Oleh: Rena Erlianisyah Putri
Anak adalah anugerah yang Tuhan berikan kepada manusia. Ia tidak minta dilahirkan, tetapi karena orangtuanya lah anak hadir ke dunia. Anak adalah amanah yang harus dijaga dan dididik agar bisa tumbuh menjadi manusia dewasa yang membanggakan dan berhasil menjadi manusia yang ditakdirkan menjadi pemimpin dimanapun ia berada, apapun perannya.
Anak dan orangtua adalah kesatuan yang tak bisa dipisahkan, karena orangtua menjadi penentu keberhasilan anak-anaknya. Bukan hanya pendidikan, nilai-nilai yang dimiliki kedua orangtua dan ditanamkan kepada anak-anak adalah bekal bagi kehidupan mereka untuk berada di tengah-tengah masyarakat dan hidup di zaman yang semakin hari semakin penuh tantangan.
Tantangan-tantangan inilah yang harus dihadapi antara anak dan orangtua. Ada banyak hal disekitar mereka yang memiliki peran penuh manfaat tetapi sekaligus menjadi boomerang bagi mereka sendiri jika tak pandai memanfaatkannya.
Kehidupan Anak-anak yang Lahir di Era Digital dan Media Sosial
Teknologi yang semakin berkembang bukan hal yang harus ditakuti atau dihindari, tetapi menjadi peluang jika bisa memanfaatkannya dengan bijak. Seperti facebook, twitter, instagram, youtube dan berbagai media sosial lainnya yang sanggup mengubah dunia hanya dalam satu kali klik.
Anak-anak yang hidup di era digital dan media sosial seperti saat ini jelas berbeda dengan anak-anak yang lahir, besar serta tumbuh tanpa teknologi. Sehingga orangtua pun harus cepat beradaptasi dan banyak belajar untuk mendidik anak-anak mereka. Kini, bukan hanya orang-orang kaya saja yang bisa memiliki dan mengaksesnya, mulai dari kalangan bawah, menengah hingga kalangan atas bebas mengaksesnya.
Berbagai kemudahan teknologi yang ada, menuntut orang-orang yang menggunakannya secara bijak. Tetapi anak-anak yang masih polos dalam berpikir dan sikapnya menjadi hal yang menakutkan jika tak ada yang bisa mengarahkan mereka. Maka peran orantua disini sangat penting, agar bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya yang hidup di era digital dan media sosial.
Anak-anak hari ini dihadapkan dengan sejumlah permasalahan yang sangat serius, seperti pelecehan seksual pada anak-anak di bawah umur baik laki-laki maupun perempuan, kasus sodomi, dan pornografi. Ini sungguh meresahkan. Bisa dibilang bahwa anak-anak Indonesia sedang mengalami darurat seksual.
881 Kasus Pelecehan Seksual Setiap Harinya
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat pada tahun 2015 terdapat 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan, berarti sekitar 881 kasus setiap hari. Angka tersebut didapatkan dari pengadilan agama sejumlah 305.535 kasus dan lembaga mitra Komnas Perempuan sejumlah 16.217 kasus. Menurut pengamatan mereka, angka kekerasan terhadap perempuan meningkat 9% dari tahun sebelumnya.
Menurut Catatan Tahunan 2016 Komnas Perempuan, dari kasus kekerasan terhadap perempuan, kekerasan seksual berada di peringkat kedua, dengan jumlah kasus mencapai 2.399 kasus (72%), pencabulan mencapai 601 kasus (18% dan sementara pelecehan seksual mencapai 166 kasus (5%).
Dengan banyaknya kasus pelecehan seksual tersebut, tentu Orangtua harus melek dan waspada serta mempersiapkan segalanya agar anak-anak tidak lantass ikut-ikutan menjadi korban.
Tentu kita tidak lupa dengan kasus Yuyun (14 Th), siswa SMP di Bengkulu. Ia diperkosa secara bergilir oleh belasan remaja yang sedang mabuk minuman keras, lalu dibunuh. Pelakunya adalah remaja lelaki, kebanyakan masih remaja dan berstatus pelajar. Selang beberapa minggu kemudian, kembali muncul kasus pelecehan seksual lainnya yang dialami anak-anak perempuan berumur belasan tahun. Sungguh miris, karena korbannya adalah anak-anak berusia sekolah yang justru masa-masa sedang bermain dan belajar.
Pengaruh Digital dan Media Sosial pada Anak
Maraknya kasus pelecehan seksual tidak terlepas dari tanggung jawab anak itu sendiri, orangtua, masyarakat sekitar, pemerintah bahkan peranan media digital dan media sosial. Semuanya memilki peranan masing-masing. Selain karena ketidaktahuan si anak itu sendiri, anak yang lepas dari pengawasan orangtua ketika memainkan gadget dan media sosialnya menjadi salah satu penyebab yang lebih dominan. Mereka jadi sangat mudah mengakses apapun yang diinginkan, tanpa ada yang melarang dan mengawasi. Dengan berbagai kebebasan tersebut, anak-anak jadi hilang kendali bahkan bisa melakukan lebih jauh dari apa yang dibayangkan. Hal itu terbukti ketika banyak anak-anak yang juga seorang pelajar menjadi pelaku kejahatan seksual tersendiri.
Media televisi pun tak luput dari perhatian. Akibat sering memberitakan terus menerus tentang pelecehan seksual, alih-alih membuat masyarakat waspada, yang terjadi justru kebalikannya, masyarakat jadi lebih trauma dan ketakutan. Bahkan menjadi contoh sehingga banyak masyarakat yang jadi ikut-ikutan melakukan hal serupa.
Disinilah pemerintah seharusnya memberikan perhatian yang lebih serius. Selain memberikan hukuman yang layak, pemerintah juga harus memperhatikan sisi lainnya. Jika dengan adanya pemberitaan malah membuat masyarakat semakin resah dan berdampak negatif, maka harus segera diberi tindakan agar tidak lagi ada korban yang berjatuhan.
Orangtua Adalah Benteng Pertama
Uji Marshmallow
Siapa yang tak kenal dengan uji marshmallow? Menurut penelitian tersebut, ketika seorang anak berhasil menahan keinginannya lebih lama mengambil marshmallow, maka pilihan sikap ini turut mempengaruhi kehidupan mereka.
Hal tersebut sudah terlebih dahulu dibuktikan para ilmuwan disana. Mereka memiliki data kehidupan masa depan anak-anak yang pernah melakukan uji marsmallow tersebut. Anak yang dulunya berhasil menahan lebih lama, kehidupan dewasanya lebih bahagia dan memuaskan seperti pendidikan, karir dan pernikahannya. Anak-anak ini dinilai lebih teruji dengan masalah-masalah yang dihadapi karena kemampuannya mengendalikan diri pada kenikmatan yang harus mereka tunda untuk mendapatkan kenikmatan yang memiliki jangka panjang. Sebaliknya, anak-anak yang tidak berhasil dan mudah tergoda mengambil marshmallow, dinilai kehidupan dewasanya kurang begitu memuaskan karena terbiasa kalah dengan godaan-godaan sesaat membuat mereka lemah dan mudah menyerah dengan tantangan yang dihadapi.
Bekali Diri dengan Ilmu
Orangtua Indonesia perlu belajar dari penelitian ini. Bagaimana orangtua memberikan nilai-nilai mengendalikan diri dari hal-hal negatif yang bersifat merusak. Tentu tidak mudah memang, karena butuh proses agar anak paham serta sadar akan nilai pengendalian diri ini. Tetapi tentu bukan menjadi sulit, jika para orangtua secara sadar harus memberikan nilai-nilai yang bermanfaat untuk kehidupan anak-anaknya kelak.
Pendidikan yang berawal dari rumah selalu lebih efektif dibandingkan apapun. Dari rumahlah semua nilai diberikan. Orangtua harus dengan sadar mendidik anak-anaknya agar tidak dididik oleh jamannya. Orangtua perlu menanamkan nilai-nilai yang kelak berguna bagi masa depan anak.
Ketika orangtua menjadi pendidik pertama sebelum yang lainnya. Orangtua menjadi sekolah pertama bagi anak-anak. Dengan peranan ini, orangtua dituntut memiliki bekal nilai-nilai yang nantinya akan diwariskan kepada anak. Maka orangtua haruslah pandai, mereka harus belajar agar bisa mendidik anak-anaknya dengan baik. Selain peran pemerintah juga ikut memfasilitasi para orangtua dengan pendidikan yang mumpuni untuk menghadapi anak-anaknya, apapun keadaannya, orangtua harus mau membekali dirinya dengan ilmu agar anak-anaknya kelak menjadi orang yang membanggakan, berguna bagi bangsa, agama dan negaranya.
Awasi Anak-Anak Saat Bermedia Sosial
Peranan orangtua dalam mengawasi anak-anak saat bermedia sosial atau menggunakan gadgetnya sangatlah penting. Orangtua harus siap mendampingi anak-anaknya untuk mengarahkan cara bermedia social yang positif. Pengawasan ini juga menjadi bentuk tanggung jawab orangtua agar anak-anak tidak salah langkah atau bahkan mencari tahu hal-hal yang tidak layak dikonsumsi. Selain pengawasan yang ketat, orangtua juga bisa memasang pengamanan dalam media bersosial. Saat ini sudah banyak aplikasi khusus yang diperuntukkan orangtua dalam mengawasi anak-anaknya.
Hal terpenting dari penyelamatan moral anak-anak sebagai generasi penerus bangsa adalah kerjasama dari berbagai pihak, baik itu pemerintah, instansi, organisasi sosial masyarakat, orangtua, dan dari anak-anak itu sendiri. Anak-anak adalah para penerus calon pemimpin bangsa di masa mendatang. Tentu, pendidikan moral dan karakter yang ditanamkan sejak dini akan berdampak ketika mereka sudah dewasa dan memiliki kapabilitas serta kekuatan karakter kepemimpinan untuk memimpin bangsa Indonesia kelak. [syahid/voa-islam.com]