Sahabat Muslimah VOA-Islam yang Shalihah...
Untuk yang kesekian kalinya, Tenaga Kerja Wanita Indonesia di Arab di eksekusi mati, yang terbaru menimpa Siti Zaenab dan Karni binti Medi Tarsim yang dieksekusi karena terlibat kasus pembunuhan.Siti dieksekusi mati pada Rabu (15/4/2015), sementara Karni dieksekusi pada Kamis (16/4/2015). (Kompas.com, 17/4/2015)
Pemerintah pun terkesan pura-pura tidak tahu. Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa dirinya kaget saat mengetahui tiba-tiba dua warga negara Indonesia dieksekusi mati oleh otoritas Arab Saudi. Dia kembali menekankan bahwa eksekusi itu dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Meskipun akhirnya Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, membantah bahwa Kemenlu RI telah kecolongan dalam dua eksekusi mati warga negara Indonesia di Arab Saudi. Ia mengaku bahwa Kemenlu sudah mengetahui rencana eksekusi mati sejak awal 2015.
Pemerintah Gagal Lindungi Perempuan
Peristiwa ini dan terus berulangnya kasus yang menimpa TKW seharusnya menjadikan pemerintah dan berbagai piihak terkait mengevaluasi dan melakukan perbaikan mendasar atas persoalan ini. Selama ini, TKW menjadi tumbal kemiskinan pemerintah yang gagal dalam memberikan kesejahteraan bagi perempuan khususnya dan bagi rakyat umumnya. Sungguh tega jika pemerintah lebih mengutamakan devisa Negara dibandingkan dengan nasib para TKW di negeri orang.
Perbaikan regulasi, peningkatan diplomasi dan moratorium/penghentian pengiriman ke negara-negara tertentu yang dianggap rawan masalah tidaklah cukup, karena selama pengiriman TKW terus dilakukan, selama itu pula, nasib para perempuan yang jauh dari keluarga itu akan senantiasa rawan eksploitasi dan dalam kondisi yang berbahaya.
Kondisi ini semakin membuktikan bahwa Negara telah gagal memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Perintahan demokrasi dengan ekonomi kapitalisme liberal telah meminimkan peran Negara dalam memberikan pelayanan bagi rakyatnya karena sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh Negara, malah diberikan kepada swasta bahkan asing.
Sistem ekonomi Kapitalisme telah gagal mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil, dan hanya terkonsentrasi pada sebagian kecil kapitalis. Penghasilan seorang suami yang menjadi kepala keluarga tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan. Akibatnya wanita yang seharusnya lebih fokus dalam kehidupan mengurus keluarga dan mendidik anak-anaknya, dipaksa untuk keluar rumah bekerja dan bergulat mencari nafkah. Akhirnya, tak sedikit dari mereka mengalami eksploitasi bahkan sampai harus bekerja menjadi TKW ke luar negeri. Sungguh ironis, ketika para TKW dikirim keluar negeri dengan dalih devisa Negara di saat yang bersamaan kekayaan negeri ini dijual murah kepada asing.
Kasus yang menimpa TKW hanyalah secuil potret buram kondisi perempuan dalam sistem kapitalisme. Dalam banyak kasus lainnya, perempuan menjadi korban paling banyak dalam kasus kekerasan seksual berupa perkosaan, pelecehan seksual, perdagangan wanita untuk tujuan seksual, eksploitasi seksual, penyiksaan seksual, dsb. Bila dirata-ratakan maka setiap hari ada 28 wanita menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia. Perempuan Indonesia juga rentan menjadi korban trafficking atau perdagangan manusia.
Indonesia berada dalam kategori “Tier 2” (menengah) dalam laporan tahunan mengenai trafficking yang disusun Deplu Amerika Serikat. Mengutip data dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Migrant Care, laporan tersebut menyebutkan bahwa 43 persen atau sekitar tiga juta warga Indonesia yang bekerja di mancanegara merupakan korban perdagangan manusia -yang digolongkan PBB sebagai perbudakan moderen (vivanews.com, 14/6/2010). Sebagian dari korban trafficking itu tragisnya dipekerjakan sebagai pelacur. Angka-angka itu bisa jadi hanya seperti puncak gunung es. Jumlah sebenarnya jauh lebih besar.
Kembalikan Hak Perempuan dengan Khilafah
Kondisi perempuan di dalam sistem kapitalisme ini sangat berkebalikan dengan kondisi perempuan saat hidup di dalam sistem islam, Khilafah Islam. Selama berabad-abad Kaum perempuan senantiasa hidup di sekitar keluarganya, melaksanakan fungsi dan fitrahnya sebagai ibu generasi dengan jaminan finansial tanpa perlu banting tulang di negeri orang demi keluar dari kemiskinan.
Karena, sistem Islam memiliki aturan komperehensif yang menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi siapapun, termasuk perempuan. Negara Khilafah menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer tiap-tiap individu (sandang, pangan, dan papan) dan menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer (basic needs) rakyat secara keseluruhan.
Dalam hal ini, Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan dan generasi dengan proses penafkahan dalam tiga mekanisme. Pertama: Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan dengan mekanisme kewajiban nafkah ada pada suami/ayah. Dengan mekanisme ini, Islam menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer bagi semua individu rakyat satu-persatu secara pasti (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233; QS an-Nisa’ [4]: 5; QS ath-Thalaq [65]: 6).
Kedua: Islam membebankan kewajiban nafkah pada kerabat laki-laki bila tidak ada suami/ayah atau mereka ada tetapi tidak mampu. Islam mewajibkan keluarga dekat memberi nafkah kepada keluarga dekatnya yang menjadi tanggungannya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233)
Dengan menjamin pemberian nafkah kepada istri, kedua orangtua, anak-anak, dan setiap yang memiliki hubungan kekeluargaan yang haram menikah, maka pemenuhan semua kebutuhan primer bagi semua individu rakyat benar-benar terjamin.
Ketiga: jaminan nafkah dari Negara Khilafah secara langsung bagi para perempuan yang tidak mampu dan tidak memiliki siapapun yang akan menafkahinya seperti para janda miskin. Jika tidak ada seorang pun yang berkewajiban memberi nafkah kepadanya, atau ada tetapi dia tidak mampu, maka Islam mewajibkan nafkah dalam dua keadaan ini kepada Baitul Mal, yakni kepada negara. Negara dengan menerapkan sistem ekonomi islam, maka seluruh distribusi kekayaan Negara merata, sumberdaya alam milik umum akan dikelola Negara sehingga akan mampu menyejahterakan rakyatnya, tanpa harus mengorbankan para perempuan.
Dengan mekanisme tersebut, hak-hak perempuan akan terpenuhi sesuai fitrahnya. tidak akan dibiarkan perempuan yang terpaksa bekerja mencari nafkah dan mengabaikan kewajibannya sebagai istri dan ibu. Oleh karena itu, sudah saatnya seluruh pihak ikut berjuang dalam mewujudkan kembali sistem islam, Khilafah Islam. Karena hanya dengan islam yang diterapkan secara kaffah dalam institusi Khilafah Islam, maka hak-hak kaum perempuan akan benar-benar dipenuhi. Negara akan menjadi penanggung jawab, pelindung dan pemberi pengayoman pada seluruh rakyat termasuk kaum perempuannya. Mari berjuang! [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Idea Suciati (Anggota Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Jatinangor-Sumedang)
image: ilustrasi/koran-jakarta