View Full Version
Kamis, 19 Jun 2014

Antara Dolly dan Nahid Al-Mane'a

Sahabat Muslimah Voa Islam...

Ketika ada perempuan diperkosa karena berpakaian minim maka feminis akan protes dan menuduh laki-laki berpikiran kotor. Tapi bila perempuan dibunuh karena memakai hijab, kira-kira feminis akan bilang apa?

Dolly, siapa sih yang tak kenal nama ini? Kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Banyak wisatawan manca negara datang ‘sekadar’ berkunjung ke tempat ini. Indonesia tak lagi terkenal karena keindahan alam dan keramahan penduduknya tapi malah tempat mesum ini menjadi daya tarik tersendiri. Bukan lagi terkenal, Indonesia menjadi tercemar dengan keberadaan Dolly. Tak heran Bu Risma, walikota Surabaya mengambil langkah berani untuk menutup tempat maksiat ini. Tanggal 18 Juni 2014 adalah tonggak ‘bersihnya’ Surabaya secara khusus dan Indonesia secara umum dari praktik perzinaan legal.

Di tanggal dan hari yang sama di belahan bumi lain, Nahid al-Mane’a dibunuh hanya karena ia muslimah. Namanya tak terkenal, peristiwanya sengaja tak dieskpos secara layak. Apalagi ia keturunan Arab dan memakai hijab dengan baik. Meskipun cerdas karena di usia 30 tahun sudah menempuh studi untuk meraih gelar P.Hd tapi dunia beranggapan lain. Selama ada bau Islam dan ia menjadi korban, dunia tenang. Tapi ketika non muslim yang jadi korban dan pelaku ‘kebetulan’ beragama Islam maka tudingan teroris langsung terarah.                  

Kedua peristiwa di atas berkaitan dengan perempuan. Mereka yang menjajakan diri di Dolly adalah perempuan, walikota yang berinisitif menutup Dolly juga perempuan. Nahid al-Mane’a yang dibunuh dengan cara ditikam juga perempuan. Tapi lihatlah betapa berbedanya reaksi media dan masyarakat dalam menanggapinya. Bahkan feminis yang katanya membela perempuan tanpa melihat ras, agama dan golongan, juga berbeda sikap dalam menyikapi kedua hal di atas.

Feminis bungkam ketika perempuan dengan atribut Islamnya dilecehkan baik dirinya, kehormatannya bahkan nyawanya. Hal ini terjadi di banyak tempat di dunia ini. Peristiwa yang masih hangat adalah dibunuhnya seorang muslimah di London di lingkungan kampus, University of Essex. Muslimah ini merupakan mahasiswa internasional yang berasal dari negara Saudi yang ingin melanjutkan studinya untuk meraih gelar P.Hd atau setara dengan S3. Hanya karena ia seorang muslim dan berpakaian muslimah, dunia cenderung bungkam atas peristiwa tersebut.

Bandingkan dengan peristiwa yang terjadi di hari yang sama ketika Dolly sebagai pusat prostitusi terbesar di Asia Tenggara ditutup. Isu HAM (Hak Asasi Manusia) diangkat seolah-olah pembubaran tempat pelacuran itu tercela. Padahal di sana, perempuan berusaha dikembalikan nilai kemanusiaannya dengan diberi pilihan profesi yang juga manusiawi. Banyak orang yang mencela penutupan ini dengan berbagai dalih.

Beberapa organisasi dan banyak orang membela dan prihatin nasib para pelacur dan germo setelah tutupnya Dolly. Apakah ketika mereka tak lagi bisa menjual diri lantas tertutup pintu rezeki dan tak bisa makan? Mereka lupa bahwa cacing saja yang tak punya otak bisa hidup dengan rezeki yang sudah ditetapkan. Mereka juga lupa bahwa dirinya adalah manusia yang dikarunia akal dan hati untuk membedakan baik dan buruk. Rezeki itu selalu ada. Tinggal cara menjemputnya mau halal atau haram. Keputusan walikota Surabaya telah menutup jalan jalan haram itu dan membuka jalan halal dengan cara pembinaan ketrampilan.

Nahid al-Mane’e, kasusnya entah sampai mana. Diberitakan polisi setempat telah menangkap seseorang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut. Tapi siapa yang bisa percaya ketika tak ada informasi detil tentang siapa yang ditangkap tersebut. Selama tak ada institusi berwibawa yang akan melindungi harta, jiwa dan harga diri kaum muslimin, selamanya umat Islam akan dihina seperti ini. Sayangnya mereka yang memunyai kekuasaan dan jabatan enggan untuk memperjuangkan Islam. Mereka lebih memilih memperjuangkan diri, keluarga, golongan dan partanya sendiri.

Bagi perempuan, sungguh...tak ada sistem yang mampu melindungi kehormatan, harga diri dan jiwa kita kecuali sistem Islam. Lihatlah Bu Risma yang bahkan sudah berpamitan pada keluarganya bila sewaktu-waktu ia mati karena langkah beraninya menutup Dolly. Bahkan yang seharusnya menjadi pemimpin berjenis laki-laki pun mandul ketika berhadapan dengan sistem yang memang berpihak pada kemaksiatan ini. Sosok Bu Risma semoga menjadi sekerlip pelita untuk mau membawa obor dan pembangkit listrik yang menggerakkan umat yaitu melalui sistem Islam saja. Insya Allah. (riafariana)


latestnews

View Full Version