View Full Version
Senin, 27 Oct 2014

Solusi Islam Terhadap Transgender, Belajar dari Kisah Nabi Luth

Oleh Anastasia

Alumni Pendidikan Bahasa Jerman UPI Bandung

Kisah dalam Al Quran sepertinya akan mengulang kembali sejarah, di mana Allah sang penguasa begitu perkasa memperingatkan kaum yang melampaui batas kisah tersebut tersusun rapi dalam Al Quran sebagai pelajaran bagi kaum yang akan datang seperti kisah kaum Nabi Luth.

Nabi Luth hidup semasa dengan Ibrahim dan diutus sebagai rasul atas salah satu kaum tetangga Ibrahim sebagaimana diutarakan oleh Al Quran, kaum yang hendak di utus oleh Luth mempraktikkan perilaku menyimpang yang belum dikenal dunia saat itu, yaitu sodomi (homoseksual).

Ketika Nabi Luth menyeru mereka untuk menghentikan penyimpangan tersebut dan menyampaikan peringatan Allah, mereka mengabaikannya, mengingkari kenabiannya, dan meneruskan penyimpangan mereka.

Pada akhirnya kaum ini dimusnahkan dengan bencana yang mengerikan. Namun Apa boleh buat ketika manusia sejengkal demi sejemgkal mulai melupakan segenap risalah para nabinya umat Muhamad pun seolah ingin membuktikan kembali betapa besarnya amarah Allah terhadap kemaksiatan hambanya, contohnya Indonesia sebagai negeri dengan populasi kaum muslim yang cukup besar tapi tak mampu membendung besarnya kerusakan moral yang saat ini tengah terjadi di masyarakat, awalnya kita tabu dengan sosok waria (wanita pria).

Akan tetapi temuan fakta mencengangkan Di Indonesia, data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual. (Kompas Cyber Media, 2003.1 ).

Seperti yang di klaim oleh  Dr. Dede Oetomo, yang merupakan  "presiden" gay Indonesia dan

Hasil survei YPKN menunjukkan, ada 4.000 hingga 5.000 penyuka sesama jenis di Jakarta. Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan, 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo.

Angka-angka itu belum termasuk kaum homo di kota-kota besar, secara nasional jumlahnya mencapai sekitar 1% dari total penduduk Indonesia.

Yang telah 18 tahun mengarungi hidup bersama dengan pasangan homonya. Dede juga merintis publikasi Majalah GAYa NUSANTARA. Dari hasil jeri payahnya Dede mendapat anugerah Felipe de Souza Award dari International Gay and Lesbian Human Rights Commision (IGLHRC), pada tahun 1998 dan Utopian Award. (Gatra, 2003. 2).

Baru-baru ini di layar kaca kita melihat sosok Renaldy Racham atau yang sekarang Dena Racham (waria) yang tengah “naik daun” adanya sorotan media membawa pesan tersendiri kalau dulunya waria adalah orang pinggiran yang tidak diakui keberadaannya, namun sekarang sosok “Dena” seolah menapik angapan tersebut, media berperan aktif  dalam pengaktualisasian mereka memberikan tempat bahwa waria pun mampu “berkarya” menjadi sosok, cerdas, elegan, dan perpendidikan atau kita masih ingat dengan Solena Chaniago waria yang sudah melanglangbuana ke negeri paman sam, keberadaannya begitu disorot media, atau kasus pembunuhan Mayang Prasetyo yang sempat penggembarkan negeri kanguru, menambah deretan panjang daftar waria berkelas.

Kerja panjang menuju generasi mulia

Melihat banyak permasalahan bangsa ini menjadi PR berat bagi umat islam, bahwa seseungguhnya melahirkan generasi yang mulia tidaklah instan, tapi membutuhkan proses yang panjang, tidak mungkin lahir seoarang anak yang sholeh tanpa peran orangtua yang mau mendidiknya sepenuh hati, namun kita tahu islam telah melahirkan generasi mulia para ulama yang lahir dari seorang ibu yang taat kepada Allah.

Ibu yang mengasuhnya seseuai perintah Allah, dalam islam mendidik anak antara laki-laki dan perempuan tidaklah sama walaupun keduanya adalah penghuni bumi tapi Allah telah menciptakan dua jenis manusia laki-laki dan perempuan, ketika Allah Ta`ala telah menakdirkan dan memutuskan bahwa laki-laki tidak seperti perempuan dalam ciptaan, keadaan dan bentuknya, maka laki-laki memiliki kekuatan fisik, sedangkan perempuan menurut ciptaan, watak dan fisiknya lebih lemah dibandingkan laki-laki, karena ia harus berurusan dengan masalah haid, kehamilan, melahirkan, menyusui bayi, mengurus keperluan bayi yang disusuinya, serta masalah pendidikan anak-anaknya selaku generasi penerus.

Karena inilah, perempuan diciptakan dari tulang rusuk nabi Adam `alaihissalam. Ia merupakan bagian darinya, yang selalu mengikutinya sekaligus sebagai kesenangan baginya. Sedangkan laki-laki dipercaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, menjaganya dan memberi nafkah kepadanya, sehingga seorang ibu akan mengarahkan dan  mendidik anaknya sesuai dengan fitrah tujuan penciptaan Tuhannya, jikaulau anak itu laki-laki maka didiklah dia menjadi seorang imam yang bertanggung jawab dan jika ananya perempuan didiklah dia supaya menjadi seorang isteri sholehah dan calon ibu yang akan melahirkan generasi cemerlang yang terhindar dari segala bentuk penyimpang moral. Keduanya mempunyai posisi yang sama dihadapaan Allah Swt.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS. an-Nahl: 97). Wallahu’Alam 


latestnews

View Full Version