Ketika semua orang sibuk dengan pekerjaan, perbaikan diri dan hari- hari mereka, ada sekumpulan manusia yang justru menyibukkan diri dengan sebuah kegiatan yang membuang waktu sia- sia. Tak jarang, hal itu justru menjadi gaya hidup yang menunjang kemewahan hari- hari mereka. Kegiatan itu adalah tentang hidup orang lain dengan segala pernak- pernik aibnya yang dengan leluasa dibicarakan dengan sama sekali tanpa rasa bersalah. Hal itu adalah untuk sekedar hiburan.
Ya, hanya sekedar hiburan tanpa hajat yang penting dan untuk membunuh waktu atau untuk melegakan jalan mereka ketika mereka harus masuk dalam suatu komunitas. Bahkan, kegiatan bergaya hidup modern tersebut, terkadang membawa mereka melewati batas norma dan logika kebenaran yang disanjung- sanjungnya sediri. Konsekuensi dosa tidak lagi masalah, dan bahkan sangat remeh walau hanya sekedar mampir dipikirannya.
Mungkin banyak dari mereka yang merasa masalah hidup dan dirinya sudah sangat selesai dan rapi sehingga dia merasa perlu membicarakan aib orang lain dan menjadi hakim atas takdir orang lain, celakanya tindakan itu sangat pula membahagiakannya. Hee.. kasihan sekali. Mereka bahkan tidak sadar bahwa masalah sebenarnya dalam hidupnya sendiri sedang melingkupinya yaitu kesepian dan butuh hiburan. Maka tolonglah para manusia ini. Manusia yang tidak menyadari kerugiannya, bahwa pahala mereka mungkin juga telah berpindah untuk saudaranya yang habis- habisan digunjingnya, dan kepastian dosa telah menjadi hak patennya jika saudara tersebut tidak memaafkan atas pergunjingan yang telah dilakukan.
Maka tolonglah para manusia ini, mungkin sejenak batin mereka lupa untuk berpikir tentang, siapa yang bisa menjamin, jika orang yang dibicarakan adalah ternyata lebih mulia disisi Allah dibandingkan diri mereka sendiri.
Masya Allah, benar-benar hati yang bebas dari penyakit hanyalah dimiliki oleh orang-orang yang sholeh. Hati dan pikirannya senantiasa tidak membiarkan salah satu anggotanya, yaitu lidah dan mulut untuk justru menjadi sarang dan sumber dari sebuah kerugian fatal atas kepemilikan kemuliaan hidup.
Maka tolonglah para manusia penggunjing itu, katakan kepada mereka jika ada orang lain yang lebih tua dari kita adalah lebih baik mendidik hati dengan menyampaikan bahwa "Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal sholih dari kita, maka dia lebih baik dari kita." Dan jika ada orang lainnya yang lebih muda dari kita, "Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku."
Maka tolonglah para manusia penggunjing itu, karena merelakan diri mereka untuk mengkonsumsi bangkai yang jelas- jelas menjijikkan bagi manusia normal. Belum lagi konsekwensi kehinaan yang akan disandangnya akibat terus dilakukannya hobi yang sama sekali tidak mendidik itu.
Allah Subhanahu Wata`ala berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 12, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."
Dan masih... jika sebagian dari mereka tetap berkilah, bahwa mereka tidak membicarakan kesalahan melainkan hanya kebenaran yang pasti nyata telah menjadi aib orang lain.
Sejenak ingatkan kembali, tentang sabda Rasul mulia:
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya, "Tahukah kamu, apa itu ghibah?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai." Seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti)." ( HR. Muslim)
Ghibah dan menfitnah (menuduh tanpa bukti) sama dua keharaman. Ketika sudah tersampaikan aturan dari sang Maha memiliki kebenaran tersebut, apakah masih pilihan mereka tertuju kepada nafsu untuk sebuah pembelaan dan tetap menganggap diri sebagai benar adanya?
Orang- orang yang menghindarkan diri dari melongok kekurangan orang lain, adalah orang yang insyaAllah mudah betindak tulus atas apapun yang dia lakukan. Betapa tidak, godaan untuk sebuah keasyikan menggunjing adalah sangat berat dan itupun berhasil dilampauinya. Dengan kata lain, dia memperlakukan orang lain seperti dia memperlakukan dirinya sendiri. Dalam hatinya, dia merasa bahwa akan sama keberatan dan sakit hati jika dia sendiri berdiri pada posisi orang yang tersakiti dengan pergunjingan,maka dari itu dia menghindarkan lidahnya dari menyakiti sesamanya.
Orang- orang bijak berkata bahwa menggunjing adalah ladang orang- orang yang terhina dan berpenyakit hatinya. Tidak ada salahnya jika hal itu berkali- kali kita katakan kepada diri dan saudara kita, mengingat jatah waktu dan kesempatan bernafas pasti akan ada titik akhirnya. Dan kesemuanya itu semoga tidak akan sia- sia, karena hidup tidak ada kesempatan kedua. hanya satu kali, dan sekali saja, maka jangan sampai salah melangkah dan salah menentukan proses penghabisan usia. Sudah cukup payah kita disibukkan dengan kekurangan diri dan aib sendiri, maka tak ada guna menghibur hati dengan sebuah kealpaan orang lain. mungkin ada baiknya jika hal itu dimulai sekarang juga, karena siapa yang bakal tahu akhir hidup itu akan diberlakukan kapan. Pastinya sebagai manusia berakal, kita tidak mau menghadapa sang maha kuasa, Allah azza wa jalla dengan penuh rasa malu karena dosa.
(Syahidah/Voa-islam.com)