Oleh: Yana Nurliana
Saya mendengarkan 'sekilas info' di radio streaming bahwa Angelina Jolie dan Brad Pitt membawa anaknya ke psikiater karena perkembangan jiwa tomboy anak cewek 9 tahunnya makin memprihatinkan. Masak sih?
Setahu saya, lewat media juga, bahwa Jolie adalah orang yang paling bertanggung jawab 'mendandani' anaknya seperti lelaki sejak usia 4 tahun. Saya langsung buru-buru searching berita dari media berbahasa Inggris.
Ternyata berita yang seliweran di media online, malah semakin mendukung dugaan saya. Jolie Pitt sedang mendukung anaknya menjadi anak laki-laki, senyaman-nya. Duh! Bahkan di salah satu penampilan terbaru keluarga mereka, Pitt, secara perdana meminta media dan masyarakat mengganti sapaan nama Shiloh, gadis 9 tahun itu menjadi John, seperti nama yang diinginkan anaknya tersebut.
Media barat serempak memberi apresiasi, apalagi para komunitas LGBT. Mereka malah membuat istilah baru "TranKid" (Banci Cilik) untuk mendukung Jolie Pitt sebagai orangtua paling toleran dalam mendidik anak-anaknya menjadi yang mereka inginkan. Gleks! Bahkan media populer Inggris Telegraph.co.uk membuat ulasan yg lebih banyak mengutip komentar para aktifis gender yang tentu saja 'mendikte' pembaca untuk mendukung metode parenting 'gila' pasangan ini.
Sayangnya isu pertumbuhan anak cewek tomboy, atau anak cowok melambai bukan hal yang baru di Indonesia bahkan mungkin di lingkungan kita. Di gang Kampung Baru, Balikpapan, kampung kelahiran saya, sekitar tahun 90an, ada 2 anak perempuan yang DIBIARKAN tumbuh dan bergaya laki-laki. Awalnya dianggap lucu saat balita. Ya lucu. Anak cewek kok berdandan cowok. Dan sekarang kedua gadis kecil itu tumbuh dewasa dan resmi menjadi seorang Lesbian. Perawakan, gaya, dandanan, sangat lelaki. Sedihnya.
Tetangga kami di Jombang, anak perempuan 5 tahun, setiap hari berdandan dan bergaya laki-laki. Baju dan mainan yg dikenakan sehari-hari sangat 'lelaki'. Termasuk, ia lebih jago mengocek bola sepak daripada Thoriq, anak laki-laki saya. Karena dia marah dibilang cantik, maka saya semakin memanggilnya cantik setiap ketemu.
"Hey cantik, bonekanya mana? Ke rumah ummi yuk! Ummi banyak boneka. Nanti ummi kasih.” Dan biasanya dia akan ngambek, dan melengos.
"Emoh! Aku sukanya Bal-bal-an." (Gak mau, aku sukanya main bola).
Lucu? Iya, sekarang. Setiap bertemu ibunya, kalimat pembelaan dirinya selalu sama.
"Anaknya gak mau dipakein baju cewek ehh, ngamuk. Semua baju yang saya belikan akhirnya kemeja sama jeans cowok.”
Saya dan suami biasanya melongo. Bagaimana bisa anak 5 Tahun sudah begitu powerfull-nya mengintimidasi orangtua memenuhi semua keinginannya.
Ini baru 5 tahun lho buuun! Saat usia segitu saja bunda tidak bisa berbuat apa-apa pada semua permintaannya. Lalu, apa yang bunda harapkan di usia remajanya? Karena pasti saat berdebat dan berargumen, akan lebih canggih dari sekarang? Bahkan saat berbeda ekstrim, dia bisa minggat. Kecuali memang, Bunda menginginkan dia tumbuh dan menjadi lelaki. Parahnya, Bunda pun mengharapkan gadis kecil itu kelak menikah dengan sesama wanita dan sungkem di lutut bunda saat pernikahan diiringi musik romantis. Persis seperti yang terjadi di Bali.
Entahlah. Naudzubillah mindzalik.
*Menulis adalah menyampaikan kegelisahan
(riafariana/voa-islam.com)