Karena berbagai alasan, sebagian perempuan yang sedang datang bulan jarang mengganti pembalutnya. Selain karena merasa volume darahnya tidak terlalu banyak, lupa dan malas sering menjadi alasan untuk tidak mengganti pembalut hingga terasa tidak nyaman.
Kecenderungan ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi seorang dokter pemerhati kesehatan reproduksi, dr Ryan Thamrin. Dokter muda ini mengatakan, frekuensi ganti pembalut tidak haya ditentukan oleh volume darah menstruasi.
"Kalau bicara standar, sebaiknya tiap 2-4 jam ganti pembalut. Meski darahnya sedikit, kan juga ada keringat karena saat menstruasi juga tetap beraktivitas," kata dr Ryan di sela-sela konferensi pers Shine with Charm di STIE Perbanas, Kuningan. Cairan yang tertampung di pembalut, baik berupa darah maupun keringat akan menciptakan kelembaban yang sangat disukai oleh kuman. Selain bisa memicu iritasi, kelembaban di daerah kewanitaan juga bisa memicu infeksi terutama jamur candida penyebab keputihan.
Jamur maupun bakteri memang tidak serta merta datang dalam hitungan jam selama pembalut tidak diganti. Kuman-kuman itu biasanya sudah ada di daerah kewanitaan, namun berada dalam masa inkubasi dan baru aktif ketika ada pemicunya antara lain lingkungan yang lembab.
Frekuensi ganti pembalut sebanyak 2-4 jam sekali tidak bersifat mutlak, tetapi bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Makin aktif beraktivitas dan makin ketat pakaian dalam yang dikenakan, frekuensinya bisa makin ditingkatkan karena kelembabannya tentu akan lebih tinggi.
Anjuran dr. Ryan juga berlaku untuk panty liner, yakni bantalan khusus untuk menyerap kelembaban saat tidak sedang menstruasi. Meski fungsinya menyerap kelembaban, panty liner juga harus sering-sering diganti biar tidak memicu infeksi atau iritasi.
Sedangkan untuk mengurangi kelembaban, dr Ryan menganjurkan agar tidak menggunakan celana atau pakaian dalam terlalu ketat. Makin ketat pakaiannya, makin buruk sirkulasi udaranya sehingga daerah intim kewanitaan jadi lebih mudah berkeringat.
(sydh/dtc)