Oleh: Anna Mujahidah Mumtazah
Wanita, sosok manusia lembut namun mampu merobohkan hati kaum Adam. Wanita,konon dalam bahasa Jawa mengandung arti wani ditata. Wanita, dahulu aktivitasnya seputar dapur dan kasur. Seiring perjalanan waktu, hal itu kian pudar dan bermetamorfosis seiring perkembangan zaman. Wanita masa kini berbeda dengan masa lalu. Wanita masa kini ikut andil dalam peran di publik. Sampaiter kadang keluarga dan anak terkesampingkan dengan alasan wanita karier yang tak lain adalah dampak dari emansipasi. Wanita menuntut sejajar dengan laki-laki dalam segala hal tanpa lagi memandang hak dan kewajiban.
Secuil teladan di bawah ini berbeda dengan ilustrasi di atas meskipun sama-sama wanita. Wanita luar biasa yang tak butuh emansipasi karena haknya telah terpenuhi. Ya...wanita Islam pejuang tangguh yang kisahnya diabadikan dalam sejarah.
Sosok Ibu Pilihan
Saat kita belajar pada masa generasi terdahulu yakni generasi emas, adalah Khonsa seorang wanita mulia yang ditinggal keempat putranya syahid di jalan Allah. Bukan kesedihan yang tampak dari ekspresinya tatkala mendengarkan kematian anaknya di medan perang. Sebaliknya, rasa syukur luar biasa yang ada. Syukur karena anak-anaknya memperoleh kesyahidan. Beliau berkata: “Segala puji bagi Allah yang memuliakanku dengan kematian mereka. Aku berharap kepada Allah agar mengumpulkanku bersama mereka dalam naungan rahmat-Nya”.
Shafiyah, seorang wanita pemberani yang darinya terlahir sosok sahabat pemberani Zubair Bin Awwam.Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di hari Perang Ahzab, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?” Zubair menjawab, “Saya (ya Rasulullah)” Beliau kembali bertanya, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?” Zubair kembali merespon, “Saya” Lalu Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap nabi memiliki hawari (teman-teman setia), dan hawariku adalah Zubair.” Keberanian sosok Zubair tak lepas dari didikan ibunda Shafiyah.
Ada pula generasi tabiut tabiin yang karyanya menjadi rujukan kaum muslim di dunia sehingga membuat orang terpesona dengan karyanya. Beliau adalah Imam Syafii, seorang anak yatim dengan didikan sang ibu menjadi generasi yang hebat. Saat itu sang ibu ikhlas melepas buah hatinya untuk menuntut ilmu dan tidak kembali kecuali membawa ilmu. Ilmu yang bukan berorientasi pada pekerjaan dan mencari harta yang melimpah, namun ilmu yang bermanfaat.
Imam Syafii pun menjadi ulama terkenal. Masyarakat memberinya harta hingga melimpah. Sang imam pulang dengan bawaannya menemui ibunya. Apa yang dilakukan ibunya? Senang dan bahagiakah? Bukan. Sang ibu menyuruh sang imam agar pulang tak membawa harta yang melimpah. Harta tersebut pun dibagikan kepada masyarakat. Itulah sosok ibu para generasi pendahulu.
Itulah gambaran wanita terdahulu yang mengambil bagian dari perjuangan. Mereka mendidik anak-anaknya menjadi generasi hebat. Hebat bukanlah mengeksploitasi anak untuk kepentingan diri dan anak. Namun hebat di sini adalah yang banyak memberikan manfaat dalam perjuangan bagi Islam. Tersebutlah bunda Aisyah, istri Rasulullah dengan hafalannya yang kuat dan hebat, darinya para sahabat belajar.
Sosok Wanita Pilihan Masa Kini
Wanita hebat bukanlah yang berangkat pagi dan pulang petang dalam urusan pekerjaan di luar. Namun wanita hebat adalah wanita revolusioner yang mampu mewarnai masyarakat bahkan dunia meski tak harus keluar rumah dari pagi hingga petang. Karena wanita adalah tiang negara maka wanita memiliki peran yang luar biasa.
Saatnya terlahir kembali wanita revolusioner menjemput pertolongan Allah. Wanita yang mampu menjemput bola kemenangan. Karena Islam rahmatan lil ‘alamin, maka dengan Islam akan membawa rahmat seluruh alam semesta. Tak hanya kaum muslim saja, namun kaum non muslim pun terjaga. Tak hanya manusia, tapi hewan, tumbuhan dan lainnya juga terjaga.
Kartini dan Pendidikan di Indonesia
Kartini dahulu memperjuangkan pendidikan bagi kaum Hawa. Beliau tersadar akan pentingnya kaum Hawa dalam menentukan nasib bangsa. Dengan pendidikan itu terlahir para generasi hebat. Sebagaimana terlihat dalam tulisan Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya pada 4 oktober 1902, yang isinya: “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali, karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”
Tulisan ini dipersembahkan untuk para Kartini masa kini. Meneruskan perjuangan dengan mencerdaskan umat. Mengambil bagian dalam perjuangan ataukah tergerus keadaan itu pilihan. Saatnya para Kartini tersadar untuk mengambil bagian mulia itu. Sekarang kaum muslim terpuruk, maka saatnya mengembalikan kejayaan masa lalu. Diantaranya berdakwah mencerdaskan umat yakni berdakwah mengembalikan wanita pada fitrahnya (mengemban dakwah Islam). Karena kewajiban dakwah bukanlah hanya untuk para lelaki. Namun juga kaum muslimah. Mendidik anak-anak dan masyarakat untuk taat kepada Rabb-Nya. Mengantarkan mereka menjadi generasi pemimpin dan mewarnai masyarakat dengan cahaya Islam.
Wanita Menuju Peradaban Gemilang
Saatnya wanita masa kini mengobarkan semangat juang dengan mencintai ilmu, peduli generasi dan menjaga imun dari virus sepilis (sekulerisme, pluralisme, liberalisme).
Wanita adalah tiang negara. Bila wanita hebat maka negara akan hebat. Apakah kita mengambil bagian atau tereduksi keadaan, itu pilihan. Menjadi wanita adalah takdir-Nya sedangkan melakukan yang terbaik itu pilihan kita. Saatnya kaum Hawa menjadi sosok wanita revolusioner menuju peradaban gemilang. Karena hidup bukan sekedar aku, tapi kita dan Dia. Allahu A’lam. (riafariana/voa-islam.com)