Saat nanti kita menjadi ibu, berkasih sayanglah kepada anak-anak kita seperti diteladankan oleh Ummu Hani' binti Abu Thalib. Beliau begitu mengerti tentang agungnya hak seorang suami, sekaligus hak anak-anaknya. Maka ketika beliau telah berpisah dari suaminya karena keimanan, dan kemudian Rasulullah SAW meminangnya, namun dengan halus Ummu Hani menolak. Beliau berkata, “Sesungguhnya aku ini seorang ibu dari anak-anak yang membutuhkan perhatian yang menyita banyak waktu. Sementara aku mengetahui betapa besar hak suami. Aku khawatir tidak akan mampu untuk menunaikan hak-hak suami.” Mendengar hal itu, Rasulullah SAW pun akhirnya mengurungkan niatnya. Beliau mengatakan, “Sebaik-baik wanita penunggang unta adalah wanita Quraisy, sangat penyayang terhadap anak-anaknya.” Subhanallah, sang ibu rela berkorban, bahkan untuk tidak menjadi Ummul Mu'minin sekalipun demi memelihara anak-anaknya.
Saat nanti kita menjadi ibu, semoga Al-Khansa binti 'Amru bisa menjadi contoh teladan bagi kita. Seorang ibu yang ikhlas karena Allah menguatkan hati anak- anaknya untuk tetap teguh di jalan tauhid. Beliau bahkan bergembira saat harus kehilangan keempat putranya karena syahid. Semangatnya sebagai seorang ibu, menjadi penguat jiwa anak- anaknya untuk membela agama Allah. Keteguhannya dalam iman, mengalahkan perasaan kewanitaannya yang secara manusiawi sangat ingin selalu bersama anak- anaknya. Namun begitulah, bukan dunia yang beliau harapkan, tapi kampung akheratlah yang menjadi tujuan.
Saat nanti kita menjadi ibu, milikilah iman dan jiwa seperti Asma’ binti Abu Bakar. Kalimat mulia yang diucapkan untuk anak- anaknya, bahkan terkenang abadi sampai sekarang, “Isy kariman au mut syahiidan! (Hiduplah mulia, atau mati syahid!),”. Kalimat itulah yang menghidupkan semangat sang anak tercinta Ibnu Zubair, untuk mempertahankan keimanan dan kemuliaan Islam, sampai akhirnya syahid pun di raihnya.
Saat nanti kita menjadi ibu, ucapkanlah untaian doa- doa mulia untuk anak- anak kita seperti yang dilakukan oleh Ummu Habibah. Beliau tiada henti selalu berdoa kepada Allah demi kemuliaan anak- anaknya. Sampai akhirnya sang anak berusia 14 tahun, dan mengutarakan niatnya untuk mencari ilmu, beliau memanjatkan berdoa, “Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna, amin!”. Subhanallah, Allahpun mendengar pengharapan mulia dari ketulusan doa seorang ibu. Allah SWT kemudian memuliakan sang putra dengan ketinggian ilmu serta kebesaran namanya yang akan dikenang sepanjang sejarah. Putra beliau tersebut adalah Imam Syafi'i.
Saat nanti kita menjadi ibu, maka pastikan bahwa kita bersyukur dan sangat berbahagia dengan kehadiran putra kita, seperti Ummu Abdi binti Abdi Wud. Beliau begitu bangga dengan sang putra yang memasuki usia remaja, Abdullah bin Masâ'ud, yang memperlihatkan memar di wajahnya karena berani membacakan beberapa ayat dari surat Ar Rahman di hadapan para pembesar Quraysy yang sangat membenci ajaran Rasulullah SAW. Beliaupun juga dengan rela membuka hatinya untuk berislam, dan menanggalkan kepercayaan jahiliyahnya. Bahkan setelah itu, beliau beristiqomah dalam islam dan tak henti- hentinya bersyukur karena sang anak telah membelanya di kehidupan dunia dan menyelamatkan kehidupannya kelak di akhirat.
(Syahidah/voa-islam.com)