View Full Version
Jum'at, 16 Dec 2016

Hubungan Tidak Harmonis, Bukan Alasan untuk Mengorbankan Anak

Oleh: Retno Harsiwi*

Sebagai pendidik, terlebih lagi sebagai ibu, rasanya tidak habis pikir bagaimana bisa ada ibu yang tega menghabisi anak kandungnya sendiri. Berita seperti ini tentu bukan berita baru dan bukan satu-satunya tentang kasus penyiksaan hingga mengakibatkan anak meninggal oleh orang tua.  

Mengapa hal ini bisa terjadi? Dimana spirit kasih ibu sepanjang jalan dan surga di bawah telapak kakinya? Ibu yang seharusnya menjadi tempat teraman di dunia ternyata malah membawa petaka bagi sang anak belahan jiwa. Dari kasus terbaru dan beberapa kasus yang telah lalu, bisa kita runut bahwa anak hanyalah korban dari kulminasi persoalan yang ada di dalam rumah tangga.

Ketidakmampuan seorang ayah sebagai nahkoda dan ibu sebagai penyeimbang dalam bahtera rumah tangga, membuat kapal oleng dihantam badai masalah. Pada kasus Bryan Aditya ini, kedua orang tua menumbalkan anaknya sebagai korban. Sebagaimana disebutkan di banyak media bahwa faktor yang menyebabkan sang ibu menganiaya putranya adalah karena ketidakharmonisan dalam keluarga bersama suaminya.

Keharmonisan jadi kata kunci dalam dalam kesuksesan membina keluarga. Dan ini tidak didapatkan oleh keluarga ini. Kata ini dicari oleh hampir seluruh ummat manusia. Banyak contoh berita tentang keluarga yang begitu mudah berpisah, dan yang dituding sebagai kambing hitam adalah ketidakharmonisan.

Lalu faktor apa yang menyebabkan keharmonisan dalam keluarga itu goyah bahkan sirna? Beberapa faktor yang bisa kita telaah di sini adalah faktor ekonomi, sosial (hubungan sosial kemasyarakatan terutama dengan lawan jenis) dan personality atau keimanan seseorang.

Tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi, menjadi momok paling menakutkan dalam upaya mewujudkan keharmonisan dalam rumah tangga. Di dalam sistem kehidupan hedonis kapitalistik uang adalah keniscayaan. Uang adalah syarat pertama dalam keharmonisan dan itu tidak bisa terelakkan. Berapa banyak keluarga berantakan disebabkan oleh perekonomian keluarga yang buram.

Disinilah pentingnya keberadaan sistem ekonomi yang melindungi keluarga. Dan itu hanya ada pada sistem ekonomi Islam. Salah satu karakter yang sangat membedakan ekonomi kapitalis dan Islam adalah, bahwa kapitalis berbasis individu menciptakan manusia tega. Siapa yang kuat dia yang akan mendapatkan kecukupan ekonomi. Dan siapa yang lemah maka dipersilakan merana.

Keadilan Ekonomi Islam seperti dalam QS. Al Hasyr:7 yang artinya “ … agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kamu …” Hal ini mendorong setiap orang agar memperhatikan kebutuhan ekonomi orang lain. Penting mengetahui apakah tetangganya malam ini makan apa tidak. Saling tolong menolong pola ini bisa mengurangi dan meringankan beban ekonomi di setiap pundak masyarakat.

...Keharmonisan jadi kata kunci dalam dalam kesuksesan membina keluarga. Kata ini dicari oleh hampir seluruh ummat manusia. Banyak contoh berita tentang keluarga yang begitu mudah berpisah, dan yang dituding sebagai kambing hitam adalah ketidakharmonisan...

Kemudian faktor hubungan sosial. Bebasnya pergaulan terutama antara laki laki dan perempuan sebenarnya merupakan benih utama potensi munculnya masalah dalam rumah tangga. Akses komunikasi dengan lawan jenis telah membuka pintu hubungan terlarang misalnya saja selingkuh. Sudah terlalu banyak contoh kasus keretakan keluarga yang diawali dari kasus perselingkuhan.

Islam sebenarnya telah menetapkan peraturan yang unik terkait dengan aturan hubungan antara laki laki dan perempuan. Islam menetapkan aturan berpakaian, kehidupan khusus dan umum, batasan laki-laki boleh berinteraksi dengan perempuan, dan lain-lain. Hal ini diatur dengan jelas dalam Islam yang salah satunya bisa kita telaah di buku Nidzamul Ijtima’I fil Islam (Sistem pergaulan dalam Islam). 

Selanjutnya tentu saja personality dan keimanan seseorang. Asumsi persoalan apapun yang melanda keluarga baik dari segi ekonomi maupun sosial maka keimanan individu yang kuat bisa memberi suspensi yang bisa meredakan gejolak persoalan. Masalahnya adalah sejauh mana individu mampu menahan beban persoalan? Semakin tipis membrane keimanan seseorang tentu sedikit saja masalah menerpa akan mudah merobek membran keimanan tersebut.

Disinilah diperlukan peran negara yang berfungsi meminimalisir persoalan yang mengganggu keharmonisan rumah tangga. Mulai dari kebijakan ekonomi yang merata, perlindungan terhadap penyakit sosial dengan penerapan kontrol dan sanksi yang tegas terhadap sumbernya seperti pornografi dan pornoaksi, gaya hidup menyimpang dan sebagainya.

Kita berharap negara benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pelindung keluarga, bukan hanya berfungsi seperti perusahaan yang berhitung untung rugi dengan rakyatnya. Negara seperti ini ada saat ia berasaskan Islam yang bertujuan melindungi dan mengayomi rakyatnya sehingga tidak ada petaka rumah tangga dan tidak ada lagi korban. (riafariana/voa-islam.com)

*Penulis adalah pengajar di SMAN 1 Menganti.

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version