Aku lahir dari keluarga yang relijius tapi saling berbeda agama satu sama lain. Ayahku seorang Yahudi dan ibuku seorang Kristen taat. Bagi keluarga ayah, aku adalah seorang Kristen. Tapi bagi keluarga ibu, aku dianggap seorang Yahudi. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak memeluk agama apapun. Aku cukup mengatakan pada orang-orang bahwa aku percaya adanya Tuhan tapi tidak butuh agama untuk membuktikannya.
Ketika masih duduk di bangku sekolah, aku harus melakukan riset tentang kedudukan perempuan dalam Islam. Saat itu yang ada di dalam benakku adalah satu agama yang sering melakukan pemukulan terhadap perempuan. Itu karena aku melihat tetanggaku sering melakukannya terhadap istrinya. Berikutnya, aku pun menyadari bahwa anggapan itu salah. Perempuan di dalam Islam memunyai hak, bahkan jauh lebih baik dan banyak daripada agama lainnya. Tentang pemukulan terhadap perempuan, sesungguhnya memang ada laki-laki buruk di dalam agama apapun itu.
Empat bulan kemudian, aku pun terbangun di pagi hari tiba-tiba saja berpikir apa yang akan terjadi bila aku masuk Islam. Aku pun mencari jawaban itu dengan pergi ke masjid. Di sana aku mendengar sesuatu yang sangat indah untuk pertama kalinya dalam hidup. Aku pun bertanya pada istri imam masjid tersebut. Dia menjawab bahwa itu adalah suara suaminya sedang membaca Al Quran. Hari itu juga, aku pulang dengan status yang sudah berubah yaitu menjadi seorang Muslim. Dulu kupikir masuk Islam itu sulit, nyatanya tidak sama sekali.
...Perempuan di dalam Islam memunyai hak, bahkan jauh lebih baik dan banyak daripada agama lainnya...
Aku mencoba untuk mengikuti Islam dengan benar. Tapi seberapa pun aku mencoba untuk berhijab atau mempelajari Islam, ada saja orang yang merasa tidak puas terhadap apa yang telah kulakukan. Setelah satu tahun, aku merasa lelah dan melepas hijabku. Aku pun mulai mejauh dari Islam. Tapi seberapa jauh aku melangkah, hijab tetap menjadi pengingat tentang jati diriku saat ini yaitu seorang Muslim. Hijab pula yang membawaku kembali pada Islam. Saat aku ingin memakainya lagi, tentangan datang justru dari orang tua. Kali ini mereka menang, dan aku pun kalah.
Tahun lalu aku bertemu dengan sosok yang sangat relijius, baik hati dan bijaksana. Saat itulah aku merasa bahwa aku harus mencoba lebih kuat lagi untuk menjadi orang yang lebih baik. Aku pun mulai salat dan belajar Islam lagi. Satu hal yang penting, aku sekarang kembali bisa merasakan sesuatu yang indah ketika mendengarkan bacaan Quran seperti pertama kali mendengarnya dahulu.
Sosok yang membawaku kembali pada Islam ini adalah seseorang yang telah menjadi suamiku. Sungguh tak terkatakan rasa syukurku atas anugrah suami yang begitu mendukung dan membantuku untuk menjadi Muslim yang lebih baik lagi. Alhamdulillah untuk kehadirannya dan atas segala hal yang terjadi dalam hidupku. Terima kasih telah membawa kisahku ini. Semoga Allah memberkahi kita semua. (riafariana/worldhijabday/voa-islam.com)