Sahabat Muslimah....
Berikut adalah tulisan pendek mengenai cerita Anak TK yang malu pada neneknya jelek.
“Mama, mulai besok aku nggak mau diantar nenek ke sekolah.”
“Kenapa? Kan selama ini yang mengantar selalu nenek.”
“Pokoknya nggak mau. Nenek jelek. Kulitnya nggak mulus kayak mama, wajahnya juga nggak cantik, bajunya juga jelek.”
Dialog di atas adalah percakapan ibu dan anak usia TK yaitu sekitar 5 tahun. Esoknya, mamanya sengaja mengantar anak tersebut ke sekolah dengan resiko berangkat bekerja menjadi terlambat. Di halaman sekolah, terjadi lagi dialog.
“Untung aku punya mama cantik. Coba kalau jelek, pasti malu aku. Mama teman-temanku cantik-cantik.”
Si mama menanggapi kata-kata anaknya dengan tertawa. Sama seperti reaksi tante anak tersebut yang menceritakan kisah tersebut pada saya. Jadi terbersit di benak, apa yang salah dengan mereka?
Anak ibarat kertas putih. Dia akan ikut apa saja yang berusaha diisikan orang dewasa padanya. Dialog di atas sama sekali tidak lucu. Wajar bila saya heran terhadap reaksi mama si anak plus juga tantenya.
Apa yang lucu ketika seorang anak usia 5 tahun merasa malu diantar sekolah oleh nenek kandungnya? Padahal si nenek inilah yang merawat dia, menyuapi, mamandikan, memakaikan baju, dan mengurusi hampir seluruh keperluan sehari-hari si anak ketika mama kandungnya lebih memilih sibuk bekerja.
Bukan hanya malu, si anak pun mengkritisi si nenek mulai dari kulit keriputnya hingga dandanannya. Bila boleh saya mengatakan, ini sikap anak yang kurang ajar. Tapi kembali, tak hendak saya menyalahkan anak. Dia hanyalah produk dari pola asuh yang jelas salah.
Saya tak bisa membayangkan, betapa sedih hati si nenek apabila dia mendengar kata-kata cucunya yang sudah dia rawat dengan sepenuh hati. Bukan mau dia memunyai kulit keriput. Memang ada nenek yang kulitnya mulus seperti remaja usia 17 tahun? Wajah, juga masuk hal yang dicela oleh si cucu. Bila mau dirunut, ibu si anak yang dipujinya cantik adalah anak kandung dari si nenek ini. Yang membedakan mereka hanya usia. Dandanan juga. Jelas saja zaman yang dilewati oleh si nenek berbeda dengan ibunya, beda pula dengan dirinya.
Kebiasaan anak mencela orang lain bahkan sosok yang dekat dengan dirinya dan merawatnya sehari-hari, tak lepas dari peran orang tua. Anak adalah peniru ulung. Pada merekalah orang tua bercermin. Sangat besar kemungkinan orang tua pernah melakukan hal serupa di depan anak tanpa mereka sadari.
Jangan lupa pula peran TV yang sangat besar bagi kehidupan anak usia 5 tahun. Ketika ayah dan ibunya sibuk bekerja, nenek yang tidak lagi dihormati, anak menjadi asuhan televisi. Kita mungkin sudah sangat mafhum bahwa TV menyajikan hal-hal yang bersifat jasadi. Mulai dari iklan sabun hingga iklan keramik, semuanya menyajikan sosok perempuan muda, cantik, mulus dan setengah telanjang. Tak heran bila si anak membandingkan dengan sosok neneknya yang berpakaian sederhana.
Reaksi tertawa yang dtunjukkan orang tua, merupakan pembenar terhadap hal kurang baik yang dilakukan oleh si anak. Mereka tidak sadar, bahwa karakter dan sikap mereka sebetulnya sedang ditelanjangi oleh si anak. Mereka sedang menertawakan diri sendiri. Mereka bangga terhadap keburukan diri yang diimitasi oleh si anak. Bila tak segera sadar, bukan tak mungkin semakin besar si anak akan menunjukkan sikap dan gejala negatif lainnya.
Wallahu alam. [Riafariana/voa-islam.com]