Sahabat Keluarga Voa Islam yang sakinah, mawadah wa rahmah.
Di laman Facebook akhir-akhir ini tersebar video yang menayangkan bayi mungil sedang dipukuli oleh ibunya. Usia bayi ini sekitar 5 bulan karena kemampuannya masih tengkurap dan sedikit merangkak. Si bayi menangis. Bukannya menenangkan dengan menggendongnya, si ibu malah memukuli bayi tersebut berulang-ulang. Jeritan dan lolongan si bayi makin membuat ibu itu kalap. Benda apa saja yang ada dalam jangkauannya termasuk sisir rambut dan HP dipukulkan ke si bayi.
Kondisi ibu yang ‘sakit’ jiwa seperti ini, diperparah dengan oknum (siapa pun dia) yang melakukan perekaman kejadian tersebut. Bukannya mencegah terjadinya kekerasan atau menggendong si bayi menjauh dari ibunya yang sedang kalap, oknum ini malah dengan tenang merekam dengan durasi lebih dari 4 menit. Di dalam tayangan tersebut juga terlihat anak perempuan dan laki-laki berusia sekitar 7 tahun. Melihat ada bayi dianiaya, bocah-bocah ini terlihat santai. Benar-benar keluarga sakit.
Perilaku ibu yang menyiksa bayi mungil di rekaman tersebut diberi nama ilmiah, baby blues syndrome.
Hal ini terjadi setelah perempuan melahirkan dengan kondisi psikologis yang belum siap. Misalnya saja dia merasa masih ingin menikmati masa muda dan belum ingin dibebani dengan keberadaan anak. Atau karena ‘pedulinya’ terhadap anak hingga dia merasa cemas berlebihan tentang masa depan si anak. Bercampur dengan rasa lelah pasca melahirkan, hormon yang berubah, hingga minimnya dukungan dari keluarga dan lingkungan. Perkawinan yang tidak harmonis semakin memperparah kondisi ibu yang mengidap baby blues syndrome. Ini bisa memunculkan rasa kesepian, kosong dan keterpurukan.
Bila tak segera ditangani, kondisi ini bisa berakibat membahayakan diri sendiri maupun bayi yang baru dilahirkan. Sehari dua hari, masih bisa ditolerir. Tapi bila sudah mingguan hingga menginjak ke bulan, maka akibatnya bisa fatal. Penderita bisa melakukan hal yang fatal semisal mencoba bunuh diri atau menyakiti sampai membunuh bayinya sendiri. Karena itu, kita semua harus mewaspadai kemunculan baby blues syndrome ini pada diri perempuan terutama yang baru melahirkan.
Baby blues syndrome, sebuah kondisi kejiwaan yang muncul di era kekinian. Ketika perempuan cenderung menjadi pihak yang menanggung derita sendirian. Kehamilan adalah ‘produk’ berdua, suami dan istri. Tapi berapa banyak suami yang tak menghiraukan perubahan psikologis dan fisik istri ketika kehamilan terjadi. Suami asik sibuk dengan pekerjaan dan istri dibiarkan berjuang sendirian mengatasi ‘morning sickness’ atau masa ngidam. Rasa mual ingin muntah, pusing, lemas, perasaan sedih dan cemas yang tiba-tiba hadir dan berbagai rasa tak nyaman lainnya.
Parahnya, di beberapa kasus suami tidak lagi mesra dan perhatian terhadap istri karena memang perempuan tak lagi memunyai tubuh langsing ketika hamil. Perubahan kecil ini mudah memicu sensitivitas perempuan hamil. Bila tak segera disadari dan diatasi sedini mungkin, rasa ini menginap lama pada dirinya sehingga berlanjut saat melahirkan anak.
Belum lagi tuntutan lingkungan yang menghendari perempuan tak cuma diam di rumah. Hamil dengan segala ketidaknyamanan yang menyertai diperparah dengan tugas-tugas kantor yang juga harus diselesaikan. Setelah melahirkan, cuti 3 bulan tak cukup untuk membuat ibu beristirahat dan menjalin hubungan batin dengan si bayi. Betapa banyak ibu yang harus kembali ke dunia kerja, diam-diam harus meneteskan airmata ketika merasa masih kangen dengan bayinya. Ada perasaan bersalah karena telah meninggalkan bayinya.
Kondisi di luar yang keras, membuat ibu yang baru melahirkan ini makin tertekan. Persaingan dengan rekan kerja, berita kriminal yang didengar, polusi dan macet yang membuat jiwa makin tak sehat, semuanya ini semakin memperbesar peluang meledaknya baby blues syndrom.
Lalu, apakah sindrom ini bisa dicegah, diatasi atau bahkan dihilangkan sama sekali? Insya Allah pada bahasan selanjutnya, kita akan mencoba melihat bagaimana Islam memberi solusi pada gejala ini. Wallahu alam. [riafariana/voa-islam.com]