View Full Version
Kamis, 08 Sep 2016

Jagalah Anak dari Pelecehan Seksual karena Akan Membekas hingga Ia Dewasa

Pelecehan seksual tidak lagi menimpa remaja putri yang sedang ranum. Usia kanak-kanak pun saat ini rawan mengalami pelecehan seksual, baik laki-laki maupun perempuan. Pemangsa yang semakin mengganas ini tidak lagi pandang umur dan bentuk fisik calon korban. Mereka akan menyantap siapa saja selagi ada kesempatan.

Anak-anak yang mengalami pelecehan seksual ini akan mengalami luka psikologis yang jauh lebih parah daripada ‘sekadar’ luka fisik. Luka psikologis inilah yang susah dideteksi dan makin sulit pula dalam proses penanganannya. Tak jarang anak-anak karena rasa takut, memilih menyimpan sendiri luka psikologis ini hingga ia dewasa kelak. Trauma ini terpendam dalam dirinya dan bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

Sebagaimana diulas oleh sciencedaily, efek dari pelecehan seksual ini bisa bermacam-macam. Korban bisa menunjukkan gejala depresi, kecemasan berlebih, dan gangguan stress pasca trauma. Lebih jauh lagi, dua peneliti dari Universitas California menyatakan bahwa efek pelecehan seksual di masa kecil ini bisa menjadi cikal bakal kanker payudara, arthritis dan penyakit tiroid.

...Tak jarang anak-anak karena rasa takut, memilih menyimpan sendiri luka psikologis ini hingga ia dewasa kelak. Trauma ini terpendam dalam dirinya dan bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja...

Bunda salihah, itulah sebabnya kedekatan hubungan antara ibu dan anak harus terjalin erat. Hal ini bisa menjadi langkah pencegahan untuk kerusakan yang lebih parah. Kita semua sebagai orang tua tentu tidak ingin hal buruk menimpa sang buah hati. Tapi bila misalnya qadarullah sesuatu terjadi padanya tanpa kita sangka, sejumlah konseling atau pendekatan harus segera dilakukan.

Banyak kasus anak-anak menyimpan sendiri pengalaman buruknya karena takut bercerita pada orang tua. Anak-anak takut dihakimi atau bahkan disalahkan. Itulah kenapa akhirnya mereka memilih diam. Tapi hal ini akan menjadi sangat jauh berbeda ketika orang tua hadir sebagai sahabat bagi anak, bagi ketenangan jiwa dan raga mereka. Anak-anak sebagai korban sudah cukup menderita. Tak perlu lagi ditambah dengan sikap negatif yang dimunculkan orang tua karena kesalahan yang tidak mereka lakukan.

Jangan lupa bahwa penyembuh utama, terlepas dari sesi-sesi konseling untuk terapi, adalah kedekatan sang anak kepada orang tua dan agamanya. Jangan pernah berhenti berharap padaNya untuk kesembuhan psikologis sang ananda. Karena sungguh, tak ada daya kekuatan manusia sedikit pun untuk menyembuhkan luka tanpa peran serta dariNya. Teruslah meminta padaNya, karena tak ada luka yang tak bisa sembuh apalagi dengan izinNya. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version