Sikap anak yang kerap membantah memang menjengkelkan.Tapi sikap tersebut jangan terlalu membuat Anda risau. Cukup kompromikan, karena semua anak pasti akan melewati masa ini.
“Bodo, pokoknya aku mau main komputer, jadi nyalain komputernya sekarang,” teriak Boris Luhung, 8. Tapi sang bunda sepertinya tidak mengizinkan buah hatinya untuk bermain komputer lagi. Karena merasa diabaikan, Boris pun menangis sejadi-jadinya dengan harapan sang ibu menyalakan komputer dan mempersilakan bermain komputer.
Boris kini doyan sekali membantah, apa yang dirasa tidak tepat untuk dirinya, dengan mudah dia membantah perintah atau larangan dari orangtuanya. Tabiat baru ini mulai muncul semenjak Boris memasuki sekolah dasar.
...Membantah memang sesuatu yang alamiah dan normal. Namun apabila anak sering membantah dan tetap membantah jika diingatkan, maka orangtua harus mewaspadainya sebagai salah satu permasalahan dalam perkembangan anak...
Jika anak doyan membantah memang membuat orangtua jengkel, seperti apa yang dilakukan oleh Boris. Namun, layaknya anak kecil yang terkadang merasa benar, jika bantahannya dilawan, pasti akan menangis atau balik melawan omongan orangtua.
Dikatakan psikolog anak, Roslina Verauli M Psi bahwa anak pasti mengalami masa-masa peralihan untuk menuju dewasa dan pada saat itu pula anak kerap kali mengalami perubahan. Seperti pada satu masa di mana anak suka mengatakan dan melakukan hal yang berlawanan dengan keinginan orangtua. Pada masa ini anak sering membantah atau tidak mau dilarang dengan penyebab yang beragam. Membantah bisa dilakukan saat anak mampu merangkai kata-kata, yaitu sejak umur 2 tahun.
...Bila terlalu dibatasi, tentu saja anak cenderung memberontak, menolak, yang kemudian diartikan orangtua sebagai sikap membantah. Jika anak membantah, namun tidak terlalu sering dilakukan, itu masih menjadi hal yang wajar karena menunjukkan adanya perkembangan kemandirian atau berkeinginan mengatur dirinya sendiri...
“Budaya di lingkungan juga membuat anak menjadi lebih berani, seperti mencontoh apa yang terjadi di lingkungan mereka,” ucap psikolog yang berpraktik di Empati Development Center.
Oleh karena itu, orangtua harus bisa menjadi contoh yang baik. Saat anak umur 8 tahun misalnya, mereka bisa membantah sebagai wujud protes, seperti pada anak yang dilarang untuk bermain terlalu banyak. Bila terlalu dibatasi, tentu saja anak cenderung memberontak, menolak, yang kemudian diartikan orangtua sebagai sikap membantah. Jika anak membantah, namun tidak terlalu sering dilakukan, itu masih menjadi hal yang wajar karena menunjukkan adanya perkembangan kemandirian atau berkeinginan mengatur dirinya sendiri.
“Ungkapan perbedaan pendapat juga bisa membuat anak membantah,” ucapnya. Memang, beda pendapat sah-sah saja terjadi, karena tidak mungkin selamanya pendapat orangtua dan anak sering sejalan. Untuk mengatasinya, ajarkan anak untuk tidak membantah dengan cara yang kasar, tetapi harus didiskusikan atau kompromi agar perbedaan pendapat ini bisa dijembatani dan tidak hancur hanya karena saling membantah.
“Jelaskan kepada anak bahwa perbedaan itu untuk dicari jalan tengahnya, bukan untuk membantah orangtua dan bukan juga sebagai alasan orangtua untuk marah kepada anak,” ungkapnya.
...Jelaskan kepada anak bahwa perbedaan itu untuk dicari jalan tengahnya, bukan untuk membantah orangtua dan bukan juga sebagai alasan orangtua untuk marah kepada anak...
Membantah memang sesuatu yang alamiah dan normal. Namun apabila anak sering membantah dan tetap membantah jika diingatkan, maka orangtua harus mewaspadainya sebagai salah satu permasalahan dalam perkembangan anak.
Seperti halnya saat anak mau bermain komputer di malam hari yang seharusnya waktu tersebut digunakan anak untuk belajar, dalam hal ini sebaiknya orangtua tidak langsung melarang karena pasti akan terjadi perbedaan pendapat dan anak membantah. Jadi, cobalah bernegosiasi dengan anak dan jelaskan bahwa anak boleh bermain dengan syarat setelah belajar dan waktu yang telah ditentukan.
Nah, apabila anak tetap melanggar, orangtua dan anak juga sudah memiliki aturan apa konsekuensi yang akan diperoleh anak, seperti tidak ada lagi jam malam bermain komputer.
Menurut teori perkembangan psikososial yang dikeluarkan oleh Erik Erikson, seorang psikolog Jerman yang terkenal dengan teori tentang delapan tahap perkembangan pada manusia, anak yang suka membantah memang sudah biasa dan akan terjadi. Dalam teori ini, dirinya mengemukakan beberapa tahap dan pada 2 tahapannya, anak akan mengalami yaitu tahap otonomi versus rasa malu dan ragu serta tahap inisiatif versus rasa bersalah.
...Erik Erikson, seorang psikolog Jerman yang terkenal dengan teori tentang delapan tahap perkembangan pada manusia, anak yang suka membantah memang sudah biasa dan akan terjadi...
Pada tahap otonomi versus rasa malu dan ragu, si kecil sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tumbuh kembangnya termasuk melatih motorik kasar dan halus. Sebaliknya, perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu dilindungi atau tidak diberikan kemandirian atau kebebasan dan menuntut tinggi harapan anak yang menyebabkan anak doyan membantah.
Sementara tahap inisiatif versus rasa bersalah adalah tahap si kecil akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktivitasnya melalui kemampuan indranya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya. “Masa tersebut adalah alamiah terjadi,” tandas Erik. Tingkah polah si kecil yang tidak mau dilarang ini cukup beralasan dan sangat wajar.
Si kecil mencoba menumbuhkan self concept- nya. Konsep di mana si kecil membentuk sendiri sikapnya dan merupakan hasil dari proses penggabungan dari kedua tahapan masa dari teori tersebut, yang akhirnya menjadi tingkah polah.
...Anak yang selalu menurut pada orangtua, juga tidak sepenuhnya baik, karena akan berdampak negatif pada perkembangan tingkah lakunya...
Sementara pada anak yang selalu menurut pada orangtua, juga tidak sepenuhnya baik, karena akan berdampak negatif pada perkembangan tingkah lakunya. Seperti tidak bisa mengambil keputusan sendiri karena setiap pada tindakannya ditentukan orangtua.
“Selama larangan itu dapat diberlakukan dengan sebuah alasan yang masuk akal bagi kebanyakan anak, maka jelaskan dengan cara yang baik agar anak tidak hobi membantah,” kembali dituturkan Verauli. (sydh/sindo)