View Full Version
Sabtu, 21 Jun 2014

Muslimah Bicara Fakta Di Balik Kampanye Politik

Sahabat Voa Islam,

Menjelang pilpres 9 Juli 2014 para capres semakin giat melakukan kampanye politiknya. Kedua capres berlomba-lomba dalam menarik simpati masyarakat agar memilih mereka. Dalam kampanye politiknya visi dan misi menjadi sorotan banyak pihak. Kedua capres memapaparkan visi dan misinya dengan berbagai cara. Yang menarik dalam kampanye politik ini adalah tentang minimnya isu perempuan tentang pemberdayaan dan kesetaraan gender. Hal ini dikritisi oleh para aktivis perempuan.

Para aktivis perempuan menilai ada capres visi misinya polanya mirip dengan cara pandang rezim Orde Baru yang  memandang perempuan sebagai kelompok rentan yang harus dilindungi. Lebih lanjut dikatakan, Visi misi ini dianggap merugikan kaum perempuan ke depan. Pasalnya, mereka memandang perempuan sama dengan anak-anak, difabel yang dikategorikan sebagai kelompok rentan yang harus dilindungi. Padahal menurut para aktivis tersebut, perempuan itu harus dipandang sama dengan laki-laki, memiliki kemandirian dan integrity sebagai manusia. Cara pandang yang menempatkan perempuan sebagai kelompok rentan ini, akan terus berpotensi menjadikan perempuan sebagai kelompok yang rentan terhadap perilaku kekerasan. Perempuan akan cenderung dinilai sebagai pelengkap penderita semata. Dan, cara pandang seperti ini tak ubahnya seperti pola Orde Baru.

Selain itu visi misi diusung oleh capres lainnya yang memposisikan perempuan sebagai subyek yang harus berdaulat secara politik, bermartabat, merdeka, dan setara dengan kaum laki-laki. Ada juga yang berupaya menghapus seluruh kebijakan undang-undang yang berpotensi mendiskreditkan perempuan dalam program reformasi hukumnya.

Kedua capres tersebut dapat dipastikan salah satunya akan memimpin negeri yang penduduknya mayoritas Muslim. Akankah Indonesia berubah menjadi lebih baik dan islami di tangan keduanya? Adakah di antara mereka yang akan memperjuangkan dan menerapkan syariah Islam ketika mereka memangku kekuasaan ?

Marilah kita tengok kejadian yang lalu ketika Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terhadap pembangunan Kedubes Amerika Serikat di Jl. Medan Merdeka Selatan. Ketika ormas Islam menemui sang gubernur di Balaikota Jakarta dan meminta jaminan agar ia tak memberikan IMB tersebut, sang gubernur kala itu hanya senyum-senyum saja. Gedung Kedubes AS seluas 3,6 hektar dan terbesar ketiga di dunia itu dibangun atas restu sang gubernur.

Dengan demikian, jelaslah bahwa mereka memang berkiblat kepada Barat, bahkan tidak berani menghadapi Barat. Mereka muslim tapi tidak menerapkan syariat. Ironisnya ketika seruan penerapan Syariat Islam sebagai solusi atas krisis yang menimpa negeri ini semakin menguat, ada juga sebagian kalangan yang tidak menginginkan Syariat Islam diterapkan, karena dianggap sebagai ancaman bagi negeri ini. Padahal ancaman sesungguhnya adalah sekularisme, liberalisme, dan kapitalisme yang makin membuat negeri ini terpuruk. Banyak aset negera yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala limpahkan kepada negeri ini, tapi justru diserahkan untuk dikelola dan diambil oleh asing. Semua ini merupakan penjajahan model baru yang dilakukan oleh negara adikuasa.

Di tengah-tengah sistem sekuler ini lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Akibatnya, bukan kebaikan yang diperoleh rakyat yang mayoritas Muslim di negeri ini, melainkan berbagai problem berkepanjangan yang datang secara bertubi-tubi. Lihatlah, meski negeri ini adalah negeri yang amat kaya dan sudah lebih dari 65 tahun merdeka, sekarang ada lebih dari 100 juta orang terpaksa hidup dalam kemiskinan.

Jadi apapun visi dan misinya, seharusnya rakyat cerdas dalam menilai dengan melihat fakta yang terjadi. Wallâhu a’lam bish-shawâb

Penulis : Henny (Ummu Ghiyas Faris) 


latestnews

View Full Version