Ini adalah kisah hidupku. Aku memunyai rencana, organisasi yang mengirimku juga memunyai rencana dan Allah adalah sebaik-baik pembuat rencana. Ketika remaja, aku sudah tertarik dengan kelompok yang berisi orang-orang yang membenci Islam. Mereka ini mayoritas bekerja di departemen pemerintahan negara dengan satu agenda khusus yaitu menghancurkan Islam. Mereka memanfaatkan posisinya untuk mempengaruhi kebijakan negara Amerika terhadap semua yang ada hubungannya dengan Islam.
Salah satu anggota dari kelompok ini mendekatiku. Dia melihat potensi dan semangatku, kemampuanku berbicara di depan umum dan kepedulian untuk menyuarakan hak-hak perempuan. Dia menyarankanku untuk mengambil kuliah juruan Hubungan Internasional bidang Timur Tengah. Setelah lulus, dia menjamin aku langsung bisa bekerja di Kedutaan Amerika di Mesir. Laki-laki ini ingin aku memanfaatkan posisiku untuk mempengaruhi perempuan Mesir agar terjadi Gerakan Perempuan Mesir yang menuntut hak-haknya.
Menurutku ini ide yang bagus. Aku melihat sendiri di TV, perempuan Mesir dalam kondisi ditindas dan tertindas. Aku ingin menyelamatkan mereka dengan kebebasan menuju cahaya kebebasan abad 20.
Berangkat dari niat ini, aku pun mendaftar kuliah dan memulai pendidikanku. Di perkualiahan, aku belajar Al Quran, hadits, dan sejarah Islam. Aku pun mempelajari cara memanfaatkan pengetahuan ini untuk merusak Islam. Aku pun mengasah kemampuanku untuk mengolah kata agar seolah-olah merekalah (para perempuan Mesir) yang mengucapkannya. Karena sungguh, kata-kata adalah senjata yang sangat berharga. Tapi semakin aku mempelajari Islam, aku semakin penasaran. Dan ini cukup membuatku takut. Untuk meredakan rasa takut ini, aku pun mengambil kelas Kekristenan.
Aku memilih kelas yang diajar oleh profesor dengan reputasi bagus dan memunyai gelar Ph.D. di bidang teologi dari Universitas Harvard. Aku merasa berada di tangan orang yang tepat. Dan ya...aku memang berada di tangan orang yang tepat, tapi bukan seperti yang aku bayangkan. Ternyata profesor ini adalah penganut Kristen Unitarian. Dia tidak percaya pada keyakinan trinitas apalagi pada ketuhanan Yesus. Sebaliknya, dia malah percaya bahwa Yesus itu adalah seorang Nabi.
...kata-kata adalah senjata yang sangat berharga. Tapi semakin aku mempelajari Islam, aku semakin penasaran. Dan ini cukup membuatku takut. Untuk meredakan rasa takut ini, aku pun mengambil kelas Kekristenan...
Dia membuktikan keyakinannya ini dengan mengambil Bible dari sumbernya dalam bahasa Yunani, Hebrew dan Aramaic. Dia juga menunjukkan dimana letak perubahan tersebut. Tidak itu saja, dia juga menunjukkan peristiwa-peristiwa bersejarah yang mengakibatkan terjadinya perubahan ini. Saat perkuliahan berakhir, aku tahu keyakinan lamaku telah rusak. Tapi, saat yang sama aku masih belum siap untuk menerima Islam.
Waktu pun terus berjalan. Aku melanjutkan studi untuk diriku sendiri dan masa depanku sekitar 3 tahun. Selama masa-masa ini, aku selalu mempertanyakan keyakinan Islam ini pada Muslim yang kutemui. Salah satu Muslim tersebut adalah laki-laki anggota dari Asosiasi Pelajar Muslim. Alhamdulillah, dia melihat ketertarikanku pada Islam. Dia pun mengupayakan waktu secara pribadi untuk mengajariku Islam. Di setiap kesempatan yang ada, dia selalu berdakwah padaku. Semoga Allah mengaruniakan pahala padanya.
Satu hari, laki-laki ini menghubungiku. Dia memberitahuku bahwa ada sekelompok Muslim yang datang mengunjungi kota tempat kami tinggal. Dia ingin aku bertemu dengan mereka. Aku pun setuju. Kami bertemu habis Isya di satu ruangan yang berisi minimal 20 laki-laki di dalamnya. Mereka menyambutku dan mempersilakanku untuk duduk. Di depan, aku berhadapan dengan seorang laki-laki Pakistan yang berusia cukup lanjut.
Masya Allah, bapak ini benar-benar menguasai materi Kristen dengan baik. Kami berdiskusi tentang berbagai hal baik dari Bible dan Quran hingga Subuh menjelang. Di titik inilah, dia melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan siapa pun sebelumnya. Dia mengundangku untuk masuk Islam.
Tiga tahun aku mencari dan mempelajari Islam, belum ada satu pun yang pernah mengundangku untuk masuk Islam. Aku diajari tentang Islam, berargumen tentangnya bahkan menghina agama ini tapi tidak pernah ada sebelumnya orang yang mengundangku untuk masuk Islam. Jadi ketika bapak ini mengundangku, rasanya seperti gayung bersambut. Semua terlihat masuk akal. Aku tahu bahwa inilah saatnya. Aku pun tahu bahwa inilah kebenaran jadi aku harus membuat keputusan.
Alhamdulillah, Allah membuka hatiku sehingga aku pun berkata, “Ya, aku ingin menjadi Muslim.”
Saat itu juga, bapak ini menuntunku mengucap kalimat syahadat baik dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa Arab. Aku bersumpah demi Allah, saat mengucap syahadat itu ada sensasi aneh yang kurasakan. Rasanya beban yang sangat berat dan besar di dada ini terangkat. Aku pun menarik napas panjang seolah baru pertama kali itu aku bisa bernapas.
Alhamdulillah Allah memberiku hidup yang baru, bersih, dan kesempatan untuk masuk jannah. Aku berdoa agar seumur hidupku hingga akhir nanti aku pun mati dalam kondisi sebagai seorang Muslim. Amin. (riafariana/dbs/voa-islam.com)