Sahabat Keluarga Voa Islam
Generasi salaf adalah generasi teladan. Muslim maupun muslimahnya, orang dewasa maupun anak kecilnya, dalam perkara ibadah maupun muamalah.
Melatih anak kecil yang belum mukallaf untuk turut beribadah bersama kaum muslimin agak sulit, namun berikut salah satu cara melatih agar anak bisa belajar berpuasa.
Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz; dia berkata, “Rasulullah mengutus untuk mengumumkan pada pagi hari asyura’ di wilayah kaum Anshar yang berada di sekitar kota Madinah.
من كان أصبح صائما فليتمّ صومه ومن كان أصبح مفطرا فليتمّ بقية يومه
‘Barang siapa yang pagi hari ini berpuasa, hendaklah menyelesaikannya. Barang siapa yang tidak berpuasa (sudah sarapan), hendaknya menahan (makan dan minum) sampai selesai.’
Setelah adanya pengumuman itu, kami berpuasa dan mengajak anak-anak untuk melaksanakan puasa. Kami juga mengajak mereka ke masjid dan memberikan mereka mainan dari kulit (wol). Jika mereka menangis karena lapar, kami menyodorkan mainan sampai waktu berbuka puasa tiba.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Meski anak-anak tersebut masih kecil, ternyata masih ada orang besar yang kalah dari mereka.
وقال عمر رضي الله عنه لنشوان في رمضان: ويلك! وصبياننا صيام! فضربه
“’Umar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada orang yang mabuk-mabukan pada siang hari bulan Ramadhan, ‘Celaka kamu! Anak-anak kami yang masih kecil saja berpuasa!‘ Kemudian beliau memukulnya.” (Shahih Al-Bukhari, bab “Shaum Ash-Shibyan”, no. 1690)
Kasihan, ‘kan masih kecil
Di sinilah perlunya orang tua bersikap jeli. Setiap anak dikaruniai kemampuan jasmani maupun rohani yang berbeda. Oleh sebab itu, orang tua hendaklah mampu menyadari seberapa siapkah anak mereka untuk dilatih berpuasa. Tidak menutup kemungkinan seorang anak berusia 3 tahun sudah mampu menahan lapar dan dahaga sejak terbit fajar hingga matahari terbenam. Sebaliknya, boleh jadi ada anak berusia 6 tahun yang hanya mampu berpuasa “beduk” (latihan berpuasa sampai waktu zuhur).
Sepatutnya orang tua menanamkan kepada anak tentang rasa cinta terhadap ibadah kepada Allah. Anak yang tumbuh dengan asuhan demikian, insyaallah akan menyemai manisnya iman kala ia dewasa nanti. Bila orang tua memaksa anak untuk berpuasa di luar batas kemampuan si anak, ibadah yang sejatinya indah malah berubah jadi rasa susah.
Jika orang tua sukses dalam ajang latihan ini, tentu tak perlu risau dengan komentar, “Kenapa sudah diajak puasa? Kasihan, ‘kan dia masih kecil.”
Penghibur hati selain mainan wol
Dunia anak itu berwarna-warni. Bagai pelangi.
Niat orang tua untuk meraih ridha Allah pasti akan dibuktikan dengan usaha yang cerdas, tanpa emosi yang kembang-kempis. Kita tengok generasi salaf; mereka buatkan mainan penghibur hati bagi si buah hati. Tujuannya? Tentu untuk mengalihkan perhatian si kecil dari makanan dan minuman.
Pandai-pandailah melihat kecenderungan anak. Di zaman shahabat, mainan wol mungkin sudah yang termanis untuk anak-anak. Adapun di zaman sekarang, sesuaikan dengan keadaan. Jika anak Anda senang ikut memasak dengan Anda, izinkan dia ikut serta bersama Anda di dapur. Jika anak Anda suka dibacakan buku cerita, luangkan waktu menemaninya. Pastinya perlu kita ingat selalu, penghibur bagi anak mestilah sesuatu yang tidak melanggar batasan syariat Allah Ta’ala.
Sahur bergizi, iftar bernutrisi
Anda tak perlu takut anak Anda kekurangan gizi gara-gara berpuasa sehari penuh. Yang harus dilakukan adalah menyediakan menu sahur yang bergizi serta iftar yang bernutrisi. Jangan asal enak tapi tak sehat. Jangan pula asal kenyang tapi miskin kandungan gizi. Seimbangkan menu sahur dan buka puasanya: nasi dan lauk pauk (sayur, ikan, tempe, tahu, ayam, atau daging), susu, kurma, serta pilihan makanan dan minuman sehat-bernutrisi lainnya.
Insyaallah raga anak tak ‘kan sengsara. Bahkan bisa saji badannya malah jadi lebih bugar karena waktu makannya yang lebih teratur (sahur dan iftar). Apalagi bila Anda tambahkan dengan camilan sehat secukupnya pada malam hari, seperti buah atau bubur kacang hijau.
Latih secara bertahap
Berpuasa memerlukan kesiapan fisik dan mental. Jika ingin melatih anak kecil berpuasa, lakukan secara bertahap:
Tantangan dan solusinya
Tantangan |
Solusi |
Membangunkan sahur |
- Tidurkan lebih awal pada malam sebelumnya, sembari ingatkan, ”Besok insyaallah kita semua akan bangun makan sahur.”
- Bangunkan anak secara perlahan dan lembut. Bila perlu, gendong dia hingga ke tempat makan. Jangan jemu membujuknya untuk makan sahur. - Setelah bangun, ajak anak mencuci tangan dan muka, supaya tubuhnya lebih segar. - Ajak berbincang supaya kantuknya hilang. |
Menahan keinginannya untuk menyentuh makanan dan minuman saat kita tidak melihat |
- Ingatkan bahwa Allah Maha Melihat. - Perhatikan kondisi fisiknya. Indikator yang mungkin dipakai: masih kuat bermain dan berlari-lari atau tidak. - Jika anak terlihat lemas, jangan paksa dia berpuasa. Namun jika terlihat masih kuat, semangati dia dengan janji pahala dan kecintaan dari Allah. - Dari hari ke hari, seiring semakin seringnya anak berlatih puasa, insyaallah dia akan lebih mudah mengendalikan dirinya saat melihat makanan dan minuman sebelum waktu berbuka tiba. - Selain itu, fisiknya lebih terbiasa, sampai-sampai kemungkinan anak akan tetap penuh energi bermain meski sedang berpuasa. |
Belum bisa membedakan waktu zuhur, ashar, dan maghrib (ada sebagian anak yang mungkin mengira bahwa ”azan” adalah pertanda boleh berbuka) |
- Ajarkan anak tentang waktu-waktu shalat (shubuh, zuhur, ashar, maghrib, dan isya). - Sampaikan bahwa orang boleh berbuka bila azan maghrib sudah berkumandang. - Seiring seringnya anak berlatih puasa, insyaallah dia akan semakin pandai membedakan waktu-waktu tersebut. - Ingatkan bahwa yang menjadi tanda waktu berbuka adalah azan maghrib. Jadi, meski makanan dan minuman sudah dihidangkan di meja beberapa menit sebelum itu, dia belum boleh makan dan minum. Dia mesti menunggu sampai azan berkumandang. |
Rajin puasa, mesti rajin shalat juga
Masa melatih anak berpuasa sekaligus bisa jadi kesempatan emas untuk melatihnya disiplin shalat fardhu lima waktu. Jelaskan kepada anak bahwa percuma saja orang berpuasa bila tak shalat. Meski anak kecil memang belum mukallaf, tapi akan sangat baik bila sejak belia mereka telah paham tentang bertapa pentingnya shalat dalam Islam.
Selain shalat, anak juga bisa diperkenalkan dengan berbagai amal shalih yang lain, seperti membaca Al-Quran dan banyak berzikir serta beristigfar.
Hadiah di balik kertas kado
Tiba saatnya Anda tunjukkan kebahagiaan Anda atas keberhasilannya berpuasa. Bentuknya bisa berupa ucapan, “Alhamdulillah. Hari ini anak Ummi bisa berpuasa sehari penuh. Ummi bahagia.” Bisa pula berupa hadiah yang dibungkus manis dengan kertas kado. Boleh juga bila hadiah itu berbentuk rekreasi ke pantai, ke taman bermain, atau ke kebun binatang.
Sudah terbukti
Para Pembaca yang kami hormati, tulisan ini disajikan tentunya berlatar bukti yang sudah terjadi. Alhamdulillah – atas pertolongan Allah – ternyata ada anak-anak kaum muslimin yang berhasil berpuasa pada usia 3 tahun, bahkan ada pula yang lebih muda dari itu. Yang membuat kita lebih bersyukur lagi, puasa hamba-hamba Allah yang masih sangat belia ini ternyata berlangsung sejak fajar terbit sampai tenggelamnya mentari. Ini berlangsung selama berhari-hari, baik pada bulan Sya’ban, sebulan penuh Ramadhan, bahkan enam hari pada bulan Syawal.
Jumadil Akhir sudah tiba; kesempatan untuk mulai berlatih berpuasa terbuka lebar untuk buah hati Anda. Semakin mendekati Rajab, kemudian Sya’ban, hingga tiba pada Ramadhan, insyaallah. Gandeng tangannya menuju kecintaan dalam ibadah kepada Allah. Hingga suatu hari telinga Anda berkesempatan mendengar dari lisannya, “Ummi, saya senang puasa.” “Abi, saya senang makan sahur.” “Ummi, besok insyaallah kita puasa lagi ya ….”
Selalulah jaga keikhlasan Anda sebagai orang tua, jauhkan dari rasa riya’ dan sum’ah, hindari sikap pamer di hadapan manusia. Bahagia atas amal shalih sang buah hati adalah rahasia manis yang Anda simpan di hati. Berdoalah kepada Allah agar anak-anak Anda menjadi penyebab Anda bisa menghuni surga Firdaus, tanpa hisab dan tanpa azab.
Segala kemudahan datang dari Allah. Tiada daya dan upaya melainkan atas pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla.
Marji’: Shahih Al-Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah.
Penulis : Athirah Ummu Asiyah/Muslimah