View Full Version
Kamis, 14 Apr 2016

Ketika Taaruf Tak Berlanjut, Saatnya Introspeksi Diri dan Hati

Ketika tawaran taaruf datang, muslimah mana yang tak merasa bahagia? Bunga-bunga musim semi seolah pindah dari Eropa ke hati yang sedang merona. Ya...peluang untuk menyempurnakan separuh agama ada di depan mata. Seiring dengan taaruf yang terus menjalani prosesnya, rencana pun mulai disusun. Mulai dari pinangan atau khitbah, pernikahan islami seperti apa yang nanti akan diselenggarakan, siapa saja yang diundang, bahkan mahar apa yang nanti akan diajukan. Tak jarang pihak keluarga pun ikut saran sana-sini untuk membuat segalanya jadi lebih mudah.

Sayangnya, tak selamanya hari itu ceria. Ada kalanya mendung menggayut kemudian berubah menjadi gerimis atau bahkan hujan deras. Bahkan mungkin petir dan badai pun menyertai. Begitu pula dengan kehidupan. Karena satu dan lain hal, taaruf tak mungkin dilanjutkan. Perempuan, setegar dan sekuat apapun dia, hatinya tetaplah lembut dan rapuh. Meskipun di awal telah memahami bahwa selalu ada peluang 50:50 bagi taaruf untuk lanjut atau berhenti, tetap saja ada rasa kehilangan yang seolah tak terganti.

Menangislah ukhti, bila dengan deraian airmata itu mampu membuatmu sedikit merasa lega. Tapi tak perlu berlama-lama tenggelam dalam penyesalan. Tak perlu pula menyalahkan diri atas keputusan taaruf yang berhenti. Jangan pula dikuasai rasa kecewa dan amarah yang akan membuatmu menyalahkan takdirNya.

...Dia yang telah menolak kamu, sedang melewatkan perempuan berharga yang akan membantunya ke surga. Selebihnya, benahi diri dengan semakin menambah amalan sunah agar diri dan hati semakin tergantung padaNya...

Ada banyak alasan dan hikmah di balik setiap peristiwa termasuk taaruf yang tak berlanjut. Sediakan ruang bagi diri dan hati untuk introspeksi. Saat semua badai itu berlalu, lihatlah ke depan. Hangatnya mentari dan cerahnya langit menggantikan semua kelam. Jernihkan pikir dan jauhkan hati dari prasangka buruk. Tak mudah tapi harus bisa. Yakin saja, Allah menyediakan seseorang yang jauh lebih baik asal kita bersabar menunggu dia dalam ketakwaan.

Bolehlah sesekali berpikir demi menenangkan dan membahagiakan diri. Dia yang telah menolak kamu, sedang melewatkan perempuan berharga yang akan membantunya ke surga. Selebihnya, benahi diri dengan semakin menambah amalan sunah agar diri dan hati semakin tergantung padaNya. Hanya dengan menggantungkan segala asa padaNya maka hati tak mudah menjadi gundah. Sebaliknya, berharap pada manusia maka siap-siap saja menuai kecewa.

Taaruf yang tak berlanjut, bukan alasan bagimu untuk patah hati. Jangan menghukum diri sendiri dengan menutup hati bagi tawaran yang bisa jadi lebih baik sebagai pengganti. Nanti akan ada masa ketika kamu mentertawakan hari ini. Tertawa karena pernah mellow, sedih, kecewa, terluka, dan segenap rasa negatif lainnya. Di saat itu kamu akan penuh rasa kesyukuran karena takdir tidak menjadikanmu dengannya.

Ya...setiap masing-masing kita memunyai episode tersendiri untuk membaikkan amal di hadapanNya. Dan jelas, dia yang membuat taaruf tak berlanjut bukanlah sosok yang dipilih Allah untuk perjalanan amal menggapai ridhaNya. Jadi nikmati saja hari  ini di saat hatimu terasa perih. Karena rasa ini adalah bekal bagimu untuk menghargai setiap detik kebahagiaan yang akan menyapamu di masa depan. Yakin saja. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version