Dinda sedang patah hati. Pasalnya proses taaruf yang dijalaninya tak berjalan sesuai maunya hati. Betapa Dinda sudah berharap bahwa penantiannya akan sosok suami idaman sudah di depan mata. Tapi siapa nyana, pihak ikhwan memutus di tengah jalan tanpa penjelasan yang masuk akal.
Ya ukhti, berapa banyak di antara muslimah yang mengalami kejadian seperti kisah di atas? Saat usia semakin beranjak, tak banyak proposal taaruf menghampiri lagi. Sekalinya ada yang mau berproses, itu pun ternyata hanya menambah kecewa yang sebelumnya pernah ada. Bukan hanya diri yang terluka, tapi harapan segenap keluarga pun harus terhempas saat taaruf tak bisa lagi dilanjutkan.
Patah hati, benarkah ini bisa menjadi solusi? Kemudian menutup diri, enggan bertaaruf lagi karena khawatir ujungnya juga tetap kecewa lagi.
Ukhti salihah yang disayang Allah. Betapa lelahnya hati bila setiap proses taaruf kita sandarkan harapan pada yang namanya manusia. Sungguh berapa kali hati harus patah bila taaruf selalu kita bayangkan berakhir di pelaminan yang indah. Berapa banyak waktu dan energi terbuang sia-sia hanya karena kita memilih meratapi diri dan sibuk bertanya, kurang apa aku ini?
Ya ukhti, ingatlah pada sifat Allah as-shamad. Sering kita lafalkan sifat Allah ini saat membaca surat Al-Ikhlas seusai Al Fatihah di setiap rakaat salat. Pahamilah maknanya sehingga kita tahu dimana seharusnya menggantungkan hati dan segenap harapan. Sayangilah hatimu, jiwa dan imanmu sehingga tak mudah merasa patah hanya karena taaruf tak berujung ke pelaminan.
...Saat usia semakin beranjak, tak banyak proposal taaruf menghampiri lagi. Sekalinya ada yang mau berproses, itu pun ternyata hanya menambah kecewa yang sebelumnya pernah ada...
Mari melihat ke dalam diri. Saat kita memantaskan diri dan siap untuk berproses taaruf, bagaimana kondisi hati? Bila memang semuanya dilakukan karena Allah, maka yakinlah bahwa penolakan si ikhwan untuk lanjut taaruf juga merupakan kehendak Allah. Akan ada seseorang yang jauh lebih baik dipersiapkan Allah sebagai suami. Ini untuk lebih menghibur hati agar tidak terlalu dirundung kecewa tiada henti.
Kita merasa bahwa proses ini satu langkah untuk menjadi jalan taat pada Allah atau sekadar bangga karena akhirnya bisa menikah? Pantas hati kita mudah sakit dan patah hanya karena kecewa bila bayangan pernikahan menjadi tujuan. Padahal proses taaruf itu hanya peluangnya fifty-fifty untuk bisa ke pelaminan atau behenti di tengah jalan.
Oleh karena itu, luruskan niat karena Allah. Satu taaruf tak berhasil, jangan berputus asa untuk menjalani taaruf berikutnya dalam koridor syariat. Jangan menutup diri hanya karena takut kecewa dan patah hati. Itu semua terjadi karena kita menggantungkan diri dan harapan pada selain Allah.
Ingat, bukan berhasil tidaknya taaruf ke pelaminan yang akan menjadi nilai kita di hadapan Allah. Karena sesungguhnya hasil mutlak ada di tanganNya saja. Tapi sikap kita selama proses berlangsung dan cara menyikapi untuk segenap keberhasilan atau kegagalan taaruf, inilah yang menjadi bekal kita untuk dihisab di yaumul akhir.
Semoga, apapun hasil taaruf itu nantinya, selama sandaran hati kita hanya pada Allah semata, tak ada beda si ikhwan bilang iya atau tidak untuk proses ke pelaminan. Tegarkan hatimu ya, ukhti. Luruskan niat terus dan terus bahwa ini semua hanya demi taat padaNya. Tak lebih. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google