Cemburu yang syar’i? Hmm.. ada gak ya? Cemburu apalagi pada diri perempuan biasanya tidak produktif dan tak logis. Cemburu buta, namanya. Tapi bila cemburu bisa dikelola dengan baik dan yang mengelola adalah muslimah shalihah, maka cemburu ini bisa menjadi lampu kuning bagi yang dicemburui (suami) agar langkahnya tidak kebablasan.
Cemburu bukan asal cemburu. Cemburu yang syar’i adalah rasa yang hadir ketika suami terlihat mulai menduakan hati. Bukan pada istri tapi menduakan Ilahi? Emang ada? Ketika suami tetap asyik di depan computer padahal azan sudah berkumandang, istri harus mulai cemburu. Ketika jadwal ngaji tiba suami masih saja belum siap-siap, istri juga harus pasang muka mulai cemburu. Begitu juga ketika kewajiban dakwah harus ditunaikan tapi suami mulai ogah-ogahan, cemburu pun harus segera diberi tempat.
Sebagai istri, kita tak rela bila tujuan utama cinta yaitu Allah SWT diduakan. Bukan diduakan dalam makna sesembahan tapi diduakan ketika prioritas yang wajib tapi malah dinomorduakan. Nah, ini tugas istri untuk bukan sekadar mengingatkan tapi harus cemburu. Bila yang dicemburui masih juga gak nyadar, maka cemburu ini harus diungkapkan. Jangan memakai trik cemburu buta, karena laki-laki (suami) seringkali tak paham dengan makna cemburu yang diungkapkan dalam sikap oleh si istri.
....Cemburu antara suami dan istri harus ada, tapi cemburu yang produktif karena alasan syar’i dan bukan sekadar berdasar perasaan saja....
Itu dalam hal kewajiban. Bagaimana dengan cemburu ketika mengetahui suami mulai ‘menyerempet’ sesuatu yang berbau maksiat? Misalnya saja dalam hal interaksi dengan lawan jenis. Bukan niat hati untuk bermaksiat, tapi ada kalanya manusia lupa batas syariat ketika hatinya sudah tersentuh. Ada wanita yang ditinggal mati suaminya, anaknya banyak, dan suami berniat membantu. Tapi seharusnya bukan suami yang datang memberi santunan pada sang janda tersebut. Alangkah lebih makruf apabila si istri yang mengantarkan sumbangan agar tidak timbul fitnah. Bila suami lalai, maka istri berhak dan wajib untuk cemburu agar batas syar'i dak dilanggar.
Begitu juga niat suami untuk membantu anak yatim putri yang beranjak remaja. Biar istri yang mengurusi dan suami support dana yang diperlukan. Begitu juga dalam hal-hal lain yang yang sekiranya ada sikap dan perilaku suami yang patut dicemburui karena alasan syar’i. Jangan sampai kita menjadi istri yang acuh tak acuh atau terlalu percaya sehingga kehilangan kewaspadaan terhadap suami. Seshalih apa pun suami, toh ia adalah manusia biasa yang tak lepas dari khilaf dan dosa. Menjadi kewajiban istri untuk mencemburui dan mengingatkan agar suami segera kembali ke rel yang benar. Begitu juga ketika istri mulai khilaf, maka suami pun patut untuk cemburu.
....Cemburu suami-istri yang syar'i ini harus dipelihara karena bisa menjaga keharmonisan pernikahan agar tetap di jalan syariat....
Misalnya saja istri tidak mau menutup aurat. Suami wajib cemburu karena itu artinya istri merelakan keindahan tubuhnya menjadi santapan mata-mata yang tak berhak untuk memandangnya. Suami harus segera bertindak dan tidak membiarkan istrinya keluar rumah tanpa menutup aurat. Dan masih banyak lagi hal-hal yang harus membuat suami cemburu yaitu utamanya ketika istri mulai melupakan kewajiban baik sebagai muslimah secara umum atau sebagai istri dan ibu secara khusus.
Jadi, cemburu antara suami dan istri memang harus ada. Cemburu yang produktif adalah cemburu karena alasan syar’i dan bukan sekadar berdasar perasaan saja. Cemburu jenis ini memang harus dipelihara karena bisa menjaga keharmonisan pernikahan agar tetap di jalan syariat. Selamat cemburu syar’i kepada pasangan. [riafariana/voa-islam.com]