JAKARTA (voa-islam.com) – Orang kaya tidak berkurban sungguh terlalu, tapi pemulung yang hidup miskin dengan penghasilan tak menentu dan bisa berqurban, itu membuat siapapun takjub. Nenek Sahati Wati (67), warga Kampung Kutalebak, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, Jawa Barat, selama tujuh tahun, menabung untuk bisa berkurban.
Sejak kecil, Nenek Wati sudah harus ikut uwak atau kakak orangtuanya, setelah bapak dan ibunya meninggal.Pernah bekerja menjadi pembantu rumah tangga saat muda, dan kini Sahati yang tinggal sebatang kara harus menghidupi diri dengan menjadi pemulung. Sehari-hari dia mengumpulkan botol bekas, untuk dijual setelah dibersihkan.
Dari penghasilan yang seadanya itu, Sahati menyisihkan sebagian di antaranya untuk mewujudkan keinginannya berkurban. "Ga tentu dapatnya. Nabungnya juga ga tentu. Kadang (dapatnya) Rp 5.000, kadang Rp 6.000, berapa aja dapatnya, paling banyak Rp 12.000," ujar dia.
Sahati mengaku, dia menabung pun tak bisa setiap hari. "Kadang dua dua kali, kadang tiga kali seminggu. Ga tentu," ujar dia. Sahati menyimpan setiap sisihan pendapatannya itu di bawah bantal, dalam sebuah amplop. Bila uang di bawah bantalnya sudah mencapai jumlah tertentu, Sahati menitipkan uang itu pada tetangannya, dengan alasan keamanan.
Tahun ini seluruh jerih payahnya membuahkan hasil. Seekor kambing seharga Rp 2 juta bisa dia beli, sebagai kurban di Idul Adha 1434 H. Kisah ini menjadi pembelajaran dan inspirasi untuk masyarakat.
Menurut Ketua RT di Kutalebak, Yeyet Mulyati, Sahati membeli kambing seharga Rp2 juta untuk dipotong di Hari Raya Idul Adha tahun ini. Uang tersebut merupakan tabungan yang disisihkan Sahati dari hasil jual botol bekas.
“Per satu pekan, Sahati bisa menyisihkan Rp 8.000 hingga Rp12 ribu dari hasil penjualan botol bekasnya. Jika uang yang dikumpulkan di bantal sudah mencapai Rp100 ribu hingga Rp200 ribu, Sahati sering menitipkan uangnya kepada Yeyet.”
Tak ayal, kata Yeyet, warga di sekitar kerukunan yang ia pimpin bangga dan kagum terhadap Sahati. Usia tua dan penghasilan yang pas-pasan, ternyata tidak menghalangi Sahati untuk berkurban.
Kisah Pemulung yang berkurban Tahun lalu, Mak Yati dan Maman
Pemulung sebelumnya, Mak Yati dan suaminya, Maman, membeli hewan kurban berupa dua ekor kambing saat Idul Adha lalu dengan tabungan pribadi yang mereka kumpulkan selama tiga tahun. Pasangan yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung tersebut direncanakan akan menunaikan ibadah haji.
Adalah Reiner Daulay yang menjadi koordinator pengumpulan sumbangan untuk Mak Yati dan Maman
Reiner mengungkapkan, niat memberangkatkan haji Mak Yati dan suami langsung tercetus tak lama setelah mengetahui kisah Mak Yati. Setelah memastikan kisah tersebut benar adanya, ia langsung mengajak teman-temannya untuk membantu Mak Yati berangkat naik haji.
"Saya tersentuh dengan kisahnya apalagi dengan kondisi kehidupannya yang sulit. Selama tiga tahun menabung untuk membeli hewan kurban padahal untuk makan sehari-hari saja sudah sulit," katanya.
Mak Yati, pemulung yang berkurban dua ekor kambing saat Idul Adha kemarin, diganjar rezeki puluhan kali lipat. Mak Yati diberi uang, biaya naik haji bahkan dibuatkan sebuah rumah di Pasuruan, Jawa Timur.
Sapi Kurban Tukang Becak Diarak Sebelum Disembelih
Hari Raya Idul Adha tahun ini terasa istimewa bagi Bambang, seorang tukang becak asal Pasuruan, Jawa Timur. Bagaimana tidak, setelah menabung hampir 10 tahun, Bambang akhirnya bisa berkurban seekor sapi senilai belasan juta rupiah.Kampung Pucangan mengarak sapi kurban milik seorang tukang becak bernama Bambang. Sapi yang dibeli dari hasil menabung selama lebih dari lima tahun itu, diarak dari Pos Kamling di ujung kampung menuju lokasi penyembelihan di Masjid Al-Ikhlas.
Bambang (51) yang mengenakan kopiah pagi itu, tampak bahagia. Selama perjalanan menuju masjid, senyumnya terus berkembang, sambil memegang tali yang mengikat pada leher sapi miliknya.
"Alhamdulillah, senang bisa berkurban sapi, Alhamdulillah, " kata Bambang saat ditanya bagaimana perasaannya pada pagi itu.
Dia berharap tahun depan dia bisa berkurban lagi. "Kalau ada uang ya besok beli lagi," kata ayah satu orang anak ini, dengan polos.
Sementara itu, menurut Takmir Masjid Al-Ikhlas, NurSalim Jamil, arak-arakan hewan kurban tersebut merupakan bagian dari syiar Islam, dalam pelaksanaan hari raya kurban 1434 Hijriyah.
"Ini merupakan salah satu Syiar Islam. Supaya anak-anak kita tahu, jika hari ini adalah hari raya kurban," kata Jami.
Subhanallahu, kurban tak hanya berkorban uang, tapi atas panggilan iman kepada Allah
[desastian/dbs]