View Full Version
Selasa, 16 Aug 2016

Fenomena Awkarin, Bukti Keganasan Liberalisasi

Oleh: Puput Hariyani, S.Si*

Awkarin begitulah sapaannya, gadis belia yang memiliki nama lengkap Karin Novilda belakangan menjadi nama yang santer dibicarakan oleh publik khususnya di media sosial. Ada apa gerangan? Di tahun 2013 Karin dikenal sebagai pelajar yang memiliki nilai UN sempurna untuk mata pelajaran Matematika, seperti yang dikutip Newsth.com Karin terlihat culun dengan kaca mata besarnya, ia sendiri tidak bisa menahan tangis bahagianya dan mengucap syukur serta tak menyangka dirinya mendapatkan nilai tertinggi di Tanjung Pinang.

Tak hanya itu, Karin Novilda juga masuk jajaran tiga besar se-Provinsi Kepulauan Riau. Ia menuturkan jika dirinya memutuskan hubungan sementara dengan jejaring sosial seperti Facebook. Tak Hanya itu dirinya juga berusaha  menjauh dari laptop, game dan lainnya. Setelah 3 tahun yang lalu ia menginspirasi banyak pelajar dengan prestasinya, namun kini fenomena mengejutkan perihal kepribadian Karin justru menggegerkan publik. Saat ini ia menjadi selebgram terkenal, followers instagramnyapun mencapai 587 ribu lebih bahkan terus bertambah.

Apakah ia menjadi terkenal karena kembali berprestasi? Ternyata tidak!! Kini ia dikenal sangat berbeda dengan tiga tahun yang lalu, baik dari sisi penampilan maupun cara pandang dan cara sikapnya. Berani tampil “hot”, melepas kerudung, berkata kasar, yang paling parah adalah terjebak pergaulan bebas, dan yang semakin menyesakkan dada, justru media yang ada saat ini memuluskan penyebaran tanyangan yang tidak pantas ditonton oleh khalayak umum tanpa ada filter sedikitpun.

 

Remaja Korban Keganasan Liberalisasi

Tak ada hentinya, remaja kembali menjadi santapan empuk bagi liberalisasi. Karin Novilda adalah salah satu dari sekian remaja yang menjadi korbannya. Liberalisasi telah merasuk dalam sendi-sendi kehidupan dengan sangat lembut hingga menjadi jebakan yang sangat mematikan. Fenomena Awkarin sangat berbahaya sehingga harus segera disadari dan menjadi evaluasi besar bagi berbagai pihak yakni orang tua, sistem pendidikan, media juga peran negara di dalamnya. Orang tua harus punya peran ekstra untuk mendidik, mendampingi, serta menancapkan pondasi iman yang kuat lagi kokoh kepada puta-putrinya disaat mereka terkepung gaya hidup liberal.

Sistem pendidikan yang ada saat ini juga menunjukkan semakin sekuler-liberal yang dirasa nihil proteksi terhadap anak didik, padahal seharusnya mengantisipasi hancurnya moral generasi. Hal tersebut bisa kita saksikan secara gamblang dari hasil revisi Kurikulum 2013 terbaru tahun 2016 yang akan diberlakukan secara nasional yang di dalamnya menghapus kompetensi inti KI 1 dan KI 2 dalam seluruh mata pelajaran kemudian hanya dibebankan pada mata pelajaran agama dan PPKN, padahal filosofi diterapkannya K-13 yang lalu diharapkan mampu untuk mengakhiri akhlak generasi muda yang semakin brutal; tidak jujur, tidak disiplin, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehedak.

Ditambah media di dalam sistem kehidupan yang serba bebas ini, memang sengaja dijadikan alat untuk menyebarluaskan ide kebebasan itu sendiri baik kebebasan berbicara, maupun bertingkahlaku. Ide itu diwujudkan dalam berbagai macam cara baik melalui romantisme film, menguak kehidupan glamor selebritis, gaya hidup mereka, dll yang semua itu pada akhirnya menjadi kiblat bagi generasi muda di kehidupan nyata mereka karena lemahnya iman. Memang ada aturan seperti UU penyiaran namun aturan yang ada sangat lentur dan paham-paham yang bersifat pornografi dan merusak akidah masih mendominasi. Media tidak tanggung-tanggung dalam meng-ekspose segala sesuatu tanpa peduli akibatnya merusak generasi, yang penting perhitungan manfaat bagi para kapitalistik.

Padahal seharusnya media menjadi alat pendukung pembinaan generasi berkualitas bukan malah sebaliknya menjadi sangat kontradiktif. Di satu sisi negara yang memiliki peran sangat besar dalam hal ini seakan tak bergeming sama sekali. Negara tidak membatasi konten media secara tegas. Di bawah kepemimpinan yang sekuler seperti saat ini, masyarakat dibiarkan bertarung sendiri menghadapi kerusakan, sementara Negara berlepas tangan. Masyarakat yang miskin imanpun diterjunkan untuk berperang melawan bombardier virus nilai-nilai merusak dan sajian intensif media yang mendorong kemaksiatan.

Harus terpapar berapa banyak lagi fenomena Awkarin sehingga pemerintah akan segera bertindak, bukankah kejadian ini bukan kali pertama, tapi merupakan hasil akumulasi dari fenomena sebelumnya. Jangan sampai fenomena Awkarin justru menginspirasi generasi muda yang lain untuk semakin melanggengkan pergaulan bebas. Harusnya penguasa segera mengambil langkah menghentikan liberalisasi yang menjadi sumber petaka rusaknya calon pemimpin bangsa sebelum fenomena ini menjadi semakin akut.

 

Islam Solusinya

Kesempurnaan Islam tak lagi diragukan, karenanya liberalisasi harus segera diganti dengan Islam. Islam akan memadukan pembinaan generasi mulai dari keluarga, pendidikan, juga media melalui payung besar Negara. Negara memastikan keluarga muslim memiliki bekal cukup untuk mendidik anak-anaknya dengan pondasi keimanan dalam bertingkahlaku. Pendidikan dalam Islam akan memiliki kurikulum dengan asas akidah Islam yang sangat berkontribusi besar membentuk kepribadian Islam.

Media massa dalam Islampun akan menyelaraskan pembinaan generasi sesuai dengan tujuannya, karena dalam pandangan Islam media massa merupakan media komunikasi yang berfungsi dalam menciptakan sebuah opini publik yang kemudian menjadi opini umum. Di dalam negeri membangun masyarakat islami yang kokoh, sementara di luar negeri akan menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang  maupun damai untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar cara pandang kufur buatan manusia. Dalam konteks menyelesaikan bencana massal kerusakan generasi, media massa sesuai perspektif Islam sangat diperlukan sebagai sarana untuk menjelaskan semua tuntunan hidup yang bersumber dari syariat berupa nilai-nilai dan panduan sistem pergaulan dalam Islam dalam kehidupan serta dorongan berprilaku sesuai panduan tersebut.

Demikianlah mekanisme Islam dalam menyelamatkan generasi, tentunya semua itu akan terwujud jika tatanan kehidupan liberal ditinggalkan dan segera beralih menuju tatanan kehidupan islami yang di dalamnya mengadopsi syariat Islam secara sempurna dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Wallahu’alam bi ash-showab. [syahid/voa-islam.com]

*Koordinator Lajnah Khusus Sekolah MHTI Jember, Staf Pengajar di SMK Kesehatan Mitra Persada Nusantara Jember

 

 


latestnews

View Full Version