"Analoginya, seperti perasaan jijik ketika pertama kali berada di lingkungan yang jorok penuh sampah, lama-lama membiasakan diri, memaklumi, terbiasa, hingga akhirnya bau tak lagi tercium apalagi terganggu karenanya.
Kelak akan tiba masa, dimana makan dan minum di kawasan berbau, berbangkai, berlalat dan jorok itu tak lagi menjadi sebuah masalah besar. Karena semua indra kemanusiaan kita tak lagi peka. Dan sepertinya akan mati "
**
Lama aku terdiam, setelah menyimpulkan tausiah Aa' Gym melalui radio streaming di suatu pagi. Tausiah yang kudengarkan sehari pasca dihapusnya salah satu postinganku oleh Facebook. Tulisan yang bertemakan orientasi seksual yang menyimpang. Dimana 'pengidap'nya yang berani memproklamirkan diri akan disayang dan dianggap pejuang. Tulisan yang dalam 24 jam diposting dan mendapat puluhan ribu 'suka' dan 'celetukan'.
Tak sekadar dihapus, bahkan secara sepihak, 2 postinganku lainnya dengan tema senada juga dihapus oleh Facebook. Karena lengkap menjadi "3 Postingan Bermasalah”, akhirnya akunku diblokir sementara selama 24 jam berikutnya.
Disempurnakan lagi, dengan diwarningnya ratusan teman-temanku di dunia maya, yang ikut membantu membagikan tulisan-tulisan tersebut.
Aku sakit hati dan sedih, bukan saja karena tulisan tersebut dihapus. Tulisan-tulisan tersebut masih ada rapi di Note smartphone tua-ku. Bisa kuposting ulang, dengan akun baru, kapan saja. Seribu kali posting, dihapus, posting lagi.
Aku sedih terlebih karena ribuan komentar yang berisi dukungan, dan sharing pengalaman kawan-kawan yang ada di dalam kolom komentar jadi ikut terhapus. Ratusan pengalaman senada dari para pendidik, guru, saudara, ibu, anak dari berbagai kalangan yang mendukung kebenaran 'celotehan'ku adalah fakta di kehidupan sehari-hari.
Benar-benar ada.
Benar-benar terjadi.
Dan benar-benar sebegitu mengancam moral anak-anak kita kelak, jika tidak ada tindakan.
Ya!
Facebook menghapusnya.
Dan semuanya hilang!
Dihapus karena tulisanku dianggap kontroversi..
Dianggap menyakiti, menyinggung sebuah komunitas..
Komunitas yang belasan tahun lalu tabu, sekarang eksis dan berkekuatan..
Sebabnya cuma SATU. Sebagian besar dari kita memang sedang kehilangan ke-PEKA-an dengan dalih:
"Dosa ditanggung masing-masing."
"Gak boleh menghakimi orang lain, toh mereka makhluk ALLAH juga."
"Cukup mendidik dan menjaga keluarga sendiri, gak usah ngurus orang lain."
"Gak usah membawa agama di semua sendi hidup."
"Jangan sok suci."
Dan lain-lain.
Hal ini membuat banyaknya masalah moral di sekitar kita, jadi terbaikan. Kita mulai terbiasa dengan banyaknya jenis-jenis dan varian manusia baru, selain LELAKI dan WANITA yang sudah ditakdirkan ALLAH. Kita mulai tidak gerah dengan berita kehamilan di luar nikah.
Kita tak lagi bergidik mendengar cewek-cewek SMA menyiksa dengan kejam teman sebayanya selama berhari-hari, hanya karena saling mengejek tato Hello Kitty. Kita tak lagi resah mendengar maraknya pesta anak muda dengan tema Bikini, Coctail dan Seks.
Kita tak lagi gelisah mendengar berita penggerebekan anak-anak SMP yang bergerombol sedang pesta seks di sebuah kamar hotel melati yang sempit, dengan dalih melepas stres pasca ujian sekolah. Kita tak lagi kaget mendengar cewek 14 tahun menjadi otak pelacuran online dan memucikari puluhan teman-teman sekolahnya hanya untuk gaya hidup gaul dan biaya pasang kawat gigi.
Kita tak lagi cemas mendengar berita anak lelaki, pelajar SMA, tewas terbunuh dalam keadaan ber-make up dan berbulu mata palsu, dibunuh oleh pacar lelakinya, yang juga masih sesama pelajar.
Sebagian kita sudah bablas toleransinya.
Sebagian kita sudah mati nuraninya.
Sebagian dari kita sudah kehilangan ke-PEKA-annya.
Dan seperti pengantar di awal
Sebagian dari kita sudah tak terganggu lagi.
Makan, minum, ngobrol, tertawa terbahak-bahak, di tengah kebusukan-kebusukan moral yang mulai mengulat dan melalat. InniliLLAH!
Dan sungguh hanya kepada ALLAH sajalah semua urusan dikembalikan. Hanya kepada ALLAH sajalah doa-doa penguat jiwa dilantunkan, agar takdir-takdir baik bagi anak-anak kita. Hanya ALLAH saja..
*Dan menulis adalah menajamkan kePEKAan dan mengasah kepedulian
Editing: riafariana/voa-islam.com
Ilustrasi: imgarcade