang terlalu ikut campur bisa membuat anak gagal mengembangkan sifat-sifat kritis dalam hidup, seperti kemandirian, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Cobalah untuk terlibat, tapi tidak terlalu ikut campur dalam kehidupan anak. Dengan demikian, ia akan bisa mengembangkan rasa kemerdekaan yang sehat, dan mampu mengatasi kehidupan tanpa Anda di sisinya suatu saat nanti.
Terlampau menuntut
Tidak sedikit orang tua menuntut anak sempurna dalam segala hal, supaya bisa dipamerkan dengan bangga sebagai bukti keberhasilannya menjadi orang tua. Anak dituntut cemerlang di sekolah, piawai bermain piano, juara di kolam renang, fasih berbahasa asing, dan lain sebagainya.
Tapi, begitu anak tak mampu mewujudkan tuntutan tersebut atau kurang dari sempurna, orang tua langsung merasa gagal. Sebab, dalam pola asuh seperti ini, anak hanya dijadikan perpanjangan dari keinginan, kebutuhan, dan impian orang tua itu sendiri. Anak juga akan tertimpa rasa bersalah karena telah mengecewakan orang tuanya.
Jika hal ini berlanjut terus-menerus, identitas anak bisa terancam. Selain itu, dapat muncul ketergantungan yang tidak sehat antara orang tua dan anak, karena kedua pihak sama-sama tergantung untuk membuat satu sama lain merasa berharga.
Ekstra paranoid
Sebagian orang tua begitu obsesif menjaga keselamatan anak dari segala bahaya fisik mau pun psikologis. Memastikan anak tetap aman tentu selalu menjadi prioritas utama orang tua. Apalagi, daftar risiko yang mungkin membahayakan anak kian bertambah, mulai dari penculikan, cyberbullying, pedofil, makanan yang tercemar, dan lain sebagainya.
Tapi, tindakan protektif yang ekstrim serta melarang anak melakukan ini dan itu, bisa membuatnya 'sesak.' Terlalu mengkhawatirkan bahaya yang mungkin muncul, hanya akan menyuntikkan kecemasan berlebih pada anak, dan membuatnya takut serta tidak percaya diri melakukan apa pun.
Sebagai orang tua, cobalah untuk sedikit rileks. Biarkan anak belajar menghadapi kehidupan agar tak kaget nantinya. Tangani sendiri kecemasan Anda, dan jangan menularkan ketakutan itu kepada anak.
Peran sekunder
Anak-anak zaman sekarang sangat akrab dengan komputer, video games, TV, Facebook, iPod, DVD, ponsel, BlackBerry, dan beragam gadget serta aplikasi canggih lainnya. Banyak anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya berinteraksi dengan berbagai inovasi teknologi tersebut, sehingga semakin mengurangi waktu berinteraksi dengan orang tua.
Sekali saja orang tua mendapatkan peran sekunder di mata anak, maka Anda akan kehilangan kekuatan dan digantikan oleh budaya yang berlaku. Anak juga menjadi rentan terhadap tekanan dari luar, dan cenderung lebih mengandalkan orang lain selain ayah ibunya untuk membimbingnya. Ia juga lebih mungkin mengadopsi nilai-nilai dari orang lain daripada orang tuanya sendiri.
Sadarilah bahwa Anda sebagai orang tua memiliki pengaruh paling kuat dalam membimbing nilai-nilai yang dianut anak, dalam bersikap dan bertingkah laku serta melindungi dirinya dari perilaku berisiko. Cari cara untuk lebih terlibat dalam kehidupan anak. Batasi waktu untuk menonton TV, bermain video games, dan berselancar di internet. Tetapkan waktu berkualitas untuk keluarga, misalnya saat bersantap bersama, yang harus bebas dari campur tangan teknologi.(rps/MI)