Sahabat Keluarga Voa Islam,
Hasil survei yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) baru-baru ini mengungkapkan bahwa sebanyak 62,7 persen siswi SMP sudah pernah melakukan hubukan seks pra-nikah, alias tidak perawan. Sementara 21,2 persen dari para siswi SMP tersebut mengaku pernah melakukan aborsi ilegal. Data tersebut diperoleh berdasarkan survei oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) yang dikumpulkan dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kotabesar. 97% remaja SMP dan SMA mengaku pernah menonton film porno, dan 93,7% dari para remaja itu mengaku pernah melakukan berbagai macam adegan intim.
Pernah terjadi juga peristiwa tentang video mesum yang dibuat anak-anak SMP yang menjadi pelaku dan disutradarai oleh teman-teman sendiri di sekolah, ketika sekolah sepi karena sedang berlangsung sholat jum’at. Belum lama terjadi juga seorang putra artis terkenal ketika mengantarkan teman wanitanya, menabrak mobil dan menewaskan 6 orang, padahal masih umur 13 tahun dan di dini hari pada pukul 01.45 WIB. Juga kejadian pembunuhan dilakukan olah anak-anak yang masih duduk di SMP dan SMA.
Jika kita ke warnet kebanyakan anak-anak SD, SMP , SMA bahkan mahasiswa menghabiskan waktunya untuk main game online atau PS, tak kenal waktu. Jarang sekali ditemukan mereka browsing atau buka situs-situs ilmiah yang bisa menambah wawasan keilmuan, justru sebaliknya membuka situs-situs yang merusak otak. Disini terlihat ketidakpedulian dari para orang tua yang seharusnya mengawasi dan menjaga mereka sebagai amanah dari Alloh. Bahkan banyak orang tua yang tidak bijaksana dengan memberikan kepada anak-anaknya gagdet mahal dan canggih yang seharusnya tidak perlu. Sehingga banyak anak yang waktunya habis untuk membuka face book atau game, berbeda di negara jepang banyak yang membaca buku ketika naik kereta tetapi di Indonesia umumnya bermain hp.
Menurut survey Gramedia, Apa hadiah yang diharapkan anak-anak ketika naik kelas? ternyata 35% bilang ingin dapat handphone/ smartphone terbaru. Tidak heran, karena 40% anak-anak memang sudah memiliki handphone sendiri. Dari sekian banyak anak yang memiliki handphone, 51% memilih sendiri produk handphone yang diinginkannya.
Bukan cuma memilih produk handphone sendiri, 67% anak-anak juga memilih merk SIMCARD sendiri. Dan, 60% anak-anak mengisi pulsa setiap minggu di tempat pengisian pulsa. Masih soal gadget, ternyata antusiasme anak-anak untuk memiliki gadget salah satunya disebabkan karena 40% anak-anak Indonesia saat ini adalah active internet user.
Anak-anak menggunakan internet untuk: 63% eksis di Facebook, 9 % eksis di Twitter, dan 19 % main game. Teman dan kakak adalah orang yang paling banyak mengajari anak-anak untuk membuat akun Facebook dan Twitter. Selain update status, sebanyak 42% anak-anak juga memiliki kebiasaan main game di Facebook.
Selain untuk kebutuhan eksis di social media dan main game, 88% anak-anak suka memutar musik di handphone-nya, lalu 85% anak-anak mengaku senang menggunakan gadget-nya untuk memotret. Sebanyak 67% anak-anak akan mengunggah foto hasil jepretannya di Facebook.
Jika mereka tidak punya gadget, orang tua mengalihkan ke hobby yang lain misalnya bola sehingga mereka keranjingan dengan semua yang berbau bola. Alhasil pembicaraan dimana-mana hanya seputar club idola, pemain idola bahkan obrolan tersebut sampai terbawa ke masjid. Sehingga terciptalah komunitas pecinta bola yang mengadakan acara nonton bareng berakibat melalaikan qiyamulail dan sholat subuh berjamah. Harusnya orang tua memasukkan anak-anak mereka di klub renang atau beladiri yang membentuk karakter anak menjadi pemberani dan kuat mental atau fisik.
Yang memprihatinkan, berdasarkan data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak menunjukkan selama tahun 2008-2012 jumlah perokok anak dibawah umur 10 tahun di Indonesia mencapai 239.000 orang. Sedangkan jumlah perokok anak antara usia 10-14 tahun mencapai 1,2 juta orang. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak.
Indonesia juga memiliki tingkat perceraian tertinggi di Asia. Jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 200.000 setiap tahun. Menurut Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama di Mahkamah Agung, jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 272.794 pada tahun 2011. Penyebab pisahnya pasangan jika diurutkan tiga besar paling banyak akibat faktor ketidakharmonisan, tidak ada tanggungjawab, dan masalah ekonomi. Sedang untuk 2013 meningkat 4-10 kali lipat. Yang menyedihkan lagi penggugat cerai adalah istri, tentunya kebanyakan keluarga Islam.
Melihat permasalahan di Indonesia, inilah bentuk nyata dari profil keluarga, anak-anak dan pemuda Indonesia, inilah adalah refleksi dari kebobrokan akhlak masyarakat Indonesia. Ketidakharmonisan yang terjadi adalah karena tidak adanya kesatuan visi dan misi antar pasangan hidup, yaitu visi berkeluarga. Makanya tidak salah jika Sayid Qutub dalam tafsir Fizalil Qur’an menulis, “Oleh karena itu perkara membangun keluarga adalah lebih besar dari pada membangun negara.
Tanggung jawab Orang tua
Sayangnya dari para orang tua belum paham betul bahwa orang-orang kafir yahudi dan nasrani senantiasa mengadakan perang pemikiran terhadap umat islam agar mereka dijauhkan dari Al-Qur’an. Atau dari kita ingin meniru gaya hidup dari orang-orang kafir karena Allah lewat lesan Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh kamu benar-benar akan mengikuti cara hidup orang-orang sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehingga seandainya mereka itu masuk ke lubang biawak, pasti kamu akan mengikuti juga. Para sahabat bertanya; “Apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani? Jawab Rasulullah SAW, siapa lagi kalau bukan mereka (HR Muslim)
Orang-orang kafir juga berusaha agar umat Islam asyik dengan keributan sendiri atau kegiatan yang melalaikan sehingga meninggalkan Al-Qur’an, Allah berfirman
Orang-orang kafir berkata: “Janganlah kalian dengarkan Al-Qur’an ini. Hendaklah kalian buat keributan supaya kalian dapat mengalahkan suara bacaan Al-Qur’an.” Karena itu, sungguh Kami akan menimpakan adzab yang berat kepada orang-orang kafir. Di akhirat Kami akan berikan balasan yang lebih buruk daripada dosa yang mereka lakukan di dunia. Begitulah balasan neraka bagi musuh-musuh Allah. Mereka kekal di dalam neraka, sebagai hukuman atas pengingkaran mereka kepada Al-Qur’an.” (QS. Fusshilat, 41: 26-28)
Tiada seorang pun diantara kita dapat mengklaim dirinya tumbuh di lingkungan Islami. Kita mengakui ini tidak seorang pun memungkirinya, khususnya generasai kita. Pendidikan anak adalah salah satu kewajiban yang paling penting dan paling agung. Namun sayang sekali kaum muslim zaman sekarang kurang memperhatikannya. Seorang ayah berpikiran bahwa tugasnya hanya mencari uang belanja sekaligus mencari rezeki saja.
Dimanakah sekarang orang-orang tua yang membimbing anak mereka belajar agama? Memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah Tahfizd Al-Qur’an? Mengantar anaknya ke pengajian? Membelikan buku-buku dan cd-cd keagamaan? Mengajarkan mengagungan kewajiban agama? Dimanakah sekarang orang-orang tua yang murka dan sangat marah pada anak mereka, jika mendapatinya melalaikan kewajiban-kewajiban agama dan memberikan hadiah bagi anak yang beristiqamah dalam beragama?
Bukankah sekarang kondisinya terbalik? Orang tua bangga bila anak mereka gemilang dalam urusan dunia dan tidak sedih bila terbelakang dalam urusan agama. Mereka semangat untuk mengikutkan anak-anaknya bimbel-bimbel, kursus bahasa asing, agar masuk ke universitas dan sekolah favourite. Dengan asumsi setelah besar nanti anak-anaknya bekerja di tempat yang bergaji besar dan hidup mapan, dan sangat mengesampingkan pendidikan agama. Dan nanti pada akhirnya bisa bekerja di perusahaan-perusahaan asing yang dipunyai orang-orang kafir, yang kebanyakan dari mereka merampok kekayaan negara ini. Yang lebih aneh adalah banyak dari kita belajar islam justru di negeri-negeri kafir dan mengambil ilmu dari profesor-profesor kafir. Sesudah lulus mereka menjadi dosen-dosen yang mengajarkan agama menurut pemahaman orang-orang kafir, maka munculah pluralisme, liberalisme, materialisme dan isme-isme lainnya. Pendidikan ala kafir mampu merubah pola pikir generasi muda kaum muslimin hingga melupakan akar kehidupan agama Islam yang dianutnya. Bahkan bisa dikatakan metode pendidikan yang telah dikemas itu menjadi perpanjangan kaum kafir untuk mencuci otak masyakat muslim. Jadi sungguh ironis muslim dihancurkan sendiri oleh kaum muslim juga.
Maka jangan heran tatkala generasi muda maupun tua kaum muslimin yang telah dilibatkan dalam pendidikan barat tersebut akan tampil beda, dalam tindakan, perilaku, ucapan, sudut pandang bahkan dari segi berpakaian tidak lagi mencerminkan seorang muslim. Bahkan bangga dengan pola pikir kebarat-baratan melebihi orang-orang barat itu sendiri.
Padahal Islam sudah memperingatkan agar menunaikan kewajiban dalam rumah tangga baik yang menyangkut pendidikan, pengarahan maupun peringatan, sehingga mereka dapat menyelamatkan diri mereka dan keluarga mereka dari api neraka. Allah mengancam kepada kita berkaitan dengan pendidikan anak dan memikulkan tanggung jawab kepada orang tua dalam hal kebaikan atau keburukan anak-anak mereka.
“Wahai orang-orang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa neraka. Neraka itu bahan bakarnya adalah manusia dan berhala-berhala (batu). Malaikat yang kekar lagi kasar menjaga neraka. Para malaikat tidak pernah menyalahi perintah yang Allah berikan kepada mereka. Para malaikat senantiasa melaksanakan perintah-Nya (QS At-Tharim [66]6)
Penerapan tugas ini dimulai dari diri sendiri, itu harus memperhatikan dirinya dan meluruskan dengan istiqamah baru kemudian berpindah kepada lingkungan keluarga. Allah berfirman, “Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat (QS Al Syu’araa 26: 214) “Abu Hurairah berkata ketika turun ayat ini.
Rasulullah SAW memanggil orang-orang Quraish, lantas merekapun berkumpul. Beliau menyeru baik secara umum maupun secara khusus. Beliau bersabda,
‘Wahai Bani Ka’ab ibn Lu’aiy, selamatkan jiwa-jiwa kalian dari api neraka. Wahai Bani Murrah ibn Ka’ab, selamatkan jiwa-jiwa kalian dari api neraka, whai Bani Abd Syams, selamatkan jiwa-jiwa kalian dari api neraka, wahai Bani Abd al Muthtahib, selamatkan jiwa-jiwa kalian dari api neraka, wahai Fathimah binti Muhammad, selamatkan jiwa-jiwa kalian dari api neraka. Karena sesungguhnya aku tidak memiliki apapun untuk kalian yang berasal dari Allah.
Dan upaya melindungi diri seorang mukmin dan keluarganya dari api neraka tidak akan berhasil, kecuali dengan cara meninggalkan maksiat, mengerjakan ibadah, serta memper hatikan pelaksanaan ajaran Allah SWT oleh keluarganya dengan cara mengawasi seperti mengawasi dirinya sendiri. Jangan sampai orang tua hanya memperhatikan persoalan-persoalan materi dan dunia anak-anak, dengan mengabaikan nasib mereka di akhirat dan mengabaikan pendidikan mereka berdasarkan nilai-nilai akhlak dan spiritual yang luhur. Jangan hanya memperhatikan agar anak-anak memperoleh ijasah-ijasah yang tinggi demi mencapai masa depan yang gemilang dari segi materi dan meraih kedudukan, posisi dan jabatan, tanpa diiringi perhatian terhadap pendidikan mereka berdasarkan hukum dan jiwa Islam.
Mencontoh Nabi Yakub dan Salafus Sholeh
Kita bisa melihat contoh dari Nabi Yakub saat menjelang kematian, beliau tidak meresahkan bagaimana materi yang ditinggalkan, tetapi apa yang disembah putra-putranya.
Melalui wasiatnya tersebut, kita dapat mengetahui tingkat ketakwaannya. Kita mengetahui bahwa kematian adalah suatu bencana yang akan menghancurkan manusia sehingga karenanya manusia menjadi lupa terhadap namanya dan ia hanya ingat terhadap penderitaan dan kesusahannya, tetapi Nabi Yakub tidak lupa saat ia menjemput kematian untuk berdoa kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
"Adakah hamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: 'Apa yang kamu sembah sepeninggalku?' Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya. " (QS. al-Baqarah: 133)
Peristiwa ini yang terjadi antara Nabi Yakub dan anak-anaknya di saat menjelang kematian adalah peristiwa yang sangat besar. Apakah masalah yang menyibukkan pikirannya di saat sakaratul maut? Apakah pikiran-pikiran yang selalu mengganggunya saat sakaratul maut? Apakah perkara penting yang harus disampaikannya sehingga hatinya menjadi tenang sebelum kematiannya? Apakah warisan yang ingin ditinggalkannya kepada anak-anaknya dan cucu-cucunya? Apakah sesuatu yang ingin disampaikannya sebelum kematiannya yang dapat menjamin keselamatan manusia? Anda akan menemukan jawaban dari semua pertanyaan itu saat beliau bertanya: "Apa yang kalian sembah sepeninggalku?" Pertanyaan itulah yang sangat merisaukan beliau saat menghadapi sakaratul maut. Yaitu masalah keimanan kepada Allah SWT. la adalah masalah satu-satunya dan ia merupakan warisan hakiki. Anak-anak Israil menjawab: "Kami menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu Ibrahim, Ismail, dan Ishak. Yaitu Tuhan yang Maha Esa dan kami akan berserah diri pada-Nya."
Telah terdapat dalil yang kuat yang menunjukkan bahwa mereka diutus untuk menyebarkan Islam. Jika mereka (anak-anak Israil) keluar dari Islam, maka mereka berarti keluar dari rahmat Allah SWT dan jika mereka tetap mempertahankannya, maka mereka akan mendapatkan rahmat. Yakub meninggal dan ia bertanya kepada anak-anaknya tentang Islam, di mana ia merasa tenang atas akidah mereka. Sebelum kematiannya, ia mendapatkan ujian berat berkenaan dengan anaknya Yusuf. Yusuf adalah seorang Nabi seperti Yakub di mana Allah SWT mengutusnya pada penduduk Mesir.
Kenapa anak-anak Nabi Yakub tidak menjawab yang aku sembah adalah Allah? Ini menjadi tanda bahwa mereka sangat mengidolakan ayahnya sebagai seorang dai seorang ulama seorang mujahid. Justru sekarang malah terbalik jika orang tuanya seorang ustadz malah anaknya tidak masuk ke pesantren justru ke sekolah umum.
Abdul Aziz ayah Umar bin Abdul Aziz, memilih Saleh bin Kaisan sebagai guru untuk Umar Abdul Aziz, Saleh pun mendidiknya dengan sebaik-baiknya seperti kepada anaknya sendiri. Ia begitu menjaga dan memperhatikan shalat lima waktunya agar selalu dilakukan di masjid.
Suatu hari, Umar Abdul Aziz telat mengikuti shalat berjamaah. Saleh bin Kaisan bertanya, “Wahai Umar! Apa yang menyibukkanmu.?
Umar Abdul bin Abdul Aziz menjawab, “Wahai, guruku. Alat pengurai rambutku tersangkut dirambutku. Saleh bin Kaisan pun berkata “Sepertinya kamu lebih sibuk mengurus rambut daripada shalat?” Saleh bin Kaisan lalu menulis surat kepada Abdul Aziz untuk menceritakan ketertinggalan Umar shalat berjamaah. Ayah Umar, Abdul Aziz, lalu mengutus seseorang kepadanya. Tanpa banyak bicara, utusan ini langsung menggunduli rambut Umar bin Abdul Aziz. Subhanallah, kisah ini memperlihatkan kepada kita tentang kesungguhan orang tua dahulu dalam mendidik anak-anak mereka untuk taat kepada Allah.
Seorang ulama salaf sering membangunkan anaknya untuk shalat. Orang-orang pun bertanya, “Apakah anda tidak khawatir anakmu akan sakit karena kurang tidur?
Ulama ini menjawab, “Biarkan anakku keletihan didunia, tetapi ia bisa beristirahat panjang di akhirat.
Seorang ibu, membangunkan anaknya di penghujung malam hari. Ia berkata, “Wahai Ibu, aku masih ingin istirahat sebentar.” Ibunya menjawab, “Tidaklah sekali-kali aku membangunkanmu, melainkan untuk kesenanganmu. Wahai anakku, jika engkau masuk surga, barulah engkau senang.
Tugas seorang mukmin adalah menjaga diri, istri dan anak-anak serta anggota keluarganya dari api neraka, maka tidaklah cukup bagi dirinya menjadi seorang yang memiliki komitmen dan bertakwa bila membiarkan anak istrinya berjalan menuju penyimpangan dan kehancuran. Apabila ia tidak menjaga mereka, maka perjalanan nasibnya akan kembali kepada kerugian yang nyata, sebagaimana Allah SWT menggambarkan orang-orang yang merugi dalam firmannya
Wahai Muhammad, katakanlah, “Sesunguhnya orang-orang yang sangat rugi pada hari kiamat adalah orang-orang yang di dunia memenuhi diri dan keluarganya dengan dosa-dosa.” Ketahuilah bahwa kerugian pada hari akhirat itu adalah kerugian yang sebenar-benarnya. Demikian Allah menyampaikan ancaman kepada hamba-hamba-Nya. Wahai Hamba-hamba-Ku, taatlah kalian kepada-Ku (QS Az-Zumar [39]15-16)
Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa pendidikan adalah persoalan yang sangat krusial dan faktor terkuat dalam membentuk kepribadian anak-anak. Rasulullah SAW bersabda, “Tiada seorang manusia pun, kecuali terlahir dalam keadaan fitrah. Lalu orangtuanya menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi.
Lalu Abu Hurairah membaca ayat, “Wahai Muhammad, teguhkanlah hatimu mengikuti Islam sebagai ciptaan Allah, Allah ciptakan manusia sesuai dengan ajaran agama Allah. Tidak ada yang berubah dalam ciptaan Allah. Islam itu adalah agama yang benar. Akan tetapi sebagian besar manusia tidak mau menyadari kebenaran Islam (QS Rum [3]30)
Kewajiban setiap mukmin melindungi dan membentengi dirinya dan keluarganya dari neraka, sebelum kesempatan itu sirna dan sebelum alasan dan uzur itu tidak bermanfaat lagi diutarakan. Jangan seperti orang kafir yang mengemukakan uzur mereka pada saat itu, padahal mereka sedang berdiri menghadapi azab itu. Sehingga, alasan dan uzur mereka tidak diterima lagi dan mereka pun ditimpa oleh keputusasaan.
Wahai orang-orang kafir, pada hari kiamat ini kalian jangan mengemukakan banyak alasan. Kalian hanya akan dibalas sesuai dengan perbuatan yang telah kalian lakukan di dunia dahulu (QS At-Tharim [66]7)
Dalam satu riwayat pada suatu hari Rasulullah SAW bersama kelompok sahabatnya melewati suatu tempat, lalu beliau menyaksikan sekumpulan anak sedang bermain. Sambil memperhatikan mereka,
Rasulullah berkata, “Celakah anak-anak akhir zaman lantaran ayah-ayah mereka.” Para sahabat bertanya, “Apakah karena ayah-ayah yang musrik? Rasulullah menjawab, “Tidak, mereka ayah-ayah mukmin, namun sedikit pun tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban kepada mereka. Apabila anak-anak mereka memperlajarinya maka mereka melarangnya dan mereka senang dengan harta dunia yang hanya sedikit.” Kemudian Rasulullah menampakkan kebencian dan ketidakrelaannya terhadap ayah-ayah semacam mereka maka beliau bersabda, “Aku berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dariku.”
Hadist Rasulullah SAW tadi, mencakup ayah dan ibu yang hanya memperhatikan soal-soal materi dan duniawi anak-anak mereka, tanpa mendahulukan hal-hal yang menyangkut nasib akhirat mereka. Dan orang tua ini tidak mengaitkan diri mereka dengan Rasulullah, risalah dan agamanya, maka Rasulullah pun berlepas diri dari mereka, walaupun secara lahiriah mereka disebut Muslim.
Dalam riwayat lain Rasululllah SAW bersabda, Allah mengutuk orang tua yang membuat anak mereka menjadi durhaka kepada mereka.
Seseorang berkata, tiap pemuda diantara kita tumbuh sesuai kebiasaan yang ditanamkan orangtuanya. Tiada pemuda yang beragama karena kecedasannya tapi karena dibiasakan orangtua.
Wahai orang tua kalian akan ditanya tentang tanggung jwab dan hak-hak pada hari kiamat. Rasulullah SAW bersaba, “Kalian semua adalah penggembala dan akan diminta pertanggungjawaban mengenai gembalannya. Imam adalah penggembala bagi rakyatnya. Suami adalah penggembala bagi keluarganya dan diminta pertanggungjawaban mengenai gembalanya. Pembantu adalah pengembala bagi harta tuannya dan diminta pertanggung jawaban mengenai gembalaannya. Kalian semua adalah penggembala dan diminta pertanggungjawaban mengenai gembalannya.
Sesungguhnya Allah meminta pertanggung jawaban setiap pemimpin atas rakyatnya, apakah dia menjaga atau menelantarkan mereka. Dan meminta pertanggungjawaban suami atas keluarganya.
Beliau mengancam kita jika kita tidak memberikan nasehat dan tidak bersungguh-sungguh dalam menjaga orang yang dititipkan Allah SWT pada kita, “Orang yang dipercaya Allah SWT memimpin rakyat, lalu tidak memberi nasihat kepada mereka, maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga.
Ibnu Qayyim menegaskan, “Orang yang tidak menghiraukan pendidikan hal yang bermanfaat bagi anaknya dan membiarkan anaknya terlantar, telah melakukan kejahatan yang paling keji. Kebanyakan anak berperilaku buruk dikarenakan orang tua yang mengacuhkan mereka, tidak memperhatikan fardhu-fardhu dan sunnah-sunnah agama pada mereka. Orangtua yang menelantarkan anak-anaknya ketika mereka kecil, disaat telah membuat mereka tidak berfaedah bagi diri sendiri bagi seorang tua ketika mereka telah dewasa, ada orang tua mencela ananya yang jahat, lalu anaknya berkata, “Ayah, engkau jahat padaku ketika aku kecil. Maka, aku jahat padamu setelah aku besar, engkau menelantarkanku ketika aku anak-anak, maka akau menalantarkanmu setelah aku dewasa.
Ali berkata, “Ajarkan kebaikan kepada dirimu dan kelurgamu.
Muqtil mengatakan, “Seorang Muslim harus mendidik dirinya dan keluarganya, memerintahkan kebaikan kepada mereka dan melarang mereka melakukan kejahatan.
Syekh Muhammad al-Khidr Husain mengatakan ,”Wahai orang tua, jika engkau melantarkan tanggung jawab pendidikan anak, saya khawatir engkau akan mendapat azab dua kali lipat, pertama, disiksa dengan azab yang pedih karena merusak permata mulia, kedua, mendapat jatah yang besar dari kejahatan yang dilakukan anakmu.
Al-Ghazali mengatakan, “Anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya yang suci adalah permata mentah yang belum diukir atau dibentuk. Dia menerima apa pun yang diukirkan padanya dan menyerap apa pun yang ditanamkan padanya. Jika dia dibiasakan kejahatan dan tidak dihiraukan seperti binatang, maka dia akan sengsara dan binasa dan dosanya ditanggung juga oleh penanggung jawab dan walinya.
Sesungguhnya Islam itu merupakan agama keluarga, oleh karena itu, Islam menetapkan beban tugas dalam keluarganya dan kewajibannya dalam rumah tangganya . Rumah tangga seorang muslim adalah benih kaum muslimin dan ia merupakan sel yang darinya akan terhimpun sel-sel lain sehingga membentuk tubuh yang hidup yaitu masyarakat islami.
Sesungguhnya satu rumah merupakan benteng dari benteng-benteng akidah Islam, oleh karena itu benteng itu harus saling menopang dan mengokohkan dari dalam dirinya sendiri dan harus terjaga dalam jiwanya sendiri. Setiap individu di dalamnya harus menghalau serangan yang mengancamnya sehingga ia tidak dapat dimasuki oleh musuh manapun. Bila tidak demikian, maka akan mudah bagi musuh untuk menyerang dari dalam benteng itu. Sehingga, setiap pengetuk pintu akan mudah masuk dan para penyerang akan leluasa meyerang dan mengancam.
Kewajiban seorang mukmin yang paling utama adalah mengarahkan tentang dakwah kepada rumah tangga dan keluarganya. Sudah merupakan kewajibannya untuk mengaman kan benteng rumah tangganya dari dalam, juga sudah merupakan kewajibannya untuk menghalau segala sumber konflik dan kekacuan di dalamnya sebelum ia bertolak lebih jauh untuk berdakwah keluar dari rumah tangganya. Seorang ayah adalah nakhoda kemana arah tujuan mau diarahkan, dan ibu adalah yang ikut membantunya.
Merupakan keharusan dan kewajiban memiliki ibu rumah tangga yang muslimah, karena seorang ayah yang muslim saja belum mampu mengamankan benteng rumah tangga itu. Jadi, harus ada seorang ayah dan ibu yang melaksanakan dan bangkit untuk mengemban kewajiban dakwah seperti itu, juga dibutuhkan anak-anak untuk ikut serta baik laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, segala usaha orang untuk membentuk masyarakat islami dengan komunitas beberapa laki-laki saja menjadi sia-sia. Pasalnya, wanita-wanita pun harus ikut serta dalam berperan di masyarakat untuk menjaga generasi yang tumbuh. Generasi yang merupakan benih-benih yang akan melanjutkan perjuangan di masa datang dan merupakan wujud hasil dari buah yang dicapai.
Oleh kerena itu, Al-Qur’an itu turun untuk para lelaki dan wanita. Ia mengatur rumah tangga dan meluruskannya untuk mengemban manhaj yang islami. Al-Qur’an membebankan kepada orang-orang yang beriman tanggung jawab keluarganya sebagaimana ia pun membebankan kepada mereka tanggung jawab atas diri mereka sendiri
Inilah perkara yang harus disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap dai yang berdakwah kepada islam. Sesunguhnya usaha pertama yang harus diarahkan adalah kepada istri, anak-anak dan keluarga secara umum. Perhatian yang cukup harus ditujukan dalam membina wanita-wanita muslimah untuk menciptakan rumah tangga yang islami. Setiap laki-laki yang ingin mendirikan rumah tangga yang islami agar mencari dulu wanita yang muslimah. Seorang laki-laki harus tahu tentang fiqih nikah, dan manajemen keluarga. Karena, bila tidak demikian, maka dia akan terlambat sangat lama dalam membina masyarakat yang islami. Dan bangunan masyarakat pun akan selalu digerogoti oleh kekacuan dan gangguan.
Dalam komunitas masyakat muslim pertama, segala urusan lebih mudah daripada dalam komunitas kita pada saat ini. Masyarakat muslim telah terbentuk di Madinah yang didominasi oleh ajaran Islam. Islam telah mendominasi seluruh aspek kehidupan di sana dan ia pun menguasainya dengan ajaran syariatnya yang muncul dari ideologinya itu.
Rujukan utama dalam masyarakat itu, yaitu rujukan laki-laki dan wanita adalah Allah dan rasul-Nya. Juga kepada hukum Allah dan hukum Rasul-Nya. Bila datang keputusan hukum itu maka ia merupakan keputusan final dan mengikat. Dengan terwujudnya masyarakat demikian, dimana dominasi ideologi islam dan tradisinya atas segala aspek kehidupannya, maka urusannya menjadi mudah bagi wanita untuk membentuk dirinya sesuai yang dikehendaki oleh islam. Juga menjadi mudah bagi para suami untuk menasehati istri-istri mereka dan mendidik anak-anak mereka di atas manhaj yang islami.
Tantangan sekarang lebih besar lagi dibandingkan dulu karena kita sekarang hidup di jaman jahiliyah, yaitu jahiliyah masyarakat, jahiliyah hukum, jahiliyah akhlak, jahiliah tradisi, jahiliyah adab dan kebudayaan juga.
Didalam masyarakat islam di Madinah, semua masyarakat berhukum kepada ideologi yang sama, hukum yang sama dan tabiat yang sama. Sedangkan kita di sini berhukum kepada suatu ideologi yang tidak bersandar kepada kenyataan hidup.
Maka seyogyanya setiap laki-laki menyadari beban berat yang dipikulnya. Sehingga dia harus mengeluarkan usaha yang berlipat-lipat dibandingkan usaha yang dikeluarkan oleh generasi muslim pertama, pasalnya, itu merupakan kewajiban fardhu ain bagi orang yang ingin membina keluarga islami untuk mencari penjaga bentengnya, dimana dia juga mengambil pandangan ideologinya dari sumber yang sama dengan sumber dimana dia sendiri mengambilnya yaitu islam.
Dalam hal ini, dia akan banyak berkorban. Dia harus mengorbankan segala daya tarik yang menipu pada wanita. Di harus mengorbankan pilihannya yang memilih wanita berparas cantik, namun hatinya busuk dan jahat. Dia harus mengorbankan pilihannya yang memilih wanita yang jelita dan mempesona penampilannya, namun ia adalah sampah masyarakat.
Pada saat itulah dia apat menentukan pilihan dan mencari wanita yang memiliki keyakinan agama yang akan membantunya dalam membina rumah tangga yang islami dan membangun benteng yang islami. Sudah menjadi kewajiban fardhu ain atas setiap ayah dari orang-orang beriman yang menginginkan kebangkitan islam, untuk mengetahui bahwa sel-sel dan benih bagi kebangkitan itu tersimpan dalam tangan-tangan mereka. Sehingga mereka harus mengarahkan anak-anak mereka baik laki-laki maupun wanita dengan dakwah tarbiyah dan idad persiapan sebelum orang lain bertindak. Juga mereka menyambut panggilan Allah
Apakah ada orang yang lebih baik daripada orang yang menyeru kepada ajaran tauhid dan taat kepad Allah semata-mata serta beramal shalih dan dia berkata, “Sungguh aku termasuk kaum muslim (QS Fuslihat [41]33)
Karena mengkhianati amanah dan melanggar perintah Allah menjadikan manusia binasa, Allah sudah mengingatkan dalam firman-Nya,
Allah telah menawarkan tanggung jawab melaksanakan syariat Allah kepada langit, bumi dan gunung. Akan tetapi mereka semua menolak untuk menerimanya. Mereka merasa berat menerima tanggung jawab itu. Akan tetapi, manusia menerima tanggung jawab melaksanakan syariat Allah itu. Sungguh manusia itu suka menzhalimi dirinya sendiri lagi tidak pandai mengukur kemampuan diri sendiri. Adanya penerimaan manusia atas tugas menegakkan syariat Allah ini, lalu sebagian manusia mendurhakainya, menjadi sebab Allah menurunkan adzab kepada orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, musyrik laki-laki dan perempuan. Allah memberikan ampunan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya (QS Al-Ahzab[33]72-73)
Peran muslimah
Ibnu Hazm rahimahullah berkomentar, “Menjadi kewajiban bagi wanita untuk pergi dalam rangka mendalami ilmu agama sebagaimana hal ini menjadi kewajiban bagi kaum laki-laki. Setiap wanita diwajibkan untuk mengetahui ketentuan-ketentuan agama berkenaan dengan permasalahan bersuci, shalat, puasa dan makanan, minuman, serta pakaian yang dihalalkan dan yang diharamkan sebagaimana kaum laki-laki, tanpa ada perbedaan sedikitpun di antara keduanya. Mereka juga harus mempelajari berbagai tutur kata dan sikap yang benar baik dengan belajar sendiri maupun dengan diperkenankan untuk bertemu seseorang yang dapat mengajarinya. Menjadi kewajiban para penguasa untuk mengharuskan rakyatnya agar menjalankan kewajiban ini”. (Al Ihkam fii Ushulil Ahkam 1/413 dalam Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 7).
Al Hafizh Ibnul Jauzi rahimahullah juga berkata, “Sering aku menganjurkan kepada manusia agar mereka menuntut ilmu syar’i karena ilmu laksana cahaya yang menyinari. Menurutku kaum wanita lebih dianjurkan dibanding kaum laki-laki karena jauhnya mereka dari ilmu agama dan hawa nafsu begitu mengakar dalam diri mereka. Kita lihat seorang putri yang tumbuh besar tidak mengerti cara bersuci dari haid, tidak bisa membaca Al Qur’an dengan baik dan tidak mengerti rukun-rukun Islam atau kewajiban istri terhadap suami. Akhirnya mereka mengambil harta suami tanpa izinnya, menipu suami dengan anggapan boleh demi keharmonisan rumah tangga serta musibah-musibah lainnya.” (Ahkamun Nisa’ hlm. 6 dalam Majalah Al Furqon edisi 11 tahun VII).
Sebuah syair Arab mengungkapkan hal berikut, “Seorang ibu tak ubahnya bagai sekolah. Bila kita mempersiapkan sekolah itu secara baik, berarti kita telah mempersiapkan suatu bangsa dengan generasi emas.”
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Hendaknya seorang wanita membaguskan pendidikan anak-anaknya karena anak-anaknya adalah generasi penerus di masa yang akan datang. Dan yang mereka contoh pertama kali adalah para ibu. Jika seorang ibu mempunyai akhlak, ibadah, dan pergaulan yang bagus, mereka akan tumbuh terdidik di tangan seorang ibu yang bagus. Anak-anaknya ini akan mempunyai pengaruh positif dalam masyarakat. Oleh karena itu, wajib bagi para wanita yang mempunyai anak untuk memperhatikan anak-anaknya, bersungguh-sungguh dalam mendidik mereka, memohon pertolongan jika suatu saat tidak mampu memperbaiki anaknya baik lewat bantuan bapak atau jika tidak ada bapaknya lewat bantuan saudara-saudaranya atau pamannya dan sebagainya”. (Daurul Mar’ah fi Ishlah Al Mujtama’ hlm. 25-26 dalam Majalah Al Furqon edisi 12 tahun VIII)
Seorang ibu yang cerdas dan shalihah tentu saja akan melahirkan keturunan yang cerdas dan sholih pula, bi idzinillah. Lihatlah hal itu dalam diri seorang shahabiyah yang mulia, Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha, ibunda Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang merupakan pembantu setia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain cerdas, ia juga penyabar dan pemberani. Ketiga sifat mulia inilah yang menurun kepada Anas dan mewarnai perangainya di kemudian hari. (Ibunda Para Ulama, hlm.25)
Dengan kecerdasannya, ia ‘hanya’ meminta sebuah mahar yang ringan diucapkan namun terasa berat konsekuensinya, yaitu keislaman Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu yang meminangnya saat itu. Dengan kesabarannya pula, ia mampu menyimpan rapat-rapat kesedihannya karena kematian putranya demi menenangkan suaminya.
Syekh Abdullah Azzam secara spesial memberi pesan kepada perempuan dan anak-anak
Wahai kaum perempuan,
Jagalah diri kalian dari kemewahan hidup,
Karena kemewahan adalah musuh berbisa Jihad
Kemewahan akan memalingkan
dan membelokkan jiwa kemanusiaan
Hati-hatilah terhadap kenikmatan hidup
Cukuplah dengan makan yang perlu-perlu saja
Didiklah anak-anak kalian
dengan kehidupan yang berat dan keras,
dengan sifat kejantanan dan kepahlawanan
serta berkemauan untuk Jihad
Jadikanlah rumah kalian sebagai kandang singa,
bukannya kandang ayam,
yang setelah gemuk dijadikan sembelihan
oleh penguasa durhaka
Tanamkanlah dalam jiwa putra-putra kalian
hobby dan kecintaan berjihad
Mencintai pacuan kuda
dan bertamasya ke medan pertempuran.
Hiduplah dengan selalu menghayati kesulitan kaum muslimin.
Usahakan minimal sekali dalam satu pekan
Untuk hidup seperti hidupnya kaum Muhajirin dan Mujahidin
Hanya dengan sepotong roti kering dan tidak lebih
Beberapa teguk air teh sebagai pembasah tenggorokan.
Wahai Anak-Anak!
Jauhkanlah diri kalian dari bualan lagu-lagu dan musik-musik orang-orang pengumbar nafsu. Jauhkanlah punggung kalian dari kasur orang-orang yang hidup bemewah-mewahan.
Aku wasiatkan kepada kalian agar berpegang teguh kepada Aqidah Salaf (Ahlussunnah wal-Jama’ah) .
Jauhkanlah diri kalian dari sikap berlebih-lebihan. Baca dan hafalkanlah Al-Quran.
Jagalah lisan, bangunlah malam, lakukanlah puasa sunnah, bergaul-lah dengan orang-orang baik, aktiflah bersama gerakan Islam.
Tabiat islam yang menentukan bahwa berdirinya kaum muslimin yang dibangun atas dominasi ajaran Islam dan di atasnya beridiri hakikat wujudnya yang sejati, haruslah berdiri di atas fondasi masyarakat yang berkarakter. Islam adalah akidahnya. Islam adalah sistemnya. Islam adalah syariatnya. Islam adalah manhajnya yang sempurna dan total yang darinya bersumber segala pandangan dan ideologinya.
Masyarakat seperti inilah yang menjamin wadah terpelihara pandangan yang islami dan membawanya ke dalam jiwa-jiwa kaum muslimin. Juga membelanya dari segala tekanan masyarkat jahiliah sebagaimana ia juga menjaganya dari fitnah kekejian dan peyiksaan.
Dengan demikian, jelaskah urgensi pembentukan kaum muslimin yang didalamnya wanita dan pemudi muslimah hidup yang melindunginya dari segala tekanan masyarakat jahiliah. Kemudian pemuda muslimah pun menemukan pasangannnya dalam benteng islami itu yang dengannya bersama orang-orang semisal dengannya terbentuklah pasukan islam yang kuat.
Sesungguhnya pembentukan kaum muslimin itu adalah kewajiban, sekali-kali bukan merupakan perkara yang sunnah. Jamaah itulah yang akan menjaga dan saling dengan ajaran Islam, memegang fikrahnya, akhlaknya, adabnya dan paradigmanya. Jamaah itu hidup dengan berpegang kepada Islam dalam bermuamalah antar mereka. Sehingga, tumbuhlah generasi yang terlindungi dari segala bahaya jahiliyah.
Setidaknya ada lima kiat yang dapat kita kerjakan agar keluarga kita dapat mendekati keluarga pejuang syariah.
Pertama jadikan rumah kita sebagai masjid
Artinya di sanalah aktivitas ibadah dilazimkan. Tak akan kita dengar musik-musik didendangkan atau acara-acara teve yang penuh maksiat. Sang Bapak adalah Imam yang memimpin keluarganya.
Kedua menjadikan rumah sebagai sekolah. Dimana aktivitas menuntut ilmu selalu dikerjakan
Ketiga menjadikan rumah sebagai benteng tempat pengkaderan dan pertahanan utama.
Disanalah sang anak dikenalkan pada misi dan tujuan hidup. Semua anggota menggembleng diri menjadi prajurit yang siap tempur. Mereka mempersiapkan diri memiliki selurah sarana untuk menjadi ulama dan mujahid sejati.
Keempat menjadikan rumah sebagai rumah sakit. Tempat orang datang untuk mencari kesembuhan. Rumah keluarga syariah selalu disibukkan oleh orang yang mencari obat kebahagiaan akhirat. Ia menjadi rujukan masyarakat karena kemanjuran nasehat dam solusi yang dianjurkan atau dikerjakan.
Dan kelima menjadikan rumah sebagai pelabuhan tenang tempat seluruh anggota keluarga mendapatkan kedamaian setelah bertempur seharian. Disana tegak sendi-sendi ukuwah, itsar (mementingkan saudara ketimbang diri sendiri) dan iffah (menahan izzah diri) dan rumah iman bersemayam.
Dan terakhir, keluarga yang selalu mencoba berjalan pada titian nilai yang telah diwariskan padanya oleh penutup para Nabi, yaitu jalan perjuangan.
Jadi orang tua akan memompa semangat dakwah kepada anak-anaknya dalam suasana rumah tangga yang harmonis. Di tengah arus kehidupan yang tidak Islami, orangtua harus kreatif dan tidak membuat anak merasa tertekan dan terpaksa menjadi keluarga dakwah. Ajak anak membuat rencana dakwah bersama teman-temannya untuk mewarnai lingkungan sekitar rumah. Jadi orang tua akan memompa semangat dakwah kepada anak-anaknya dalam suasana rumah tangga yang harmonis. Di tengah arus kehidupan yang tidak Islami, orangtua harus kreatif dan tidak membuat anak merasa tertekan dan terpaksa menjadi keluarga pejuang.
Beberapa tips membentuk keluarga pejuang syariah :
Keluarga di dunia = keluarga di surga
Bukankah kita menginginkan saat keluarga di dunia bisa reuni dan bernostalgia di surga, Allah sudah menjanjikan bagi pribadi mukmin dan keluarga mukmin jika beramal shalih dan takut adzab Allah akan dimasukan disurga, seperti yang Allah illustrasikan dalam Al-Qur’an
“Orang-orang mukmin masuk ke dalam surga dan merasakan kenikmatan. Penghuni surga menikmati segala kelezatan yang diberikan oleh Tuhan mereka. Tuhan mereka menyelamatkan penghuni surga dari adzab nereka Jahim. Para malaikat berkata kepada penghuni surga, “Makanlah dan minumlah dengan senang hati. Ini semua merupakan balasan amal shalih yang kalian lakukan di dunia dahulu. Para penghuni surga duduk bersandar pada dipan-depan yang tertata rapi. Mereka ditemani bidadari yang berkulit putih bersih dan bermata indah. Orang-orang mukmin berada di dalam surga disusul oleh anak keturunan mereka yang beriman. Kami kumpulkan orang-orang mukmin bersama dengan anak keturunan mereka. Kami tidak mengurangi sedikitpun pahal atas amal mereka. Setiap orang mendapatkan pahala sesuai aaml shalih yang dilakukan didunia. Kami karuniakan kepada para penghuni surga buah-buahan, sayur mayur dan daging yang mereka inginkan. Di dalam surga, mereka saling mengulurkan gelas berisi minuman. Di dalam surga tidak ada ucapan sia-sia dan tidak pula ada perbuatan dosa. Para penghuni surga di kelilingi pelayan-pelayan muda. Mereka itu putih bersih laksana mutiara dan berjajar rapi. Para penghuni surga duduk saling berhadapan untuk bercengkrama membicarakan keadaan mereka di dunia dahulu. Sungguh, Kami dahulu berada ditengah keluarga kami yang selalu takut akan adzab Allah. Lalu Allah memberikan karunia kepada kami. Allah menjauhkan kami dari adzab yang membinasakan di akhirat. (QS At-Thuur[52]17-28)
Ya Allah, hamba ini faqir dan hamba ini tiada yang daya upaya kecuali bantuan-Mu. Kuserahkan kepada Enkau di kami dan anak istri kami serta keluarga kami. Didiklah mereka, bimbinglah mereka, , jagalah mereka dan lindungilah mereka. Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik tempat memohon segala urusan.
Ya Allah, Jadikanlah kami sebagai pembela-pembela agama-Mu. Jadikanlah kami dan keluarga dan keturunan kami menjadi da’i hingga akhir zaman. Sebagaimana Engkau telah menjadikan Nabi Ibrahim dan anak keturunan seperti itu
Wahai Tuhan kami, jadikanlah istri-istri dan anak-anak kami orang-orang yang shalih. Jadikanlah anak keturunan kami suri tauladan bagi orang-orang shalih (QS Al-Furqan [24]74)
Wahai Tuhanku, jadikanlah aku orang yang selalu melaksanakan shalat. Begitu juga anak keturunanku. Wahai Tuhanku kabulkanlah doaku. Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku serta orang-mukmin pada hari perhitungan amal di akhirat (QS. 14:40-41)
Wahai Tuhanku, berilah aku petunjuk untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau karunikan kepadaku dan kepada ibu bapakku. Jadikanlah aku orang yang bermal shalih yang Engkau ridhai, berikanlah kebaikan kepadaku dan kebaikan keturunanku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhlah aku termasuk orang-orang yang taat kepada syairat-Mu (QS. 46-15)
Penulis: Abu Azzam
Referensi : Tafsir Fizilalil Qur’an,
Majalah Waqfah 1997, Khutbah Jumat Ustadz Bachtiar Nasir di Kota wisata