View Full Version
Selasa, 07 Aug 2012

Indahnya Jiwa Melayani

Ini adalah tentang sebuah sudut pandang yang bisa memperbaiki diri dan rejeki kita dalam semua hal. Namun ini bukan tentang penampilan, harta, kepandaian ataupun hal- hal duniawi yang biasa membawa kita pada area iri dengan sesama, melainkan sebuah hal yang sangat jauh lebih berharga. Ini hanyalah yang hanya dimiliki oleh para pribadi yang terpilih dan yang dipilih langsung oleh Allah Subhanahu Wata'ala. Ini adalah tentang kepemilikan sebuah jiwa yang dengan ikhlas untuk melayani.

Jiwa itu terlihat sangat indah. Karena ketika kita bersungguh- sungguh melayani, maka kita akan selalu mempersembahkan yang terbaik yang kita miliki, dengan ikhlas tanpa ada tekanan. Tidak ada hal yang kemudian muncul menjadi episode selanjutnya, selain ternampakkannya keindahan diri kita yang sebenarnya. Dan hal itu pastilah disepakati oleh siapapun terutama oleh orang- orang yang terbahagiakan oleh pelayanan kita.

Seorang istri yang mendidik dirinya sebagai seorang "pelayan" keluarga, maka bukan berarti dia harus mensetting hati, pikiran dan fisiknya untuk melanggengkan  budaya "perbudakan" dalam keluarga. Namun justru disanalah letak kemuliaannya. Manusia ajaib mana yang begitu pandai mendidik dirinya dan menggunakan kesempatan hidup yang hanya sekali itu, justru untuk membahagiakan dan bukan mencari atau meminta dibahagiakan? Semua hanya akan dimiliki oleh para wanita tersebut, yang memiliki jiwa melayani.

Ketika seorang suami bersedia menjadi "pelayan" atas keluarganya, maka betapapun dia lelah dalam aktivitas mencari nafkah, tapi yang ada hanyalah kesyukuran ketika melihat kebahagiaan keluarga atas kebutuhan mereka yang tercukupi. Pertanyaannya, adakah keindahan yang lebih mendamaikan selain kepemilikan atas properti hati yang seperti ini?

Sungguh dengan melayani, sebenarnya adalah membesarkan diri kita sendiri melebihi sebuah konotasi negatif dari seorang pelayan itu sendiri. Betapa nikmat jika kita benar- benar dibutuhkan oleh sesama, dan itulah bukti nyata ketidak sia- siaan kehadiran dan penciptaan Allah atas kita di dunia ini.

Maka bersyukurlah bagi siapapun yang diluaskan hatinya oleh Allah untuk bisa dengan senang hati dan ikhlas melayani. Karena jiwa seorang pelayan, adalah begitu besar dan lebih mendamaikan jika dibandingkan dengan yang lain. Betapa tidak, bahkan semua "pelayan" itu tidak lantas bisa mengubah orang yang dia layani untuk menjadi baik kecuali dengan ijin Allah, dan atau menuntut mereka memberikan timbal balik yang sama baiknya dengan yang telah mereka berikan.

Namun tetap saja, jiwa seorang yang melayani bukanlah menjadi penuntut namun hanya istiqomah berbuat dan memberikan kebaikan. Maka, untuk Kecantikan itu, perhitungan atas upah yang diterimanya tidak akan dapat terbeli dan terbalas kecuali hanya dengan surga dan ridho Allah yang maha mulia.

Dan tak jarang, di hati para manusia yang terbahagiakan dengan adanya para pemilik kebesaran jiwa tersebut. Para manusia juga berucap syukur atas adanya mereka, atas adanya pelayanan dan kemudahan yang selalu mereka bawa. Bahkan ketidakhadirannya, bisa menjadikan kekosongan bagi yang biasa termudahkan dengan adanya mereka. Subhanallah, apalah yang lebih membahagiakan selain menjadi manusia yang hidup sekali saja namun begitu sangat bermanfaat dan menebar kebahagiaan bagi sesama?

Ternyata, jiwa melayani adalah jiwa yang sangat powerful. Walau mata biasa melihat kerendahan didalamnya, namun kekuatan itu sesungguhnya nyata dan tiada batas. Dia melekukkan jiwa yang keras dengan kelembutan, dan dia mematahkan argumen yang kasar dengan sebuah praktek nyata. Jiwa melayani benar- benar membuktikan bahwa setinggi- tingginya derajat adalah kemanfaatan kita bagi siapapun yang membutuhkan kita.

Jiwa melayani itu mulia, dia mengerti dengan baik sabda Rasulullah bahwa "Tidaklah seseorang diantara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri.”

Seperti kita ketahui bahwa semua manusia ingin jika dia menjadi orang yang paling utama dalam segala hal. Maka jiwa orang yang ikhlas dalam melayani akan sangat mengerti bahwa dia tidak akan menjadi pribadi yang kalah atau ternomor duakan dalam hal keutamaannya, jika dia melayani. Dia juga tak akan terhenti dengan pemikiran bahwa sekarang jaman semakin susah,mengurus diri sendiri saja sudah susah, lalu bagaimana mungkin mau mengutamakan orang lain.

Semua karena jiwa yang dengan ikhlas mau melayani itu mandiri. Dia berlepas diri dari pujian dan balasan yang baik dari manusia. Betapapun yang diterima baik atau buruk dari manusia, namun ketinggian kelasnya justru menghentikannya untuk membalas atau meminta balasan yang serupa. Dia tahu betapa mahalnya harga sebuah pelayanan. Maka, hanyalah Allah yang pantas untuk langsung memberinya imbalan atas semua yang telah dia lakukan. Dan itulah sebaik- baik balasan.

 

(Syahidah/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version