Seorang pemuda apabila ia siap menikah, tak bisa dipungkiri pilihan akan jatuh pada perawan apabila ia disuruh memilih. Pilihan ini sangat lazim karena berbagai alasan sosial, budaya bahkan dalil sekalipun. Padahal pada faktanya, Rasulullah SAW sendiri lebih banyak menikahi para janda daripada perawan. Di antara semua istri yang dinikahinya dalam kondisi perawan hanyalah ibunda Aisyah r.a. Selain beliau, semua istrinya adalah janda salihah.
Mengutip dari buku Muslimah Sukses Tanpa Stres karya Dr. Erma Pawitasari, disebutkan bahwa bukan hanya Nabi SAW saja yang mencontohkan menikahi janda dibandingkan perawan. Para sahabat mulia pun juga mengikuti teladan ini dengan memilih meminang dan menikahi para janda. Bahkan tak jarang, mereka saling ‘berebut’ mengirim utusan untuk meminang ketika mengetahui ada janda di tengah mereka. Hal ini didorong karena kesadaran akan pahala yang dijanjikan Allah dengan menikahi perempuan berstatus janda.
“Siapa yang memelihara janda dan orang-orang miskin adalah seperti pahlawan yang berperang di jalan Allah, atau laksana shalat sepanjang malam dan puasa sepanjang siang.” (HR. Bukhari, no. 5353).
Bentuk pemeliharaan janda yang terbaik dan tanpa fitnah adalah dengan menikahinya, bukan seperti yang dipahami orang zaman sekarang yang sangat takut dengan ide poligami sehingga dianggap cukup hanya dengan mengirim santunan saja.
Menteladani kisah Jabir bin Abdullah dan Muhammad bin Abdullah muda, ada beberapa keistimewaan menikahi janda. Beberapa diantaranya adalah:
Semoga tulisan sederhana ini bisa sedikit membuka kesempitan berpikir di kalangan pemuda Islam yang semula antipati dengan status janda seorang muslimah. Karena bukan status perawan atau janda seseorang yang akan mengantarkan ke tujuan samara (sakinah mawaddah warahmah) satu pernikahan tapi ketakwaan pelaku pernikahan itu sendirilah kuncinya. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google