BANYAK kisah taaruf –proses saling mengenal antara laki-laki dan perempuan dalam upaya menuju pernikahan tanpa pacaran– yang kandas di tengah jalan. Banyak pula penyebab dan alasannya. Bisa jadi karena orang tua tidak setuju, perbedaan prinsip, perbedaan karakter, tidak ada kecocokan satu sama lain, dan berjuta penyebab lain. Apapun alasannya, satu hal yang pasti terjadi di antara mereka, bukan jodoh.
Bila alasan satu ini dipahami dengan benar, insya Allah tak akan ada sakit hati yang menyertai ketika akhirnya semua prose situ harus berakhir ataupun diakhiri. Masing-masing pihak akan berbesar hati dan tidak saling membenci. Bahkan sebaliknya, ukhuwah bisa terjalin di sana dengan saling menutup aib masing-masing dan menumbuhkan rasa persaudaraan menggantikan rasa ‘harap’ sebelumnya yang sempat ada. Tapi ternyata, kenyataan di lapangan tak seindah teori untuk memaafkan ataupun melupakan seseorang yang pernah melakukan taaruf tersebut.
Ada yang memutuskan hubungan sama sekali ketika ta'aruf tak bisa berlanjut. Bahkan jangankan saling sapa, menyebut nama saja sudah enggan. Seluruh hal tentang dirinya baik nomer HP, sms-sms, email dan biodata semua dibuang ke tong sampah. Bila pun ada yang orang yang menyebut nama si mantan taaruf ini, hatinya langsung bergemuruh dipenuhi rasa yang menyakitkan hati. Dalam skala lebih jauh, orang dengan tipe ini bukan tak mungkin melakukan pembunuhan karakter pada si mantan taaruf. Misalnya saja ia akan menyebarkan hal-hal buruk tentang si ‘mantan’ agar tak ada yang mau mendekat.
Ada juga orang yang masih melakukan kontak seperlunya dengan si mantan taaruf meskipun sudah tak terjalin apa-apa lagi di antara mereka. Hubungan mereka sebatas teman seperti sebelumnya. Sekilas, seolah semua berjalan baik-baik saja. Tapi sikap salah satunya berubah ketika si mantan taaruf ternyata mendapat pasangan lebih cepat dari dirinya. Rencana pernikahan si ‘mantan’ membuatnya bak cacing kepanasan karena merasa didahului. Sikapnya pun berubah sinis dan ketus.
Uniknya, ada juga yang kebalikan dari fenomena di atas. Ketika dirinya sudah bertaaruf lagi dengan yang lain dan berencana mau menikah duluan, hatinya masih dipenuhi rasa tidak terima taaruf sebelumnya harus putus di tengah jalan. Walhasil, ia yang seharusnya bahagia menjelang hari pernikahannya, hatinya malah dipenuhi syak wasangka bahwa si ‘mantan’ taaruf akan merusak suasana. Yang terjadi kemudian adalah ketika ia menikah duluan dan si ‘mantan’ mengucapkan selamat dan doa penuh ketulusan, dijawabnya dengan ketus dan penuh kecurigaan.
….Urusan hati memang tidak sederhana, tapi jangan diperumit dengan hal-hal yang tak seharusnya ada. Jodoh adalah rahasia-Nya yang hanya bisa diikhtiari….
Urusan hati memang tidak sederhana. Tapi sesuatu yang tidak sederhana ini jangan diperumit dengan hal-hal yang tak seharusnya ada. Jodoh adalah rahasia-Nya yang hanya bisa diikhtiari tanpa berusaha mendikte ataupun memaksakan kehendak. Allah tak akan pernah salah menjodohkan hamba-Nya. Maka berprasangka baiklah pada-Nya ketika taaruf tak bisa berjalan sesuai rencana. Tak perlu su’udzhon pada mantan taaruf, tak perlu pula memutuskan ukhuwah yang pernah terjalin meskipun saat ini telah berbeda jalinan cerita.
Dunia akan lebih indah apabila hati ini dipenuhi husnuzhon, baik terhadap takdir Allah ataupun terhadap si ‘mantan’. Dunia pun akan lebih cerah dan berwarna bila sikap diri tak dipenuhi sinis dan antipati hanya karena si dambaan hati tak menjadi milik diri. Memang bukan hal yang mudah, tapi juga bukan suatu yang mustahil untuk dilakukan. So, bersihkan hati dan ikhlaskan diri ini menerima takdir Ilahi. [ria fariana/voa-islam.com]