View Full Version
Kamis, 19 May 2016

Potret Keluarga Hari Ini

Sahabat Muslimah VOA-Islam...

Beberapa waktu yang lalu, pemerintah ibu kota melakukan razia terhadap para gelandangan dan pengemis yang berkeliaran dan dianggap mengganggu ketertiban kota, yang cukup mengejutkan dan memebelalakan mata public adalah, diantara para gelandangan dan pengemis yang terjaring razia tersebut ada seorang yang mengaku sebagai ayah dari salah satu artis muda Indonesia, Marshanda. Tentu saja petugas yang melakukan razia tersebut tidak langsung percaya, hingga kemudian si artis mengklarifikasi, bahwa benar lelaki tersebut adalah ayahnya.

Hal ini, bisa menambah deretan fakta ironis di negeri ini,hal yang menggelitik dibenak kita, kok bisa ayah dari seorang artis tapi hidupmya tragis menjadi gelandangan?  memang sebenarnya yang bersangkutan telah bercerai dengan ibunya sang artis, namun tetap saaja menjadi pertanyaan dan fenonema yang kontras, dan miris ,mengingat anak dari sang gelandangan adalah seorang artis, yang notabene hidupnya tidak lah kekurangan. Tentu hal ini mengingatkan kita pada sebuah tanda Tanya besar, apa yang terjadi dengan ikatan keluarga di negeri ini?

Di zaman dimana sekulerisme menjadi pemikiran mainstream di dunia ini, adanya fenomena-fenomena seperti itu bukan peristiwa langka, hal ini sudah jamak terjadi khusunya di kota-kota besar, kisah orang tua yang kesepian nampaknya memang bukan cerita dongeng saja. Sekulerisme  melahirkan sikap matrelialistis dalam tujuna manusia, dalam segi sosial, melahirkan sikap individualis yang dalam kondisi akut, bahkan bisa meleraikan ikatan darah daging sekalipun.disinilah, nilai nilai keluarga tercerabut sampai ke akar-akarnya. Itu semua berakar dari satu sumber yang sama , sekulerisme.

Sekulerisme telah menjadi jajanan manis yang dianggap indah, namun dibalik itu ada racun halus yang akut, yang mematikan generasi. Sekulerisme, selain berbuah materialisme, juga berbuah femininisme yang memiliki jargon “perempuan juga bisa seperti laki-laki”, jika diterjemahkan ke dalam bahasa lapangan, artinya, jika laki-laki bisa bekerja, waniatapun bisa, jika laki laki bisa keluar rumah, wanita pun juga.

Hal ini lah yang membuat wanita banyak keluar rumah, meninggalkan amanahnya selaku ibu sekaligus pendidik di rumahnya, karena menganggap bahwa “pekerjaann rumahan” addalah pekrjaan yang menurunkan derajatg wanita dibawah lai laki. Hingga kaum ibu berbondong bonding keluar mengejar karir, atau hanya segenggam prestise.  Anak-anak kering kasih sayang ayah dan ibunya, ayah sebagai pemimpin rumah tangga turun fungsinya hanya sebagai pemasok keuangan saja.selebihnya, hanya numpamg tidur saja, yang seperti ini terjadi karena rumah telah lama kehilangan tuahnya sebagai tempat peristirahatan dari segala penat di luaran sana. jadilah anak-anak generasi yang kesepian dan kurang arahan.

Anak-anak malang ini, akan mencari pelampiasan di luar rumahnya , dan biasanya ditemui diluar malah pergaulan yang menghancurkan dirinya. Memang tidak semua wanita yang bekerja meningga;lkan fungsi rummah tangganya karena dorongan ide menyimpang semacam yang doisebutkan tadi, ada juga karena factor ekonomi, tapi itu juga jika ditelaah lebih lanjut, masih terkait dengan sekulerisme yang telah melahirkan kapitalisme, dimana semakin menciptakan kesenjangan ekonomi warga Negara.

Itu baru dilihat dari sisi orang tua, hubungan hubungan semacam itu akan merenggangkan hubungan kasih sayang yang seharusnya ada pada keluarga. Sifat-sifat individualistic dan tidak peduli memang sudah tertanam dari kecil. Hingga kemudian ketika dewasa nanti, sang anak tidak peduli dengan orang tuanya. Teramat banyak kita jumpai kasus-kasus anak yang menelantarkan orang tuanya.

Memang sudah sejak lama Ikatan keluarga tercerai berai, hak dan kewajiban sudah tidak bisa di klarisfikasi  lagi, institusi rusak sistem, masing masing menjadi korban, mungkin suami atau istri mencari kesenangan di tempat lain, masing-masing dengan cara yang berbeda. Ibarat main bola, pembagian tugas kipper, gelandang, srtriker tidak jelas, penjaga gawang penginya nyerang dan mencetak gol, yang striker mainya di belakang terus. Kesebelasan jadi amburadul.

Jika sudah banyak kasus yang membuktikan bahwa sekulerisme gagal mensejahterakan manusia, lalau aakan sampai k apan kita terus memakai pemahamn yang sesat ini?? sudah saatnya kembali ke sistem hidup yang sudah terbukti dan teruji lewat abad abad pennuh kegemilangan, dimana keluarganya melahirkan generasi generasi yang bermanfaat bagi sekitarnya.

Suatu peradaban yang tidak pernah disebtukan namun bukti nya terekam jelas, yaitu peradaban islam. Islam sebagai sitem hidup, mengatur hidup dari diri sendiri hingga bernegara. Namun sayangnya, belum apa apa islam sudah tertuduh, beranikah kita merubah kebiasaan yang salah untuk kemudian digantikan dengan sistem yang lebih baik? [syahid/voa-islam.com]

Penulis: Muliati (Aktivias Muslimah HTI Bumi Ayu)


latestnews

View Full Version