SUARA MUALAF:
Namaku Kevin Paul Smith. Paling tidak itulah nama pemberian orang tuaku sejak lahir. Meskipun terlahir dari keluarga Kristen, tapi agama tak pernah benar-benar mendapat tempat dalam kehidupan kami. Aku mulai peduli terhadap agama yaitu ketika keponakanku lahir. Saat itu aku menjadi ayah baptisnya di satu gereja.
Bermula dari situ, aku mulai rajin ke gereja. Selama enam tahun aku berganti gereja untuk menemukan sesuatu. Tapi sesuatu itu tak kudapatkan di sana. Karena tak mendapatkan apa-apa, kehidupanku kembali seperti semula yaitu sangat khas kehidupan barat. Bangun di pagi hari, berangkat kerja, pulang kerja, nonton TV sambil minum-minuman beralkohol. Rutinitas itu terjadi tiap hari hingga akhir pekan tiba. Inilah saat untuk bersenang-senang dengan pergi ke pub atau night club untuk minum dan bersosialisasi. Sesekali aku dan teman-teman pergi nonton pertandingan sepak bola sebagai selingan.
Tiba di satu titik, aku merasa bahwa ada yang kurang pas dengan hidup yang kujalani. Pasti ada sesuatu di luar sana yang berharga untuk diperjuangkan. Apakah hidupku hanya begini-begini saja sampai aku tua nanti? Tak jarang, aku menangis memohon pada Tuhan untuk menunjukkan ‘sesuatu’ yang bahkan aku sendiri tak tahu apa itu.
Terkadang aku bertanya pada diri sendiri, apakah aku tak bahagia dengan kehidupanku saat ini? Taraf hidup yang kumiliki jauh lebih baik daripada kebanyakan teman-teman seusiaku. Jadi seharusnya aku bahagia dengan apa yang kumiliki. Tapi nyatanya, jiwaku gelisah. Jiwa petualangku memanggil untuk meninggalkan semua kemapanan ini.
Aku pun berkemas. Kutinggalkan Inggris, tempat aku lahir dan besar. Perjalanan ke Asia pun kumulai: Hong Kong, Phuket, Thailand, dan Singapura. Di Singapura ini aku merasa nyaman dan mulai mencari kerja dari nol. Selain mencari kerja, aku pun mencari kekasih via agen pencari jodoh di internet. Beberapa wanita Cina sempat dekat denganku tapi tak ada ‘chemistry’ di antara kami. Aku tak berputus asa. Pasti ada perempuan istimewa di luar sana untukku. Aku pun tetap mencarinya dan akhirnya menemukan satu nama Kartina Abdullah.
Aku mengiriminya pesan dan bersambut. Kami pun mulai berbalas email, telpon dan sms. Aku merasa cocok dengannya dan kami pun akhirnya bertemu. Ya...rasanya aku telah menemukan sosok yang mampu membuatku jatuh cinta dan sepertinya ia pun begitu terhadapku. Aku mulai tertarik dengan Islam. Dan semakin aku mempelajari Islam, aku semakin yakin bahwa memang inilah ‘sesuatu’ yang selama ini aku cari. Hanya beberapa bulan setelah mengenal Kartina, aku pun melamarnya.
Sebelum resmi menjadi suami-istri, kami banyak bertanya kepada lembaga khusus yang menangani mualaf. Di situ aku mendaftarkan diri untuk belajar Islam selama 13 minggu. Lembaga ini memberiku banyak buku. Di antara buku-buku tersebut, ada satu yang bena-benar berkesan bagiku. Buku berjudul ‘The Choice’ karangan Ahmad Deedat benar-benar membuka mata hati dan mengguncang keimananku yang sebelumnya. Penulis membandingkan keimanan Kristen dengan Islam. Konsep Trinitas digugat. Jika ada tiga bagian dalam diri Tuhan yaitu Tuhan Bapa, Tuhan anak, dan roh kudus, bisa dipastikan terjadi ketidakharmonisan dalam sosok Tuhan ini.
Tanpa menunggu 13 kali pertemuan, di pertemuan kedua aku telah yakin akan iman Islam. Aku pun bersyahadat. Dan masya Allah, rasa inilah yang ternyata kucari dan kurindukan sekian lama. Dan bukan itu saja, Allah memberiku paket lengkap. Bukan saja keimanan yang kudapatkan tapi juga istri yang menggenapi keislamanku. Betapa baiknya Allah. Allahu Akbar. Hanya selang dua bulan, kami pun menikah resmi. Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan? Alhamdulillah, tidak pernah aku merasakan nikmat sebesar ini, dan rasa bahagia selengkap ini. Segala puji hanya bagi Allah.
Aku pun menambahkan nama Khalis di depan namaku. Khalis bermakna suci dan bersih. Seperti itulah aku merasa ketika mengikrarkan diri untuk menjadi seorang muslim. Semoga saja nama ini membawa makna yang sama pula dalam kehidupanku ke depannya bersama istri yang kucintai ini: Kartina Abdullah.
(sebagaimana dikisahkan oleh Khalis Kevin Paul Smith kepada riafariana/voa-islam)